Rekomendasi Menanggulangi Efek negatif ACFTA dan Kebijakan Sebelum

5.Rekomendasi Menanggulangi Efek negatif ACFTA dan Kebijakan Sebelum

  Penandatangan Perjanjian Perdagangan Bebas Ke depan

  Pemerintah harus segera memperbaiki prasarana pendukung sektor industri di Indonesia khususnya dalam persoalan perbaikan infrastruktur dan kebijakan pendukung pertumbuhan sektor industri tersebut. Langkah itu bisa berupa penurunan biaya listrik untuk industri agar mereka bisa menekan biaya produksi serta pemberlakuan bea masuk bagi produk-produk tertentu yang berpotensi mematikan industri dalam negeri secara missal, seperti produk tekstil.

  Pemerintah bertugas untuk mendorong bagi perusahaan yang dapat memenangi persaingan, dan memberikan jalan keluar serta alternatif bagi perusahaan yang kalah bersaing dan pekerjanya mengganggur. Pemerintah perlu memberikan stimulus berupa insentif fiskal untuk mendukung industri, yaitu tarif pajaknya bisa diturunkan atau ditanggung pemerintah. Pemberian fasilitas pajak atau bea masuk DTP perlu dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan fasilitas tersebut terhadap kemajuan industri. Pemerintah juga dapat memberikan anggaran belanja berupa pemberian subsidi kepada pelaku usaha atau memberikan subsidi bunga kepada industri yang rentan terkena dampak negatif ACFTA.

  Upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah terkait dengan dampak negatif ACFTA yaitu memotong pajak untuk industri dalam negeri, memerangi pungutan liar terhadap industri, serta memberikan bantuan dan subsidi yang lebih besar kepada pengusaha, khususnya pengusaha industri kecil menengah agar bisa mempertahankan dan Upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah terkait dengan dampak negatif ACFTA yaitu memotong pajak untuk industri dalam negeri, memerangi pungutan liar terhadap industri, serta memberikan bantuan dan subsidi yang lebih besar kepada pengusaha, khususnya pengusaha industri kecil menengah agar bisa mempertahankan dan

  

  Penguatan daya saing global dilakukan pun harus dilkukan yaitu melalui penanganan isu domestik, meliputi: penataan lahan dan kawasan industri; pembenahan infrastruktur dan energi; pemberian insentif (pajak maupun non-pajak lainnya); dan membangun Kawasan. Beberapa usaha memang harus dijalankan sesegera mungkin, khususnya untuk melindungi pedagang dan industri kecil menengah dalam negeri. Pemerintah harus segera memperbaiki prasarana pendukung sektor industri kita khususnya dalam persoalan perbaikan infrastruktur dan kebijakan pendukung pertumbuhan sektor industri tersebut. Langkah itu bisa berupa penurunan biaya listrik untuk industri agar mereka bisa menekan biaya produksi serta pemberlakuan bea masuk bagi produk-produk tertentu yang berpotensi mematikan industri dalam negeri secara massal, seperti produk tekstil.

  Upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah memotong pajak untuk industri dalam negeri, memerangi pungutan liar terhadap industri, serta memberikan bantuan dan subsidi yang lebih besar kepada pengusaha, khususnya pengusaha industri kecil menengah agar bisa mempertahankan dan mengembangkan usaha. Pemerintah juga harus mendorong gerakan cinta produk dalam negeri. Hal itu sangat penting karena potensi konsumsi kita sangat besar. Apabila diarahkan pada produk-produk lokal maka akan membantu industri dan perekonomian pada umumnya. Hal ini harus didukung dengan kreasi, inovasi dan perbaikan mutu produk lokal supaya bisa menjadi prioritas konsumen dalam negeri. Selain itu, pemerintah telah mengkoordinasikan langkah-langkah secara komprehensif, holistik, dan tersistem guna mencari solusi terhadap kegagalan kebijakan ACFTA.

