DESAIN FUNITURE KURSI BELAJAR UNTUK ANAK HIPERAKTIF DALAM MENGEFEKTIFKAN PEMBELAJARAN
DESAIN FUNITURE KURSI BELAJAR UNTUK ANAK HIPERAKTIF DALAM MENGEFEKTIFKAN PEMBELAJARAN
Hartini 1 , Heni Mularsih 2
1 Jurusan Desain Interior, Universitas Tarumanagara Jakarta [email protected]
2 Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta [email protected]
ABSTRACT
The right media furniture can help children with special needs, especially hyperactive children in learning in the classroom. However, the fact that the media furniture has not been facilitated by the school children in Children Hyperactive children who study in public schools, one of which is SDIT “Y” in Cipondoh. The problems encountered are hyperactive children seen in (1) the presence of Hyperactive Children who behave disrupt in following the learning in the regular class, (2) the school's lack of understanding that the Hyperactive Children need special facilities in accordance with the conditions. The purpose of the Team performing community service activities is to assist the school in facilitating the needs of the Hyperactive Children in improving the learning attentions by making the special furniture design of Hyperactive Children so that the impact on the implementation of inclusive class learning becomes effective. As a form of awareness to the Hyperactive Children who study in public schools inclusive), the authors do activities to assist the school in facilitating the Children Hyperactive learning run effectively. The targets of these activities are: (1) The inclusion school party understands the importance of thinking about the attention of Hyperactive Children in classroom learning (2 )Implementation of the Hyperactive Children Special facility (furniture design) fosters the Attention of Hyperactive Children in classroom learning so that learning becomes effective. Outcomes are: (1) School understanding that Encouraging Hyperactive Children to have the attention of learning is important enough (2) Design of hyperactive child furniture (study chair) in accordance with the needs so comfortable and create effective learning.
Keywords: Hyperactive Children, furniture design, effective learning
ABSTRAK
Media furniture (kursi belajar) yang tepat dapat membantu anak berkebutuhan khusus terutama anak hiperaktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Namun, kenyataanya media furniture tersebut belum difasilitasi oleh pihak sekolah pada anak Anak Hiperaktif yang belajar di sekolah umum., yang salah satunya adalah SDIT Y di
Cipondoh. Permasalahan yang ditemui yaitu anak hiperaktif tampak dalam (1) adanya Anak Hiperaktif yang berperilaku menganggu dalam mengikuti pembelajaran di kelas reguler, (2) ketidakpahaman pihak sekolah bahwa Anak Hiperaktif itu memerlukan fasilitas khusus sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian, tujuan Tim melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah untuk membantu pihak sekolah dalam memfasilitasi kebutuhan Anak Hiperaktif dalan meningkatkan atensi belajar dengan cara membuatkan desain furniture khusus Anak Hiperaktif sehingga berdampak pada pelaksanaan pembelajaran kelas inklusif menjadi efektif. Sebagai bentuk kepedulian kepada Anak Hiperaktif yang belajar di sekolah umum (inklusif), Penulis melakukan kegiatan untuk membantu pihak sekolah dalam memfasilitasi Anak Hiperaktif pembelajaran berjalan efektif. Target kegiatan tersebut adalah: (1) Pihak sekolah inklusi memahami pentingnya memikirkan atensi Anak Hiperaktif dalam belajar di kelas (2) Implentasi fasilitas khusus Anak Hiperaktif (desain furniture) menumbuhkan atensi Anak Hiperaktif dalam pembelajaran di kelas sehingga pembelajaran menjadi efektif. Luaran adalah: (1) Pemahaman pihak sekolah bahwa mengupayakan Anak Hiperaktif memiliki atensi belajar itu merupakan hal yang cukup penting (2) Desain furniture anak hiperaktif (kursi belajar) sesuai dengan kebutuhan sehingga nyaman dan tercipta pembelajaran yang efektif.
