: AGREEMENT ON INVESTMENT ACFTA

SKEMA 4 : AGREEMENT ON INVESTMENT ACFTA

  ACFTA

  Definition and

  Agreement on

  objectives

  Investment

  ( Chapter I )

  Principles :

  1. National Treatment

  2. Most favored nation

  3. Treatment on investment

  4. Expropriation

  5. Transparancy

  6. Promotion of

  Salah satu bagian dari Perjanjian ACFTA adalah perjanjian dalam bidang investasi atau yang lebih sering didengar sebagai Agreement on Investment. Agreement on Investment atau Salah satu bagian dari Perjanjian ACFTA adalah perjanjian dalam bidang investasi atau yang lebih sering didengar sebagai Agreement on Investment. Agreement on Investment atau

  Masuk kedalam substansi dari perjanjian itu sendiri, pada awal perjanjian tersebut di article 4 agreement on investment tersebut terdapat suatu klausul yang m\berisikan dengan asas prinsip umum National Treatment, yang berisikan :

  “Each Party shall, in its territory, accord to investors of another Party and their investments treatment no less favourable than it accords, in like circumstances, to its own investors and their investments with respect to management, conduct, operation,

  maintenance, use, sale, liquidation, or other forms of disposal of such investments” 323

  Atau bisa diartikan kurang lebih bahwa antara investor dalam negri dan investor luar negeri dari Negara anggota wajib diperlakukan sama oleh Negara tersebut, tidak diperbolehkan adanya perbedaan perlakuan atau memperlakukan investor dalam negri lebih istimewa

  dibandingkan Negara lain. 324 Melihat hal tersebut dengan kata lain memposisikan kedudukan investor Indonesia dengan investor asing dari Negara-negara maju anggota seperti Singapura

  ataupun China itu sendiri.

  322 Asean Web. 2010. “Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between ASEAN and the People’s Republic of China. Phnom Penh, 4 November 2002”. Dalam ASEANWEB,

  file;E\ACFTA\13196.htm.

  323 Lihat article 4 agreement on investment 324 ibid

  Grafik diatas merupakan data mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam hal investasi, kondisi tersebut dimana kondisi investor Indonesia yang masih menerima fasilitas investasi dari Negara Indonesia itu sendiri, sebelum adanya AFCTA, sbelum adanya prinsip National Treatment, dimana mempersamakan kedudukan investor asing dan dalam negri dalam hal perlakuan.

  Guna memperjelas dari adanya dampak negatif national treatment, penulis mencoba memunculkan sebuah precedent dari adanya dampak negative asas tersebut, U.S. Malt

  Beverages case 325 , dalam kasus ini antara Canada dan U.S meributkan tentang produk alcohol Canada yang dinilai di diskriminasikan oleh Negara bagian Missisipi, karena Negara bagian

  Missisipi mengalami kerugian akibat adanya Impor barang dari Canada akibat adanya dari

  325 Report of the Panel adopted on 19 June 1992, GATT, BISD 39S206; see also Pescatore, Davey and Lowenfeld, supra note 31, at DD881 325 Report of the Panel adopted on 19 June 1992, GATT, BISD 39S206; see also Pescatore, Davey and Lowenfeld, supra note 31, at DD881

  convention 326 .

  Jika dibandingkan dengan ACFTA Indonesia, penulis mempersamakan Negara Indonesia dengan Negara bagian missisipi dimana serangan-serangan investor dari Negara asing membuat Indonesia mengalami suatu kekurangan-kekurangan atau kerugian-kerugian yang signifikan.

  Ada indikasi yang cukup kuat bahwa pemerintah tidak mempersiapkan secara matang untuk meraih peluang positif dari pemberlakuan ACFTA sehingga sejak diterapkannya ACFTA di Indonesia di awal tahun 2010, perjanjian ini menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan, khususnya di kalangan sektor industri dan pasar domestik. Sebagai contoh sektor yang dinilai tidak siap dalam menghadapi ACFTA yaitu pada sektor non migas dan produk olahan seperti tekstil, elektronik dan pertanian. Hampir seluruh sektor komoditas ekonomi Indonesia dibanjiri oleh produk asal China yang harganya relatif lebih murah sehingga konsumen dalam negeri lebih produk-produk asal China daripada produk dalam negeri. Dengan semakin besarnya produk China yang masuk dinilai dapat mematikan daya saing pasar domestik di dalam negeri sendiri