  Intinya, dari semua uraian di atas adalah bahwa Indonesia harus kreatif menemukan strategi-strategi baru untuk meminimalisir efek ACFTA tanpa melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization, WTO). Antara lain dengan maksimalisasi SNI (Standar Nasional Indonesia) di Kementerian Perdagangan. Maksimalisasi SNI ini dapat menghambat masuknya barang-barang yang tidak berkualitas ke Indonesia. Tim antidumping ataupun surcharge di Kementerian Perdagangan juga perlu dimaksimalkan fungsinya. Registrasi produk makanan, minuman dan obat-obatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) perlu diperketat untuk menahan masuknya makanan, minuman, dan obat- obatan yang tidak berkualitas. Penyeludupan barang yang masih amat tinggi, 30 perdagangan di Indonesia adalah ilegal dengan alasan untuk menghindari pajak dan karena tidak memiliki NPWP, harus segera disudahi. Strategi lain yang tidak melanggar WTO dalam menekan gempuran produk China ke Indonesia adalah dengan menetapkan peraturan agar setiap produk yang masuk ke Indonesia dilengkapi dengan penjelasan dalam bahasa Indonesia. Hal ini bukan saja untuk menahan laju impor produk asing ke dalam negeri tetapi juga berguna untuk menghindari penipuan.

  Apabila pekerjaan rumah yang besar itu dapat dikerjakan secara bersama-sama oleh semua lapisan masyarakat Indonesia dengan pemerintah, ini adalah momentum yang paling baik, saat ini semua negara sedang melihat Indonesia, sebuah negara pilihan untuk berinvestasi, promosi ini harus dikerjakan bersama. Memenangkan persaingan dengan China bukan persoalan mudah, apalagi Indonesia sempat mengabaikan mengerjakan pekerjaan rumah tangganya, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Untuk itu, Indonesia harus bekerja keras untuk menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih menumpuk itu termasuk penyelesaian segera UU Perdagangan yang selama 7 tahun masih berkutat dalam pembahasan. Indonesia selain membutuhkan UU Perdagangan juga membutuhkan UU

  Pengembangan Industri yang akan menjadi acuan kebijakan perdagangan dan industri nasional.

  Dibawah ini terdapat rekomendasi, solusi peran dan langkah kebijakan yang dapat dilakukan Indonesia dalam menghadapi perjanjian perdagangan bebas ACFTA dan untuk ke depannya, diantaranya :

  1. Pertama adalah dengan meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan China. Caranya adalah dengan memperbaiki masalah infrastruktur. Karena mustahil bagi Indonesia untuk bersaing dengan China bila tidak ditopang dengan infrastruktur

  yang memadai; 408

  2. Jika memang pemerintah tidak mampu berkompetisi dengan China untuk beberapa sektor perdagangan, maka strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan kebijakan safeguard, yakni pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Lima produk impor yang membanjiri pasar dalam negeri akhirnya dikenakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan atau safeguards (BMTP) selama 3 tahun ke depan, sehingga diharapkan mampu meredam impor produk itu setelah sebelumnya mengakibatkan kerugian serius bagi produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, atau secara langsung bersaing dengan barang impor itu. Kelima produk impor yang dikenakan BMTP itu adalah produk tali kawat baja (steel wire ropes) bernomor pos tarif 7312.10.90.00, tali kawat baja (steel wire ropes) bernomor pos tarif 7312.10.10.00, kawat seng (7217.20.10.00), kawat bindrat (7217.10.10.00), dan kain tenun dari kapas (woven fabrics of cotton, bleached and un bleached) bernomor pos tarif 5208.11.00.00; 5208.12.00.00; 5208.13.00.00;

  408 Asrudin, ACFTA : Dua Persoalan, empat solusi, kolom ekonomi, Selasa 3 mei 2011

  5208.19.00.00; 5208.19.00.00; 5208.23.00.00; 5208.29.00.00; 5209.29.00.00; 5210.11.00.00; 5211.11.00.00; dan 5212.11.00.00 (Bisnis Indonesia, 31 Maret 2011);

