dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh undang-undang. Contohnya pembebanan jaminan fidusia.
4. Perjanjian bernama, perjanjian tak bernama dan perjanjian campuran
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang secara khusus diatur didalam undang-undang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur
secara khusus oleh undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, franchising, dan factoring. Sedangkan perjanjian campuran adalah
perjanjian yang merupakan kombinasi dari dua atau lebih perjanjian bernama. Misalnya perjanjian pemondokan kost yang merupakan
campuran dari perjanjian sewa menyewa dan perjanjian untuk melakukan suatu pekerjaan mencuci baju, menyetrika, dan membersihkan kamar.
Perjanjian non obligatoir terbagi menjadi : a.
Zakelijk overeenkomst, adalah perjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain.
b. Befivs overeenkomst, adalah perjanjian untuk membuktikan sesuatu.
c. Liberatoir overeenkomst, adalah perjanjian dimana seseorang
membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban. d.
Vaststelling overeenkomst, adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum diantara para pihak.
C. Asas Perjanjian
Asas hukum adalah pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan konkrit terdapat dalam setiap sistem hukum yang
Universitas Sumatera Utara
terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau
ciri-ciri yang umum dalam peraturan yang konkrit tersebut. Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan terdapat dalam
hukum positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau putusan- putusan hakim yang merupakan ciri-ciri dari peraturan konkrit tersebut.
Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata, dinyatakan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Jadi, dalam pasal ini terkandung 3 macam asas utama dalam perjanjian, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas pacta
sunt-servanda. Di samping asas-asas itu, masih terdapat asas itikad baik dan asas kepribadian.
1. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang sangat penting bagi hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya
didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang mebuatnya.
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian,
sebagaimana yang dikemukakan Ahmad Miru, di antaranya:
15
a. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
b. Bebas menetukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
15
Ahmad Miru, Hukum Kontrak Perancangan kontrak, Rasi Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
d. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
e. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan. Asas kebebasan berkontrak merupaka suatu dasar yang menjamin
kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas juga dari sifat BUKU III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga
para pihak dapat menyimpanginya mengesampingkannya, kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.
2. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dalam hukum perjanjian ini memandang bahwa sebuah perjanjian disebut sah apa bila ada kesepakatan, yakni persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Menurut asas ini perjanjian sudah lahir atau terbentuk ketika para pihak mencapai kata sepakat
mengenai pokok-pokok perjanjian. Walaupun terkadang undang-undang menetapkan bahwa sahnya suatu perjanjian harus dilakukan secara tertulis seperti
perjanjian perdamaian atau harus dibuat dengan akta oleh pejabat yang berwenang seperti akta jual-beli tanah; semua ini merupakan perkecualian.
Bentuk konsensualisme adalah suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis, salah satunya dengan adanya pembubuhan tanda tangan dari para pihak yang
melakukan perjanjian tersebut. Tanda tangan berfungsi sebagai bentuk kesepakatan dan bentuk persetujuan atas tempat, waktu, dan isi perjanjian yang
Universitas Sumatera Utara
dibuat. Tanda tangan juga berkaitan dengan kesengajaan para pihak untuk membuat suatu perjanjian sebagai bukti atas suatu peristiwa.
16
3. Asas Pacta Sunt-Servanda
Asas ini berkaitan dengan kekuatan mengikatnya perjanjian. Mengikat sebagai undang-undang memiliki makna bahwa, para pihak yang mebuat
perjanjian wajib menaati perjanjian sebagaimana mereka menaati undang-undang. Dan pihak ketiga termasuk hakim, wajib menghormati perjanjian tersebut, juga
tidak mencampuri isi perjanjian yang telah ditetapkan oleh para pihak. Tidak mencampuri isi hukum perjanjian artinya pihak ketiga tidak boleh menambah atau
mengurangi isi perjanjian dan tidak boleh menghilangkan kewajiban-kewajiban kontraktual yang timbul dari perjanjian tersebut. Karena para pihak wajib mentaati
isi perjanjian yang mereka buat, akibatnya perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Jika akan ditarik kembali, harus dengan kesepakatan para pihak
atau dengan alas an undang-undang yang menyatakan cukup untuk itu. Asas kepastian hukum akan dapat dipertahankan sepenuhnya, jika para pihak dalam
perjanjian, kedudukannya seimbang dan para pihak sama-sama cakap melakukan perbuatan hukum.
4. Asas itikad baik
Asas itikad baik terkandung dalam pasal 1338 KUH Perdata yang meyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Asas ini berkenaan dengan pelaksana perjanjian dan berlaku bagi debitur maupun kreditur.
16
http:www.dheanbj.com201209asas-asas-hukum-perjanjian.html. Diakses tanggal 29 januari 2014
Universitas Sumatera Utara
Menurut Subekti, pengertian itikad baik dapat ditemui dalam hukum benda pengertian subyektif maupun dalam hukum perjanjian seperti yang diatur dalam
pasal 1338 ayat 3 pengertian obyektif.
17
5. Asas kepribadian
Asas kepribadian ini sebenarnya menerangkan pihak-pihak mana yang terikat pada perjanjian. Asas ini terkandung pada Pasal 1315 dan 1340 KUH
Perdata. Pada pasal 1315 dinyatakan bahwa pada umumnya tak seorangpun dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya. Selanjutnya, Pasal 1340 dinyatakan bahwa perjanjian-
perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya, perjanjian itu tidak dapat membawa rugi atau manfaat kepada pihak ketiga, selain dalam hal
yang diatur dalam Pasal 1317. Oleh karena perjanjian itu hanya mengikat para pihak yang membuatnya dan tidak dapat mengikat pihak lain. Maka asas ini
dinamakan asas kepribadian.
D. Syarat Sahnya Perjanjian