  Kuatnya iklim investasi China yang begitu membawa dampak besar pada kawasan ASEAN, khususnya bagi Indonesia. Hal tersebut membuat pasar domestik di Indonesia

  326 In panel’s view, even if the wine produced from the specified variety of grape were to be considered unlike other wine, the two kinds of wine would still have to be regarded as “directly competitive” products in

  terms of Article III:2, second sentence, and the imposition of a higher tax on directly competing imported wine so as to afford protection to domestic production would have been inconsistent with that provision.

  menjadi sangat tidak berimbang. Fenomena menarik tentang hal tersebut terjadi pada sektor non migas dan produksi barang olahan, dimana banyak label merk China telah bersaing dengan produk lokal maupun 327 negara pemasok lainnya. Dan bahkan produk mainan anak buatan China juga telah menguasai produksi mainan di pasar Indonesia.

  Dalam tiga tahun terakhir telah terjadi ketidakseimbangan neraca perdagangan ekspor impor antara Indonesia dengan China. Perbandingan neraca ekspor dan impor nonmigas antara Indonesia dan China selalu menunjukkan angka defisit. Data Bank Indonesia (Mei 2009) menyebutkan bahwa pada tahun 2006 Indonesia mengalami defisit sebesar US 0,993 milyar.

  Pada tahun 2007 jumlahnya naik mencapai US 2,708 milyar, bahkan pada tahun 2008 angka tersebut meningkat tajam mencapai US 7,898 milyar. Selama tahun 2009 China menjadi negara pemasok barang impor nonmigas terbesar dengan nilai US 12,01 milyar

  (BPS, 2010). 328 Data lain yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sepanjang Januari-November 2010, neraca perdagangan sektor non-migas Indonesia dengan

  China mengalami defisit US 5,32 milyar. Jumlah ini jauh lebih besar dibanding periode sama 2009 yang sebesar US 4,29 milyar 329 .

  Berlanjut ke substansi berikutnya dalam agreement on investation article V 330 , klausul ini menyebutkan bahwa:

  “Each Party shall accord to investors of another Party and their investments treatment no less favourable than that it accords, in like circumstances, to investors of any other Party or third untry andor their respective investments with respect to admission, establishment, acquisition, expansion, management, conduct, operation, maintenance, use, liquidation, sale, and other forms of disposal of investments”

  327 Dokumen Subdit Kerjasama Intra Antar Regional, Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen KPI, Kementerian Perdagangan RI, “ Kerjasama ASEAN-China Free Trade Area.

  328 .Pertanian Indonesia Terancam ACFTA: Hancur Diterpa Impor, Buntung karena Ekspor. Tersedia dalam http:www.spi.or.id?p=1799 Diakses pada tanggal 28 Februari 2011

  329 http:swingingme.wordpress.com20110217evaluasi-china-asean-free-trade-AreaDiakses tanggal 1 Maret 2011

  330 lihat article V ACFTA agreement on investation

  Dapat diartikan bahwa setiap Negara harus memperlakukan satu Negara dengan Negara lain anggota perjanjian tersebut sama, tidak boleh ada perbedaan perlakuan, baik bagi Negara berkembang ataupun Negara maju, pemberlakuan kebijakan tidak boleh memberika keuntungan bagi satu Negara tertentu saja, tetapi harus sama satu Negara dengan yang lain. Asas ini jelas memberikan suatu kerugianb bagi Indonesia yang notabene sebagia Negara berkembang, adanya perlakuan barang-barang dari China dengan barang-barang dari Indonesia jelas merugikan bagi Indonesia.

  Untuk memperjelas kerugian Indonesia penulis akan memunculkan teori Keunggulan komparatif. Competitive Advantages atau keuntungan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang berubah adalah ekonomi dunia, lingkungan domestik dan teknologi.

  Para ekonom kelembagaan berpendapat bahwa kekayaan (wealth) berarti kesejahteraan manusia yang tidak hanya berarti materiil lahiriah semata-mata, tetapi mengandung aspek non materiil. Mereka tidak yakin akan kebenaran teori klasik dari Adam Smith yang mengatakan bahwa asal setiap unit ekonomi melakukan tindakan rasional, mengusahakan posisi optimalnya, maka mekanisme pasar akan menghasilkan keadaan yang seimbang, pada posisi optimal, yang sama dengan full employment.

