Latar Belakang Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Malpraktek Di Rumah Sakit Ditinjau Dari UU NO.8 Tahun 1999 (Studi pada Rumah Sakit Elisabeth Medan )

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan kesehatan untuk mencapai hidup sehat bagi setiap penduduk secara optimal, karena merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasiaonal. Praktek kedokteran bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional seperti dokter, bidan, dokter gigi dan memenuhi standar tertentu dan telah mendapat izin dari institusi yang berwenang, serta bekerja sesuai standar profesional yang ditetapkan oleh organisasi. Kesehatan merupakan hak manusia untuk sehat yang mana apabila sehat ini terganggu dibutuhkan suatu jasa pelayanan kesehatan untuk mengembalikan kondisi sehat tersebut. Pasien ketika menerima jasa pelayanan kesehatan dari dokter dan rumah sakit dipandang sebagai subyek yang memiliki hak-hak yang harus dihormati dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, karena itu dalam kasus dugaan malpraktek, pasien yang merasa dirugikan dapat dan berhak untuk melakukan gugatan dan meminta ganti rugi kepada dokter atau rumah sakit Universitas Sumatera Utara yang bersangkutan. Namun saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas dan spesifik mengenai permasalahan malpraktek ini. Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pengobatan suatu penyakit, termasuk didalamnya pelayanan medis yang didasarkan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang membutuhkan kesembuhan atas penyakit yang di deritanya. Dokter merupakan pihak yang mempunyai keahlian di bidang medis atau kedokteran yang di anggap memiliki kemampuan dan keahlian untuk melakukan tindakan medis. Sedangkan pasien merupakan orang sakit yang tidak mengerti dengan penyakit yang di deritanya dan mempercayakan dirinya untuk diobati dan disembuhkan oleh dokter. Oleh karena itu dokter berkewajiban memberikan pelayanan medis yang sebaik-baiknya bagi pasien. Praktek dokter bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, tapi hanya dapat dilakukan oleh kelompok professional kedokteran yang berkompeten dan memenuhi standar tertentu. Secara teoritis terjadi sosial kontrak antara masyarakat profesi dan masyarakat umum. Dengan kontrak ini memberikan hak kepada masyarakat profesi untuk mengatur otonomi profesi, standar profesi yang disepakati. Sebaliknya masyarakat umum pasien berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan standar yang diciptakan oleh masyarakat professional tadi. Dengan demikian dokter memiliki tanggungjawab atas profesinya dalam hal pelayanan medis kepada pasiennya. Berkaitan dengan profesi kedokteran ini, sekarang marak diberitakan dalam media nasional, baik media elektronik maupun Universitas Sumatera Utara media cetak, bahwa banyak ditemui malpraktek yang dilakukan kalangan dokter Indonesia. Hukum kedokteran di Indonesia belum dapat dirumuskan secara mandiri sehingga batasan-batasan mengenai malpraktek belum bisa dirumuskan, sehingga isi pengertian dan batasan-batasan malpraktek kedokteran belum seragam bergantung pada sisi mana orang memandangnya. UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran selanjutnya disebut UUPKn juga tidak memuat tentang ketentuan malpraktek kedokteran. Pasal 66 ayat 1 mengandung kalimat yang mengarah kepada kesalahan praktek dokter yaitu : setiap orang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia . Norma ini hanya memberi dasar hukum untuk melaporkan dokter ke organisasi profesinya apabila terdapat indikasi tindakan dokter yang membawa kerugian, bukan pula sebagai dasar untuk menuntut ganti rugi atas tindakan dokter. Pasal itu hanya mempunyai arti dari sudut Hukum Administrasi Praktek Kedokteran. Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam bisnis hukum. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain,karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”. Karena posisi konsumen yang lemah, ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum Universitas Sumatera Utara perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. 1 Secara global, substansi hukum perlindungan konsumen mengalami perubahan untuk menghadapi perkembangan perdagangan yang terus mengglobal. Dalam hukum perlindungan konsumen dikenal tuntutan ganti kerugian konsumen kepada produsen, yang berdasarkan tiga teori tanggung jawab, yaitu tanggung jawab berdasarkan kelalaiankesalahan negligence, tuntutan berdasarkan ingkar janji atau wanprestasi breach of warranty, dan tanggung jawab mutlak strict liability. Prinsip tanggung jawab produk dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK merupakan modifikasi terhadap prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Pengertian perlindungan konsumen termaktub dalam pasal 1 angka 1 UUPK dinyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang danatau jasa baginya, dan menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab 2 . Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu: 1 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin : FH Unlam Press,2008 hal. 1 2 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta,Penerbit Ghalia Indonesia,2008, hal. 8 Universitas Sumatera Utara 1 Memberdayakan konsumen dalam memilih,menentukan barang danatau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya; 2 Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsure- unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi; 3 Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab. Dari ketiga tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat penting untuk dapat melindungi konsumen dari berbagai hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi mereka. Konsumen perlu dilindungi, karena konsumen dianggap memiliki suatu “kedudukan” yang tidak seimbang dengan para pelaku usaha. Ketidakseimbangan ini menyangkut bidang pendidikan dan posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen. Sering kali konsumen tidak berdaya mengahadapi posisi yang lebih kuat dari para pelaku usaha. Melalui UUPK menetapkan sembilan hak konsumen, yaitu: a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang di janjikan c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa Universitas Sumatera Utara d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan e. Hak untuk mendapat advokasi perlindungan konsumen secara patut f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif h. Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang di terima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya. Selain memperoleh hak, konsumen juga diwajibkan untuk: 1 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan 2 Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa 3 Membayar sesuai nilai tukar yang di sepakati 4 Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pengertian sengketa konsumen adalah suatu sengketa yang salah satu pihaknya haruslah konsumen. Sengketa konsumen dapat dilakukan di pengadilan Universitas Sumatera Utara ataupun di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela dari para pihak. Unsur- unsur yang terdapat dalam pasal 45 UUPK antara lain: a Adanya kerugian yang di derita konsumen b Gugatan dilakukan terhadap pelaku usaha c Dilakukan melalui pengadilan Pasal 48 UUPK dinyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan mengacu kepada ketentuan yang berlaku dalam peradilan umum dengan memperhatikan pasal 45 UUPK. Selain itu, menurut ayat 1, penyelesaian sengketa dapat dilakukan di luar jalur pengadilan. Penyelesaian di luar jalur pengadilan dapat di lakukan dengan memanfaatkan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 58 UUPK. Tugas dan wewenang BPSK berdasarkan ketentuan Pasal 52 UUPK meliputi melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. BPSK juga bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen, melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini, menerima pengaduan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang dianggap mengetahui Universitas Sumatera Utara pelanggaran terhadap undang-undang, meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK, mendapatkan meneliti dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan, memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen, memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, dan menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketetntuan undang-undang ini. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik membahas permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Malpraktek Di Rumah Sakit Ditinjau Dari UU No.8 Tahun 1999 studi pada Rumah Sakit Elisabeth Medan”.

B. Rumusan Masalah