Liberalisasi Perdagangan Bilateral dan Regional serta Implikasinya Bagi Indonesia

3.Liberalisasi Perdagangan Bilateral dan Regional serta Implikasinya Bagi Indonesia

  Tabel 1. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia Periode Kebijakan

  1948-1966

  Ekonomi nasionalis, nasionalisasi perusahaan Belanda

  1967-1973

  Sedikit liberalisasi perdagangan

  1974-1981

  Substitusi impor, booming komoditas primer dan minyak

  1982-sekarang Liberalisasi perdagangan dan orientasi ekspor

  Sumber: Nurhemi, Kerjasama Perdagangan Internasional, 2007

  Pada era pasca kemerdekaan tahun 1948 sampai dengan 1966 banyak dilakukan nasionalisasi aset-aset Belanda oleh presiden Soekarno, perkembangan investasi dan perekonomian relatif belum sepenuhnya bagus, memasuki tahun 1967 sampai dengan 1974, periode ini banyak ditandai dengan perubahan orde maka terjadi perubahan perekonomian

  210 Wollcock describes WTO-plus as an RTA which applies non-discrimination principle beyond the obligations undertaken in the WTO. He stresses that RTAs may create regional preferences if they do not extend

  non discrimination (most favoured nation and national treatment) to third countries. See Stephen Wollcock: “A Framework for Assessing Regional Trade Agreements: WTO-plus”, in Gary P. Sampson and Stephen Wollcock, ed.: Regionalism, Multilateralism, and Economic Integration: The Recent Experience. United Nations University Press, Tokyo, 2003, hlm. 19.

  211 WTO Trade Policy Review of Indonesia: Replies to Questions Raised by Argentina, 27 and 30 June

  Indonesia lebih terbuka yang berorientasi pada perekonomian dan perdagangan bebas. Memasuki periode 1974 sampai dengan 1981, era ini ditandai booming beberapa komoditas primer, seperti kayu, karet dan lain-lain serta komoditas minyak dan gas di Indonesia. Pada periode yang sama Inonesia banyak mengimpor barang modal. Sedangkan pada masa orde yang sama tahun 1982 sampai sekarang masih menerapkan perokonomian terbuka dan liberalisasi perdagangan dengan senantiasa mengedepankan orientasi ekspornon migas.

  Kebijakan ekonomi asing saat ini dan telah lama menjadi instrumen strategis yang digunakan oleh kekuatan besar dalam berhubungan antar satu dengan lainnya. 212 Praktek

  perdagangan internasional antar bangsa tidak lebih dari penggunaan ekonomi asing untuk mewujudkan tujuan selain semata-mata mereka memaksimalkan kesejahteraan bangsa atau

  kelompok kepentingan. 213

  Deadlock perundingan Doha meningkatkan hubungan bilateral dan regional, tetapi liberalisasi perdagangan bilateral dan regional hanya menghasilkan implikasi positif jika outcome nya adalah Trade Creation. Tetapi dilain sisi, perjanjian perdagangan bebas bilateral dan regional menjadi kendala jika yang dihasilkan adalah Trade Diversion. Trade Creation terjadi apabila terjadi perdagangan yang saling melengkapi atau komplemeter, tetapi UNSP Comtrade Database menunjukan kebanyakan produk perdagangan dari anggota AFTA sama dan memiliki kemiripan, tidak hanya di komoditas, tetapi juga tujuan ekspor (Export destination)

  Semenjak pembentukan AFTA tidak meningkatkan spesialisasi diantara anggota negara nya, formasi FTA telah gagal untuk meningkatkan comparative advantage keunggulan komparatif diantara para anggotanya. Database juga menunjukan bahwa alur dan

  212 Lihat Lars S. Skalnes, Politics, Markets, and Grand Strategy: Foreign Economic Policies as Strategic Instruments 1 (2000)

  213 Lihat id. at hlm. 10.

  flow perdagangan antara anggota ASEAN sejak AFTA didirikan pada tahun 1992 tidak menunjukan hasil dan peningkatan yang signifikan. Seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

  Sumber :UNSP, Comtrade Database, adjusted by P. J. Sadewa, 2006

  Jika masalah nya terjadi seperti ini, dapat disimpulkan fenomena yang terjadi bahwa eksistensi AFTA dilakukan berdasarkan pertimbangan non ekonomi. AFTA telah bertahan untuk mendukung keberlanjutan dari ASEAN. Dilema dari 18 anggota AFTA adalah apakah perdagangan cukup bernilai, berharga dan bermanfaat bagi masing-masing negara. Jawabannya adalah berdasarkan fondasi dasar dari AFTA, dimana didirikan tidak berdasarkan Article XXIV: 8 (b) of the General Agreement on Tariffs and Trade, tetapi ditemukan pada Tokyo Round enabling clause. Tokyo Round enabling clause stipulated bahwa PTA hanya diterapkan diantara negara berkembang. Sehingga dapat disimpulkan dengan melihat perdagangan dan tujuan eksport, kebanyakan anggota AFTA adalah

  kompetitor, tidak saling komplementer. 214

  214 Diunduh dari http:www.bapepam.go.idpasar_modalpublikasi_pmannu al_report_pm2009AR_BAPEPAM-LK_2009.pdf

  Sumber: Edwrd, 2011

  Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEAN masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional. Faktor lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata sering diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsur pemerintah di semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi menampilkan sisi buruk yang dapat mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dunia.

  Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional. Miliaran dolar Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional. Miliaran dolar