  John R. Commons (1936) dalam bukunya yang berjudul Institutional Economics 331 mengemukakan pentingnya kerjasama setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk mencapai tujuan bersama. Untuk menghindari konflik antara kepentingan individu dan kepentingan bersama dengan apa yang disebut “pengendalian bersama” (collective controls), yang mempunyai tugas dalam mengawasi proses tawar-menawar dan harga serta transaksi yang dijalankan oleh para manager dan rationing (penjatahan).

  Pada dasarnya setiap negara akan menghadapi keterbatasan wilayah, karena setiap negara mempunyai batas-batas geografis yang diakui oleh dunia. Artinya tata hubungan antar bangsa, tidak dibenarkan satu negara dengan semena-mena menguasai wilayah negara lain. Selanjutnya dikatakan bahwa keterbatasan wilayah menyebabkan setiap negara berusaha menggunakan sumberdaya yang dikuasai secara optimum untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.

  Tidak ada kegiatan antarbangsa di dunia yang lebih sering atau lebih permanen daripada perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah hal yang paling mencerminkan interpendensi antar negara tanpa banyak menghiraukan perbedaan politik di antara mereka. Seperti halnya Indonesia dengan China, dengan adanya suatu kesepakatan bersama antara China dengan negara-negara ASEAN dalam perdagangan bebas regional yang tercakup dalam ACFTA tentang penurunan maupun penghapusan tarif barang yang masuk antar negara-negara yang terlibat dalam kesepakatan ACFTA telah menjadikan kedua negara tersebut semakin erat dalam menjalankan hubungan perdagangannya. Karena dengan menjalin hubungan kerjasama regional dengan ASEAN dan China, Indonesia akan mendapatkan kemitraan dalam berbagai bidang dan aspek bukan hanya dengan China namun juga dengan negara-negara ASEAN lainnya.

  331 John R. Commons (1936) dalam bukunya yang berjudul Institutional Economics, hlm 22

  Namun dalam menghadapi kerjasama perdagangan bebas tersebut persaingan dagang antar negara semakin kompetitif. Dengan semakin kompetitifnya persaingan tersebut, sehingga dibutuhkan strategi-strategi terhadap penguatan daya saing global untuk menghadapi persaingan serta mampu meningkatkan daya kompetitif Indonesia terhadap negara lain. Sehingga setiap negara cenderung memperkuat diri sendiri baik secara ekonomi, politik maupun militer, karena anggapan bahwa negara lain setiap saat bisa menjadi ancaman terhadap perekonomian mereka. Penduduk suatu negara tidak dapat dengan bebas melakukan perpindahan dari satu negara ke negara lain, yang berarti akumulasi keunggulan daya kerja yang dimiliki suatu negara hanya dapat dikembangkan secara dominan di negaranya sendiri. Itu juga berarti bahwa negara menghadapi keterbatasan daya tenaga kerja manusia. Karena itu dengan memaksimalkan potensi dalam negeri menjadi solusi permasalahan ruang lingkup

  daya kerja manusia ini. 332

  Neraca Perdagangan Indonesia China Tahun 2004-2009

  No Tahun

  Ekspor ke China

  Impor dari China

  Neraca

  (USD Juta)

  (USD Juta)

  (USD Juta)

  Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

  332 Drs. Hendra Halwani, M.A. dan Dr. Prijono Tjiptoherijanto, ‘Perdagangan International Peendekatan Ekonomi Mikro dan Makro’, (Jakarta: Ghalia Indonesia ,1993), hlm 35.

  Melihat tabel diatas dan dengan parameter teori keunggulan komparatif tadi, dapat dengan jelas kita melihat bahwa Indonesia mengalami kerugian dalam hal keunggulan komparatif dengan china, sehingga pelaksanaan asas Most favored nation sangatlah dilihat tidak dapat diterima bagi Indonesia

  Total Produktivitas Negara ASEAN Menurut Tahun

  Philipine Singapore Thailand Vietnam

  1980-1988 -0,32

  1985-1989 -0,47 0,20 0,49 1,25 3,66 2,02 1990-1994 0,82 3,36 -1,68 2,33 2,14 4,12 1995-1999 -3,66

  0,32 1,03 -0,41 -2,16 3,22

  1980-2000 -0,80

  Sumber: Survei Report APO, 2004

  Tabel diatas dapat memperlihatkan produktifitas Indonesia dibanding negara lain yang dapat dengan jelas dilihat adanya kerugian dengan menerapkan suatu penyamarataan dan merupakan tidak adil bagi Indonesia itu sendiri.