Secara Hukum Indonesia sulit untuk mundur dari Perjanjian ACFTA

c. Secara Hukum Indonesia sulit untuk mundur dari Perjanjian ACFTA

  Ketentuan yang menyebutkan perjanjian ACFTA diberlakukan pada tahun 2010

  terdapat pada Pasal 8 Ayat (1) Kerangka Perjanjian. Meskipun penundaan keberlakuan perjanjian ACFTA dimungkinkan, tetapi akan sulit dilakukan oleh Indonesia, karena :

  1. Indonesia menandatangani Perjanjian Perdagangan Barang bersama negara-negara ASEAN yang telah tergabung dalam Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA). Artinya, Indonesia tidak dalam kapasitas sebagai sebuah negara di ASEAN, tetapi atas dasar bagian dari AFTA. Oleh karena itu, penundaan, bila diinginkan harus melalui dua tahapan, antara lain :

  a. Meyakinkan negara-negara ASEAN agar ASEAN mau meminta penundaan kepada China.

  b. ASEAN yang telah satu suara dalam penundaan untuk Indonesia bernegosiasi dengan China agar Perjanjian Perdagangan Barang ditunda keberlakuannya. Proses ini akan sangat sulit dan memakan waktu, padahal keberlakuan dari Perjanjian Perdagangan Barang saat ini sudah berlangsung.

  295 Daniel R.Fischel. The Law and Economics of Dividend Policy. Virginia Law Review 67(4) 1981, hlm 699-726.

  296 Pemaparan Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Kerja ACFTA dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR RI, Rabu (201). Porsi t erbesar (91 persen) pe n e ri ma a n pem e r i n t ah at a s l ab a B UM N s a at

  i n i b e ras al d a ri BUMN sektor pertambangan, jasa keuangan dan perbankan dan telekomunikasi. BUMN t e r s e bu t m em b u tu h k an i mp o r b ar a ng mo d al ya ng cu k up s ig ni f ik an d an d ap a t m e n ju al sebagian produknya ke pasar China.

  2. Penundaan akan masuk dalam klausul amandemen. Keinginan Indonesia untuk menunda jangka waktu ataupun sektor tertentu akan masuk dalam kategori mengamandemen ketentuan Pasal 8 Kerangka Perjanjian. Dalam Kerangka Perjanjian memang diatur apabila ada pihak yang hendak mengamandemen isi dari perjanjian. Ini diatur dalam Pasal 14 yang menyebutkan, "Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini dapat dimodifikasi melalui amandemen yang disetujui bersama secara tertulis oleh para pihak". Kesulitan terletak pada kenyataan bahwa amandemen harus dilakukan oleh semua negara ASEAN dengan China meskipun untuk hubungan yang bersifat bilateral. Preseden mengenai hal ini pernah terjadi. Pada 8 Desember 2006, kerangka Perjanjian telah diamandemen terkait masalah bilateral antara Vietnam dan China. Amandemen ini tertuang dalam Protokol untuk Amendemen Kerangka Perjanjian mengenai Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara dan Republik Rakyat China (Protocol to Amend the Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between Association of South East Asian Nations and People's Republic of China). Meskipun yang diatur bersifat bilateral, tetapi perjanjian untuk mengamandemen harus dilakukan oleh semua negara ASEAN dengan China.

  3. Apabila Indonesia berkeras untuk tidak memberlakukan Perjanjian Perdagangan Barang, sementara China tidak menyetujuinya, ini bisa berujung pada sengketa. Sengketa terkait dengan Perjanjian Perdagangan Barang telah mendapat pengaturan, yaitu dalam Pasal 21 yang menyebutkan, "Perjanjian tentang Mekanisme Penyelesaian Sengketa antara ASEAN dan China akan berlaku untuk Perjanjian ini". Mekanisme penyelesaian sengketa telah mendapat pengaturan dalam Perjanjian

  Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Agreement) yang ditandatangani pada tanggal 29 November 2004 oleh ASEAN dan China. Kendati belum pernah dimanfaatkan, penyelesaian sengketa tentu akan memakan waktu dan energi. Bagi Indonesia, pilihan yang realistis meski harus dibayar mahal adalah memberlakukan ACFTA sesuai Kerangka Perjanjian dan Perjanjian Perdagangan Barang. Namun, Indonesia harus dapat memanfaatkan ACFTA untuk keuntungannya dan tidak sebaliknya. Indonesia juga harus memanfaatkan ketentuan-ketentuan yang tersedia untuk melindungi industri dalam negeri.

  4. Negosiasi yang dilakukan Pemerintah atas pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) tidak akan mengubah keberlakuan perjanjian internasional tersebut. Kalaupun China setuju atas usul Indonesia, pembatalan perjanjian tak mungkin dilakukan jika negara anggota ASEAN lainnya tidak setuju.

  5. Hal yang dapat dilakukan Pemerintah adalah renegosiasi. Tetapi bukan untuk membatalkan perjanjian, melainkan untuk meminimalisir kesulitan yang dihadapi produk lokal akibat perdagangan bebas ASEAN dan China. Perjanjian itu membuka keras seluas-luasnya bagi produk China dan negara ASEAN lain ke pasar domestik Indonesia