Prinsip-prinsip Dasar dari ACFTA sebagai Perjanjian Internasional

1. Prinsip-prinsip Dasar dari ACFTA sebagai Perjanjian Internasional

  Dalam Konferensi Wina tahun 1969 telah berhasil disepakati sebuah naskah perjanjian yang dikenal dengan nama “Vienna Convention on the Law of Treaties” atau Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian tahun 1969 (selanjutnya disingkat sebagai

  Konvensi Wina 1969) 236 . Konvensi Wina tentang perjanjian ini tidak hanya sekedar merumuskan kembali atau mengkodifikasikan hukum kebiasaan internasional dalam bidang

  perjanjian, melainkan juga merupakan pengembangan secara progresif hukum internasional tentang perjanjian 237 , namun demikian Konvensi Wina ini masih tetap mengakui eksistensi

  235 ACFTA Untungkan Pelayaran Asing”, www.bisnis.com, hlm 2.

  Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 (Vienna Convention 1969) mengatur mengenai

  Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional. Konvensi ini pertama kali open for ratification pada tahun 1969 dan baru entry into force pada tahun 1980. Sebelum adanya Vienna Convention 1969 perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral, diselenggarakan semata-mata berdasarkan asas-asas seperti, good faith, pacta sunt servanda dan perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di dalamnya. Singkatnya sebelum keberadaan Vienna Convention 1969 Perjanjian Internasional antar Negara diatur berdasarkankebiasaan internasional yang berbasis pada praktek Negara dan keputusan- keputusan Mahkamah Internasional atau Mahkamah Permanen Internasional (sekarang sudah tidak ada lagi) maupunpendapat-pendapat para ahli hukum internasional (sebagai perwujudan dari opinion juris)

  Vienna Convention 1969 dianggap sebagai induk perjanjian internasional karena konvensi inilah

  yang pertama kali memuat ketentuan-ketentuan (code of conduct yang mengikat) mengenai perjanjianinternasional. Melalui konvensi ini semua ketentuan mengenai perjanjian internasional diatur, mulai dariratifikasi, reservasi hingga pengunduran diri Negara dari suatu perjanjian internasional (seperti yangdilakukan AS, mengundurkan diri dari Vienna Convention 1969 pada tahun 2002 lalu). Dengan adanyakonvensi ini, perjanjian internasional antar Negara tidak lagi diatur oleh kebiasaan internasional namunoleh suatu perjanjian yang mengikat yang menuntut nilai kepatuhan yang tinggi dari negara anggotanyadan hanya bisa berubah apabila ada konsen dari seluruh Negara anggota Vienna Convention tersebut, tidak seperti kebiasaan internasional yang dapat berubah apabila ada tren internasional baru.

  hukum kebiasaan internasional tentang perjanjian, khususnya tentang persoalan-persoalan yang belum diatur dalam Konvensi Wina.

  a. PenggolonganKlasifikasi Perjanjian Internasional

  Hukum internasional tidak mengenal penggolongan atau klasifikasi secara formal, tetapi menurut doktrin yang dikemukakan para sarjana yang ternama memberikan perincian

  kedalam beberapa kelompok sebagai berikut 238 :

  1. Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu :

  1). Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal ini

  dapat dimaklumi karena negara merupakan subyek hukum internasional yang paling utama 239

  2). Perjanjian antar negara dengan subyek hukum internasional lainnya seperti negara

  dengan organisasi internasional atau dengan vatikan. 3). Perjanjian antara subyek hukum internasional selain negara satu sama lain, misalnya

  negara-negara yang tergabung dalam ACP (African, Carriban and Pacific) dengan MEE.

  2. Klasifikasi perjanjian dilihat dari para pihak yang membuatnya.

  1). Perjanjian bilateral, suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pihak (negara) saja dan

  mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya perjanjian mengenai batas negara.

  2). Perjanjian multilateral 240 adalah perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara)

  yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag) dimana hal- hal yang diaturnya pun lajimnya yang menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini

  digolongkan pada perjanjian “law making treaties 241 ” atau perjanjian yang membentuk hukum 242 .

  238 Mochtar.., Pengantar, 1996, Bandung, hal. 11

  F.A. Mann, Further Studies in International Law, Oxford: Clarendon Press 1990, hlm. 234

  240 Contoh produk hukum dari tipe perjanjian ini adalah WTO, dimana didalamnya terdapat annex yang mengatur tentang multilateral agreement, yang memiliki sifat law making treaties, dimana muncul kaedah

  hukum dari perjanjian tipe ini

  241 Pengertian harafiah law making treaties dalam buku Sinclair yang berjudul Impact of international trade, service and investment treaties on alcohol regulationadalah merujuk pada akibat hukum dari perjanjian

  tersebut dimana dalam perjanjian yang telah diratifikasi menimbulkan kaedah hukum yang mengikat yang tidak jarang menjadi sumber hukum dalam kasus-kasus tertentu sebagaimana yang telah di muat dalam buku J.G. Starke tentang salah satu sumber hukum internasional adalah perjanjian internasional

  F.A. Mann Op.cit., hlm. 115

  3. Perjanjian dilihat dari prosestahap pembentukannya.

  Perjanjian ini dibedakan atas dua golongan 243 1). Perjanjian yang diadakan melalui tiga tahap pembentukannya, yaitu perundingan,

  penandatangan dan ratifikasi dan biasanya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Menurut Mochtar perjanjian ini termasuk dalam istilah “perjanjian internasional atau traktat”.

  2). Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan

  penandatangan, diadakan untuk hal-hal yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Untuk golongan ini dinamakan “persetujuan atau

  agreement” 244 .

  4. Klasifikasi dari segi struktur. :

  1). Law making treaties 245 .

  Law making treaties merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedah-

  kaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum internasional, yang terbuka bagi pihak lain yang tadinya tidak turut serta dalam perjanjian, dengan kata lain tidak ikut dalam

  Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan korban perang 246 .