  3. Solusi complementary. Seperti apa yang dikatakan oleh A Prasetyantoko (analis kebijakan dari Center for Financial Policy Studies), Indonesia perlu memperhatikan struktur produksi dan ekspor mana yang berbeda dari China. Jadi apa yang tidak di produksi di China, maka produk itu dapat dijadikan produk ekspor andalan Indonesia ke China. Itulah yang disebut dengan solusi complementary atau kebijakan perdagangan yang saling melengkapi antara Indonesia dengan China;

  4. Voluntary export restraint (VER). Solusi ini pernah dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) ketika negaranya diserbu oleh produk-produk dari China. Dengan VER, AS dapat meminta China untuk secara sukarela membatasi ekspornya ke AS. Indonesia dengan China dapat melakukan hal serupa dengan VER yang memungkinkan China agar mau membatasi ekspornya ke Indonesia. Caranya adalah dengan meminta China mencabut subsidi ekspor dan membeli lebih banyak lagi dari Indonesia. Diharapkan dengan hal ini dapat kembali ke titik keseimbangan perdagangan (balance of trade) yang menguntungkan bagi kedua pihak;

  5. Mendorong negara lain untuk membuka pasarnya untuk Indonesia, karena Indonesia sudah membuka pasar yang seluas-luasnya bagi produk asing. Tugas Indonesia adalah mendorong negara lain untuk open market (memasukan klausul dalam ACFTA maupun perjanjian perdagangan bebas sehingga jika pemerintah Indonesia telah open market, maka negara lain demikian juga);

  6. Memberikan insentif kepada pelaku usaha Indonesia agar orientasi ekspor, dengan hal ini diharapkan para pelaku usaha Indonesia akan mempunyai mindset untuk melakukan ekspor;

  7. Melakukan harmonisasi tarif bea masuk (BM) pos tarif untuk produk hulu dan hilir, sehingga diharapkan akan memacu investasi dan daya saing;

  8. Melakukan revisi terhadap semua kebijakan standar nasional Indonesia (SNI) yang sudah kadaluarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu menotifikasikan ke WTO;

  9. Menerapkan SNI dan National Single Window pada sektor-sektor strategis di Indonesia. Tetapi untuk SNI yang perlu diwaspadai adalah China telah membeli 6.779 SNI yang telah ditetapkan oleh BSN, sehingga negara tersebut dapat memproduksi semua produk Indonesia yang telah memiliki SNI;

  10. Memaksimalkan kebijakan hukum, seperti Antidumping, Countervaling duty dan safeguard. Yang menjadi masalah di Indonesia adalah kebijakan antidumping memakan waktu dan proses yang cukup lama dan sangat berbelit, hampir memakan waktu sekitar 9 bulan. Di lain sisi Brazil dan Turki hanya memakan waktu 3 bulan

  untuk menerapkan kebijakan anti dumping 409 dan countervailing duty;

  11. Memberikan edukasi kpd masyarakat utk lebih mencintai produk dlm negri sambil terus menigkatkan mutu dr produk2 dlm negeru agar lebih berkualitas menjadi tuan rumah di negeri sendiri;

  12. Berantas dan meminimalkan variabel ekonomi biaya tinggi seperti pungutan liar dlm penentuan harga jual produk. Faktor ini selain persoalan teknologi industri kita yg masih jauh tertinggal masalah subsidi pemerintah yg terlalu "memanjakan" produk Indonesia, menempati persoalan utama yg menghantui para produsen di Indonesia. Oleh karenanya, pemberantasan bermacam bentuk korupsi, termasuk pungli, harus terus dilakukan;

  409 Raj Bhala. International Trade Law : “Theory and Practice. LEXIS Publishing, Second Edition Vol. 1 and Vol.2”, New Yprk, 2011, hlm. Lvi.