Kata kunci: Anak Hiperaktif, desain furniture, pembelajaran efektif
Jakarta, 23-24 November 2017
1. PENDAHULUAN
Hiperaktif merupakan kondisi seseorang yang memiliki kebutuhan khusus, termasuk kebutuhan dalam belajar. Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan pemusatan perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) (Zaviera, 2007). Anak tersebut selalu bergerak sepanjang hari, dan tidak dapat duduk diam dikursi, merasa tidak tenang, mudah terganggu dan cepat frustrasi (Paternotte dan Jan Buitelaar, 2010). Kriteria ADHD berdasar Diagnostic Statistical Manual (1994), yaitu (A1) kurang perhatian dan (A2) hiperaktif impulsivitas. Perilaku hiperaktif tampak p ada perilaku sering: “(1) gelisah dengan tangan atau kaki & mengeliat di kursi, (2) meninggalkan tempat duduk dalam kelas, (3) berlarian secara berlebihan dalam situasi tertentu, (4) mengalami kesulitan dalam bermain, (5) bergerak cepat, (6) bicara berlebi han”
Menurut hasil observasi penulis, kondisi ini juga terjadi pada seorang siswa di sekolah umum yang menerima siswa dengan kebutuhan khusus (anak hiperaktif), tepatnya di SDIT “Y” Cipondoh Tangerang. Aktivitas pembelajaran dilakukan dengan cara menggabungkan anak hiperaktif dengan anak normal di satu ruang kelas dengan satu guru sebagai pengajarnya. Siswa yang tergolong anak hiperaktif tersebut menunjukkan perilaku yang tidak tenang, sulit disuruh duduk di kursi, perilakunya mengganggu temannya, dan sering berlarian di ruang kelas. Guru merasa kesulitan untuk membuat anak tersebut perperilaku tenang dengan menduduki kursinya agar tidak mengganggu teman temannya.
Dampak kondisi perilaku hiperaktif anak tersebut berarti memerlukan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan pelayanan yang terkait dengan aktivitas belajar menjadi bagian penting yang perlu diperhatikan. Pelayanan yang tepat dapat membantu anak tersebut dalam mengurangi perilaku hiperaktif dalam aktivitas belajar secara lebih maksimal jika dibandingkan dengan tanpa adanya pelayanan yang tepat.
Sejak anak sekolah (selama 2 tahun karena anak tersebut kelas II), pihak sekolah belum pernah memikirkan solusi untuk mengatasi perilaku siswa tersebut. Pihak sekolah hanya memfasilitasi sarana dan prasarana belajar yang standar untuk siswa yang perilkunya normal. Bentuk pelayanan yang dibutuhkan dalam aktivitas belajar yaitu berupa fasilitas belajar, yang meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, meja, kursi, alat dan fasilitas laboraturium sekolah serta berbagai media pembelajaran yang lain (Dimyati dan Mudjiono, 2006).
Dengan terpenuhinya pelayanan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi anak dapat berpengaruh pada rasa senang dan nyaman dalam mengikuti pembelajaran sehingga akan tercipta pembelajaran yang efektif karena pembelajaran yang efektif merupakan salah satu faktor yang penting. Jika pembelajaran efektif, anak akan merasa nyaman yang dapat berdampak pada kemudahan dalam memahami informasi yang disampaikan. Pernyataan ini senada dengan yang disampaikan oleh Aswandi dalam Widyarani (2011), bahwa pembelajran dikatakan efektif jika semua elemen-elemen dalam belajar secara keleruhuhan dapat berfungsi dengan baik, di antaranya kesesuaian materi dengan metode maupun adanya kesesuaian antara fasilitras prasarana belajar dengan karakteristik anak.
Namun, berkaitan dengan penenuhan pelayanan kebutuhan belajar yang disediakan sekolah masih standar, di antaranya fasilitas tempat duduk yang bentuk dan ukuran sama untuk semua siswa termasuk siswa hiperaktif. Satu meja dilengkapi dua kursi untuk dipakai dua orang siswa. Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa yang tergolong anak-anak normal dapat mengikuti pelajaran dengan baik, dapat fokus/perhatian dalam menyimak informasi yang dilakukan guru sehingga anak-anak tersebut cenderung tenang. Namun, siswa hiperaktif tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan tenang. Menginat kondisi siswa hiperaktif yang selalu meninggalkan tempat duduknya, penyediaan fasilitas kursi untuk siswa hiperaktif merupakan fasilitas yang penting.
Jakarta, 23-24 November 2017
Dengan demikian, fasilitas kursi yang didesain khusus untuk siswa hiperaktif akan membantu siswa tersebut untuk berperilaku tenang sehingga kondisi pembelajaran tidak gaduh akibat keluhan teman-temannya yang ikut-ikutan sulit berkonsentrasi. .
Berdasarkan gambaran kondisi yang dialami siswa yang memiliki gangguan hiperaktif di SDIT “Y” tersbut, Penulis merasa tergugah untuk membantu anak tersebut agar dapat berperilaku relatif tenang dalam mengikuti pembelajaran. Salah satu solusi yang dapat dikukan untuk mengurangi perilaku hiperaktif anak tersebut yaitu membuatkan desain furniture (kursi belajar) yang nyaman dan aman sehingga anak dapat berperilaku lebih tenang. Setelah desainer menentukan konsep yang kuat, langkah selanjutnya adalah membentuk fisik dari mebel. Pengembangan desain merupakan kegiatan pemecahan masalah estetis struktural dan fungsi dari bentuk, menganalisis, menginvestigasi, dan menyempurnakan desain dengan cara terbaik dalam mengekspresikan konsep. (M. Sholahuddin, 2014).
