Masalah-masalah Anak Jalanan Anak Jalanan 1.

pemerintah dalam pemenuhan hak anak yang sudah di tetapkan dalam undang- undang perlindungan anak yaitu UU nomor 23 tahun 2002 yang menjelaskan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi serta memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat yang bertujuan untuk memberdayakan dan memandirikan anak. Menurut Kirik Ertanto dalam buku Bagong Suyanto yang berjudul “Masalah Sosial Anak” awalnya anak jalanan tidak langsung masuk dan terjun begitu saja di jalanan. Mereka mengalami proses belajar yang bertahap. Mula- mula mereka lari dari rumah, sehari sampai seminggu kembali, lalu lari lagi selama dua minggu sampai tiga bulan, sampai akhirnya benar-benar lari tak kembali selama setahun dua tahun. Setelah di jalanan, proses tahap kedua yang mesti dilalui anak jalanan adalah inisiasi. 34 Dalam tahap ini dimana anak jalanan yang masih baru biasanya akan dijadikan seperti budak. Mereka harus mengikuti segala perintah dan keinginan para seniornya. Dalam kehidupan anak jalanan juga terdapat senioritas. Anak jalanan yang paling lama atau lebih dahulu hidup di jalanan yang akan menjadi senior, dan tidak memperdulikan usia. Junior wajib menghormati dan mengikuti perintah senior. Apabila tidak mengikuti perintahnya maka akan dimusuhi dan dipukuli oleh kawan-kawannya. Sehingga anak jalanan sangat rawan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual terutama bagi anak jalanan perempuan. 34 Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 207.

5. Model Penanganan Anak Jalanan

Model penanganan anak jalanan selalu berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak jalanan. Yayasan Bina Insan Mandiri “Master” menggunakan alternatif model penanganan anak jalanan mengarah kepada 4 jenis model, yaitu: 35 a. Street-centered intervention, adalah penanganan anak jalanan yang dipusatkan di “jalan” dimana anak-anak jalanan biasa beroperasi. Tujuannya yaitu agar dapat menjangkau dan melayani anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan. b. Family-centered intervention, yakni penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga sehingga dapat menarik anak kembali ke keluarganya dan mencegah agar tidak menjadi anak jalanan. c. Institutional-centered intervention, yaitu penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga panti, baik secara sementara menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya maupun permanen terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki orang tua atau kerabat. Pada pendekatan ini juga mencakup tempat berlindung sementara drop in, “Rumah Singgah” atau “open house” yang menyediakan fasilitas “panti dan asrama adaptasi” bagi anak jalanan. d. Community-centered intervention, yaitu penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Dalam penanganan ini melibatkan program-program community development untuk memberdayakan 35 Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, h. 233-235. masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup Corporate Social Responsibility tanggung jawab sosial perusahaan. Dalam menangani permasalahan anak jalanan harus terlebih dahulu melakukan pendekatan. Karena pada dasarnya anak jalanan bersikap acuh tak acuh dengan orang yang baru dikenal. Sesungguhnya disinilah para pemberdaya masyarakat diuji dalam menangani kasus ini. Sebagaimana yang sudah penulis bahas sebelumnya tentang prinsip dasar pemberdayaan, bahwa seorang pemberdaya harus mengetahui tentang pemahaman akan pola budaya klien. Maka dari itu, sebelum melakukan pendekatan kepada anak jalanan para fasilitator sebaiknya terlebih dahulu harus memiliki komitmen yang benar-benar tulus untuk mengajak mereka berubah. Sebab, sematang apapun rencana yang sudah dibuat dan disusun dengan rapi tidak akan berhasil jika fasilitator tidak memiliki komitmen, ketulusan dan kesabaran.

C. Pelatihan 1.

Pengertian Pelatihan Pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindak upaya yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Secara spesifik, proses latihan merupakan tindakan dan upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. 36 Sementara pengertian pelatihan menurut Ife dalam buku Isbandi Rukminto Adi yang berjudul “Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial” adalah peran edukasional yang paling spesifik, karena secara mendasar memfokuskan pada upaya mengajarkan pada komunitas sasaran bagaiaman cara melakukan sesuatu. 37 Pengertian pelatihan menurut penjelasan diatas adalah sebuah proses dalam melakukan sesuatu yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan secara berkesinambungan, bertahap dan terpadu. Dalam pemberdayaan masyarakat, biasanya selalu diadakan pelatihan berupa keterampilan. Hal ini bertujuan agar masyarakat terampil dan mandiri. Pelatihan pada dasarnya akan lebih efektif bila keterampilan yang diajarkan adalah keterampilan yang diinginkan masyarakat. Dalam arti, masyarakat dilibatkan dalam proses menentukan pelatihan apa yang mereka inginkan. Karena pelatihan seringkali lebih produktif bila memang benar-benar diingkan oleh masyarakat. 38 36 Oemar Hamalik, Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu Jakarta: Bumi Aksara, 2005, h. 10-11. 37 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002, h. 213. 38 Ibid., h. 213.