  13. Menciptakan hambatan-hambatan non-tarif. Seperti standarisasi produk asing yg boleh masuk Indonesia. Termasuk di dlmnya sertifikasi halal tidak hanya thd produk makanan kosmetik, tetapi juga thd produk tekstil, obat-obatan, dan sebagainya. Jika tekstil obat-obatan China mengandung zat berbahaya diharamkan maka kita berhak menolaknya;

  14. Perlunya Peraturan Daerah (Perda) dalam menghadapi ACFTA, seperti yang dilakukan Pemprov Jabar;

  15. Memaksimalkan renegosiasi modifikasi penurunan tarif dengan China, misalnya ada beberapa pos tarif yang diusulkan untuk dapat dilaksanakan di tahun mendatang;

  16. Survei Kemen-perin menunjukkan adanya indikasi persaingan tidak seimbang antara produk dalam negeri dan China. Survei itu antara lain menemukan indikasi tindakan dumping pada 38 produk yang diimpor dari China melalui skema ACFTA. hasil survei tersebut juga dijadikan pedoman bagi program kerja berikutnya untuk memperkuat sektor yang sudah tersaingi oleh produk China sejalan dengan pemberlakuan ACFTA. Untuk itu perlu optimalisasi mekanisme untuk complain, tim koordinasi penanggulangan hambatan industri dan perdagangan perlu bergerak cepat jika memang ditemukan dumping ataupun ketidak-fair-an di dalam perdagangan bebas;

  17. Optimalkan Agreed Minutes yang telah disepakati. Agreed Minutes of the Meeting for

  Further Strengthening Economic and Trade Cooperation adalah kesepakatan kedua

  pemerintah (Indonesia dengan China) terhadap sejumlah langkah bersama yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sektor sektor tertentu di Indonesia yang terkena dampak dari ACFTA , seperti tekstil dan produk tekstil, serta besi dan baja. Dalam Agreed minutes tersebut telah disepakati: kedua pemerintah (Indonesia dengan China) terhadap sejumlah langkah bersama yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh sektor sektor tertentu di Indonesia yang terkena dampak dari ACFTA , seperti tekstil dan produk tekstil, serta besi dan baja. Dalam Agreed minutes tersebut telah disepakati: kedua

  18. Indonesia masih kuat di sektor agrobisnisnya. Untuk itu perlu digenjot produk-produk agrobisnis dan agro industri seperti kelapa sawit, karet alam, kakao, rempah-rempah, produk Biofarmaka, pulp dan kertas, kopi, minyak atsiri tanaman obat, gambir dan rotan. Juga komoditas non komplementer potensial seperti buah-buahan tropika (mangga, nenas, pisang, durian, manggis, rambutan, pepaya), sayuran tropika khusus(kacang panjang, nangka, labu siam, kangkung), ikan tangkap, udang, rumput laut dan makanan olahan khas Indonesia;

  19. Mereformasi lembaga-lembaga pemerintahan untuk memperbaiki pelayanan publik serta menghilangkan pungutan liar yang membuat ekonomi biaya tinggi. Selain itu mempercepat perbaikan infra struktur jalan, menumbuhkembangkan sektor riil dan mengkampayekan kecintaan pada produk dalam negeri di semua kalangan merupakan solusi lain yang sama pentingnya untuk pemerintah;

  20. Perjanjian perdagangan bebas ACFTA juga akan membawa keuntungan bagi Indonesia misalnya harga barang dan produk menjadi lebih murah, pilihan ragam konsumsi menjadi semakin banyak, peluang untuk mendorong produksi produk atau barang komplemen yang tidak mampu dihasilkan oleh China.

  21. Meningkatkan capacity building untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri, yang juga akan dikaitkan dengan infrastruktur;

  22. Melanjutkan kebijakan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) No 56 Tahun 2008 yang mengatur pembatasan pintu masuk pelabuhan untuk lima produk tertentu yaitu alas kaki, barang elektronik, mainan anak-anak, garmen serta makanan dan minuman.