Gambaran kondisi permasalahan yang dialami siswa terkait dengan perilaku hiperaktifnya, penulis terpikir untuk merancang desain furniture (kursi belajar) yang sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, tujuan penulis melakukan kegiatan perancangan ini, yaitu untuk membantu mengurangi perilaku hiperaktif melalui desain furniture (kursi belajar) yang aman dan nyaman sehingga proses pembelajaran kondusif.
2. METODE PELAKSANAAN PERANCANGAN KURSI
Berdasarkan tema kegiatan, maka metode ini meliputi : Metode Pengumpulan Data : Dengan survey lokasi : mencari informasi tentang data kurikulum, SAP dan tujuan
pendidikanprogram studi Desain Interior. Wawancara dengan karyawan prodi, Ketua program studi dan sekretarisnya. Studi Literatur :Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang bersifat umum. Sumber ini berasal dari dokumen program studi, literatur perpustakaan, jurnal penelitian, internet. Studi pustaka/literature : mencari buku yang berkaitan dengan system pembelaaran dan kurikulum. Metode observasi dan eksperimen system korelasi mata kuliah keahlian pokok. Metode ini mencakup observasi, yaitu mencari data melakukan pengamatan langsung pada materi yang disurvei, melakukan pencatatan data dan mengurai isi TIU dan kompetensi pembelajaran, dilanjutkan mencatat membuat analisis simulasi capaian kompetensi.
Metode uji analisa : Membuat analisis kondisi dan fasilitas furniture anak hiperaktif Menganalisa kebutuhan aktivitas dan fasilitas kursi belajar anak hiperaktif Melakukan uji analisa hasil eksperimen berupa pembuatan alternative fasilitas kursi
belajar anak hiperaktif Out put atau Hasil Desain : Berupa pedoman desain kursi belajar anak hiperaktif yang efisien, efektif dan akuntabel. Desain Kursi siswa hiperaktif, diimplementasikan dengan skala 1:1
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Sosialisasi Fasilitas Kursi Belajar Untuk Meminimalkan Anak Hiperaktif
Bentuk kegiatan dari solusi ini yaitu berupa diskusi kepada para guru . Output pertama yang diharapkan adalah adannya pemahaman pada mitra (pengelola) menngenai pentingnya fasilitas furniture kelas yang nyaman. Dengan fasilitas furniture kelas yang nyaman diharapkan dapat memengaruhi kenyamanan bagi warga belajar sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar.
Jakarta, 23-24 November 2017
Dengan adanya motivasi belajar warga belajar, kegiatan pembelajaran akan berjalan kondusif dan optimal.
Adapun materi soasialisasi kepada mitra agar memperoleh pemahaman tentang perlunya memfasilitasi anak hiperaktif dengan kursi yang sesuai dengan kebutuhannya, yaitu : (1) definisi desain furnitre, (2) program pembahasan dan karya desain furniture anak hiperaktif , (3) desain furniture kursi
Dari hasil sosialisasi yang dilakukan ini tampak adanya respon yang positif dari mitra. Respon positif yang ditampilkan mitra tampak dalam antusiasmenya dengan sering mengajukan tanya jawab kepada penulis. Mitra juga mengungkapkan rasa senang dan terima kasih kepada Tim atas kesediannya untuk membantu menghasilkan furnitre hiperaktif yang efektif dan nyaman. Berikut foto-foto terkait dengan kegiatan sosialisasi kepada guru guru.
Gambar 1 : Kegiatan sosialisasi (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 2 : Kegiatan siswa berbaris di lapangan (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 3 : Kegiatan bersama guru panitia (Hartini & Mularsih, 2017)
Jakarta, 23-24 November 2017
Gambar 4 : Kegiatan memasang spanduk tema hari Kartini (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 5 : Kegiatan orientasi di SDIT “Y” (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 7: Aktivitas siswa SDIT “Y” (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 8 : Kegiatan orientasi di SDIT “Y” (Hartini & Mularsih, 2017)
Jakarta, 23-24 November 2017
Gambar 9 : Kegiatan PKM, interior koridor SDIT “Y” (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 10 : Koordinasi kegiatan dengan guru SDIT “Y” (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 11 : Aktivitas siswa dan guru SDIT “Y” (Hartini & Mularsih, 2017)
b. Mendesain Model Kursi yang akan Dikembangkan
Sebelum membuat pengembangan model kursi belajar untuk anak hiperaktif, Tim penulis perlu membuat alternatif rancangan desain kursi. Berikut adalah gambar alternatif rancangan desain kursi belajar untuk anak hiperaktif.
Jakarta, 23-24 November 2017
Gambar 12 : Alternatif kursi anak hiperaktif (https://www.google.com/Student+Hyperactive+Student+Chair&client)
Berdasarkan alternatif rancangan desain yang ada kemudian dibuat rancangan yang diinginkan untuk diserahkan kepada tukang (sebagai teknisi) agar dibuat kursi sesuai dengan rancangan tersebut. Berikut model pengembangan kursi belajar anak hiperaktif yang siap diimplementasikan.
Gambar 13 : Tampak depan desain kursi anak hiperaktif (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 14 : Tampak samping desain kursi anak hiperaktif (Hartini & Mularsih, 2017)
Jakarta, 23-24 November 2017
Gambar 15 : Tampak atas desain kursi anak hiperaktif (Hartini & Mularsih, 2017)
c. Implementasi Pengembangan Kursi Belajar Kepada Siswa Hiperaktif
Berdasarkan hasil pengamatan selama implementasi, tampak bahwa kursi belajar yang digunakan oleh subjek membuat perilaku hiperaktif Siswa berkurang. Berkurangnya perilaku hiperaktif yaitu Siswa yang biasanya berjalan-jalan di kelas dan mengganggu teman-temannya yang sesang duduk menjadi diam dikursi. Hal ini terjadi karena kursi memang dirancang agar siswa tetap terikat di kursinya dengan cara diberikan sabuk pengaman dan sandaran tangan. Dengan demikian, perilaku meninggalkan tempat duduk selama proses belajar dapat teratasi.
Namun, masalah kenyamanan belum sepenuhnya teratasi. Kondisi tersebut tampak dalam perilakunya yang masih menggerakkan tubuhnya (menggeser-geser) dalam posisinya yang masih terikat di kursi tersebut. Hal ini, kemungkinan disebabkan oleh ukuran ergonomi yang kurang sesuai dengan ukuran tubuhnya. Siswa termasuk gemuk sedangkan desain kursinya berukuran sedang sehinggan pas. Oleh karena itu disesuaikan dengan kondisi tubuh. Secara teori interior, kondisi tubuh besar yang duduk di kursi sedang dapat diatasi dengan memodifikasi bentuk sandaran tangan. Kondisi pengembangan saat implementasi tampak pada gambar-gambar di bawah ini .
Gambar 16 : Praktik implementasi Desain kursi Anak Hiperaktif (Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 17 : Praktik implementasi Desain kursi Anak Hiperaktif
( Hartini & Mularsih, 2017)
Jakarta, 23-24 November 2017
Gambar 18 : Praktik implementasi Desain kursi Anak Hiperaktif
(Hartini & Mularsih, 2017)
Gambar 19 : Praktik implementasi Desain kursi Anak Hiperaktif
(Hartini & Mularsih, 2017)
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Bedasarkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang sudah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ini sudah berjalan dengan baik. Penulis sudah melakukan prakegiatan PKM dan melaksanakan sosialisasi kepada pihak sekolah. Prakegiatan PKM dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan kegiatan anak-anak di sekolah. Kegiatan sosialisasi dilakukan untuk menyampaikan pentingnya penyediaan fasilitas belajar yang berupa kursi belajar khusus anak hiperaktif yang belajar di SDIT “Y” ini. Pihak sekolah pun juga sudah merespon positif kegiatan ini.
Hasil perancangan desain kursi sudah direalisasikan dengan baik. Hasil implementasi menunjukkan bahwa kursi belajar dapat mengurangi perilaku hiperaktuif siswa. Namun, perilaku hiperaktifnya belum sepenuhnya teratasi. Berdasarkan hasil pengamatan, belum sepenuhnya teratasi tersebut, diduga karena ukuran ergonomi desain kursi belum sesuai dengan ukuran kondisi tubuh siswa.
Saran
Berdasarkan pengamatan hasil implementasi, untuk mengaoptimalkan fungsi kursi dalam mengatasi masalah perilaku hiperaktif siswa, perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut. Pengembangan yang perlu dilakukan untuk kenyamanan siswa perlu mempertimbangan ergonomi desain kursi. Ergonomi tersebut mencakup ukuran dan bentuk desain kursi yang lebih fungsional.