  23. Kebijakan mengantisipasi maraknya penyelundupan barang ke dalam negeri.

  24. Diperlukan suatu badan yang bertugas menghantar Indonesia menuju era perdagangan bebas ACFTA. Prinsipnya, badan ini memastikan kemampuan dan persiapan bangsa ini menjadi memadai menghadapi persaingan bebas, terutama dengan China. DPR sendiri merasa perlu membentuk panitia kerja setelah melihat proses persiapan ACFTA, pemerintah tidak siap dan tak transparan;

  25. Membatasimelarang ekspor bahan baku mentah untuk mencukupi kebutuhan energi bagi industri dalam negeri sehingga dapat mendorong tumbuhnya industri pengolahan ditingkat hulu sekaligus memperkuat daya saing industri lokal;

  26. Indonesia perlu membangun keunggulan berkelanjutan dan jangka panjang (sustainability competitiveness). Perlu melibatkan dan bekerja sama dengan semua pihak, termasuk pelaku ekonomi swasta dan legislatif agar cara pikir lama dapat ditransformasikan ke cara pikir masa depan menghadapi ACFTA;

  27. Pembangunan infrastruktur pelabuhan mengingat perdagangan banyak melewati laut (sekitar 40 persen), juga terutama kelistrikan menjadi mutlak dan tidak bisa ditunda- 27. Pembangunan infrastruktur pelabuhan mengingat perdagangan banyak melewati laut (sekitar 40 persen), juga terutama kelistrikan menjadi mutlak dan tidak bisa ditunda-

  28. Melihat model negara tetangga dalam menghadapi ACFTA sebagai perbandingan, dan mengambil sisi positif dari kebijakan yang diambil negara tetangga dalam menghadapi dampak ACFTA;

  29. Melakukan efisiensi biaya produksi lebih diperlukan untuk memenangkan persaingan dalam ACFTA, ketimbang proteksi produksi dalam negeri;

  30. Mendorong dunia usaha agar dapat bersaing dalam era ACFTA, maka pemerintah juga harus membantu dengan memberikan bunga pinjaman murah serta memperbaiki infrastruktur kelistrikan;

  31. Membuat kebijakan hukum yang berpihak kepada pengusaha nasional;

  32. Pengadaan barang dan jasa dengan penggunaan produk dalam negeri. Perlu kebijakan berupa Keputusan Menteri dan Keputusan Presiden terkait keberpihakan pada penggunaan produk dalam negeri, keputusan tersebut tidak hanya barang ekspor barang mentah tetapi juga barang jadi;

  33. Mengefektifkan fungsi Komite Anti dumping dan menangani setiap kasus dugaan praktek dumping dan pemberian subsidi secara langsung oleh negara mitra dagang;

  34. Mengefektifkan fungsi Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam menanggulangi lonjakan barang impor di pasar dalam negeri;

  35. Meningkatkan lobi pemerintah untuk mengamankan ekspor Indonesia antara lain dari ancaman dumping dan subsidi oleh negara mitra dagang;

  36. Perlunya menanamkan pola pikir pada masyarakat agar tidak selalu memilih barang yang harganya murah yang berasal dari luar negeri, tetapi kualitasnya rendah, pihak pemerintah agar tidak selalu mengekspor bahan baku, tetapi mengekspor barang setengah jadi atau barang jadi, agar bisa menciptakan lapangan kerja;

  37. Restrukturisasi skema perdagangan bebas ASEAN-China

  38. Diperlukan badan yang bersifat extraordinary untuk mengawasi transisi. Badan itu berfungsi memastikan koordinasi standardisasi produk, legalisasi di dunia usaha dan investasi, hingga pengawasan persaingan usaha berjalan dalam suatu sistem. Badan ini juga akan menjadi trouble shooter dari hambatan birokrasi dan koordinasi antar

  instansi, khusus menghadapi ACFTA. 410 Situasi di era ACFTA ini harus ditangani secara serius karena dampak salah kebijakan akan fatal bagi masa depan bangsa