Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

karena memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah akan tetapi ditunjang pula dengan intelektualitas, disiplin dan etos kerja rakyat. Mutu pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih harus diperbaiki agar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain tidak semakin tertinggal jauh. Lebih penting lagi adalah agar mampu mengatasi persaingan ketat dalam era globalisasi. Depdiknas menyatakan rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari indikator antara lain: “1. Kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang diajarkan guru tidak maksimal, 2. Kurang kemampuannya pembentukan karakter yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa, 3. Rendahnya kemampuan membaca, menulis, dan berhitung siswa terutama ditingkat dasar ”. 2 Guru selaku pendidik berperan penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Selama ini pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti pelatihan guru dan program kualifikasi, namun upaya-upaya tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal. Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia SDM perlu diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur pendidikan formal, informal, maupun non formal, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Dalam era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini, peserta didik sangat penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia-manusia yang terampil guna berpartisipasi dalam pembangunan. Dengan demikian Undang-undang No. 2 Tahun 1989 sistem pendidikan nasional tidak memadai lagi dan perlu dirubah serta disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-undang 2 Anwar, Pengguna Peta Konsep Melalui model Pembelajaran Komperatif tipe STAD untuk Meningkatkan Proses, Hasil Belajar dan Respon Pada Konsep Ekosistem, Jurnal Penelitian Kependidikan Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, tujuan pendidikan n asional adalah “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjdi warga negara yang demokratis serta yang bertanggung jawab ”. 3 Dari tujuan pendidikan nasional, setiap lembaga pendidikan mengarahkan tujuannya, yakni tujuan institusional, menuju kepada tercapainya tujuan nasional tersebut. Penjabaran yang lebih dikenal sebagai tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum, yang kemudian dirumuskan oleh para guru menjadi tujuan instruksional khusus. Adapun pendidikan dalam Islam, menempati posisi yang tidak kalah pentingnya. Al- Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam mengandung nilai-nilai yang hampir dua pertiga dari ayat-ayat Al- Qur’an tersebut mengandung motivasi kependidikan bagi umat manusia. Satu diantaranya adalah sebagaimana dalam firman Allah swt Qs. Al- „Alaq 1-5                          1. bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4. yang mengajar manusia dengan perantaran kalam, 3 Anonim, Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya Qs. Al- Alaq 1-5. 4 Ayat tersebut mengandung makna yang dalam, bahwa Nabi Muhammad saw, menerima wahyu pertama dengan perintah iqra bacalah, hal ini dikarenakan membaca adalah proses manusia untuk belajar mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan dengan membaca pula manusia dapat melihat dunia. Adapun berbicara mengenai pendidikan, maka tidak terlepas pada factor guru sebagai pendidik. Karena figur yang satu ini sangat menentukan maju mundurnya pendidikan dan secanggih apapun teknologi seorang guru terutama dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar guru merupakan orang yang memiliki peran penting dan memiliki partisipasi yang tinggi. Guru merupakan orang yang paling sering berhubungan langsung dengan anak didik. Ini membuktikan suksesnya sebuah kegiatan proses belajar mengajar itu sangat bergantung kepada guru. Oleh karena itu, guru dituntut memiliki kompetensi dalam mengajar. Bagi sebagian orang, guru selalu diidentikkan dengan siswa, kelas dan buku pelajaran. Dengan demikian seorang guru tidak terlepas pada ketiga komponen tersebut, sehingga muncul pertanyaan bahwa siapa saja bisa menjadi guru asalkan memahami materi pelajaran yang akan diajarkan, dan peserta didik hanya dituntut untuk menerimamenyerap semua materi ajar yang diberikan guru tampa adanya interaksi antaara siswa dan guru. Jika penegrtian guru hanya sebatas menyampaikan pelajaran saja, maka timbul pertanyaan pula apakah guru tersebut dapat dikatakan sebagai guru yang profesional? Sedangkan kata profesional hanya dapat disandang oleh orang- orang yang ahli pada bidangnya. Walaupun pada dasarnya setiap pendidikan dapat menjadi guru yang profesional dengan syarat harus memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, pribadi, sosial dan 4 Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro, 2008, h. 597 profesional. Karena seorang pendidik yang menganggap mengajar adalah sekedar menyampaikan pelajaran saja tentu akan sangat berbeda dengan pendidik yang menganggap mengajar adalah sebuah proses membimbing siswa agar memiliki ilmu pengetahuan, cakap, terampil dan berakhlak mulia serta bermanfaat dan berguna di masyarakat. Oleh sebab itu, keempat komponen tersebut sangat dibutuhkan untuk menjadi guru yang profesional sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa untuk mutu pendidikan yang lebih baik dan berkualitas. Sebagaimana menurut Simon dan Alexander yang dikutip oleh E. Mulyasa, “bahwa lebih dari 10 hasil penelitian di negara-negara berkembang, menunjukkan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik, yaitu jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran dikelas dan kualitas kemampuan guru. Dalam hal ini, guru hendaknya memiliki standar kemampuan profesional untuk melakukan pembelajaran yang berkualitas. ” 5 Di mata masyarakat guru merupakan orang yang dihormati dan disegani, karena selain berwawasan ilmu pengetahuan, guru juga telah memiliki pencitraan yang baik di lingkungan masyarakat dengan budi jasanya dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Oleh sebab itu, guru dikatakan juga orang yang harus ditiru, dalam arti guru tersebut memiliki kharisma dan wibawa sehingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni sebagaimana tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1 sebagai berikut: “guru adalah pendidikan profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. 6 Selanjutnya Moh Uzer Usman dalam bu kunya Menjadi Guru Profesional mendefinisikan bahwa: “guru professional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus 5 E. Mulyasa, Menjadi Guru Prifesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rosada Karya, 2005, h. 13 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bandung: Citra Umbara, 2006, h. 2-3. pada bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal”. 7 Jabatan guru merupakan sebuah propesi, berarti membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus dibidang pendidikan dan pengajaran. Guru berkewajiban membantu perkembangan dan pertumbuhan anak didik dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya. Tidak hanya itu juga, guru hendaknya memiliki kepribadian yang tinggi karena ia merupakan yang berpengaruh bagi anak didiknya. Pendidikan bukan hanya bagaimana murid memiliki intelektual tinggi, akan tetapi murid memiliki sikap dan moralitas yang baik, dan hal ini menjadi suatu sorotan yang tajam pada saat ini. “Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. ” 8 Oleh karena itu, guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Kegiatan guru saat pembelajaran berlangsung dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pengelolaan pengajaran dan pengelolaan kelas. Pengelol aan pengajaran adalah “kegiatan mengajar itu sendiri yang melibatkan secara langsung komponen materi dan metode pengajaran serta alat bantu mengajar dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran”. Sedangkan pengelo laan kelas adalah “penciptaan kondisi yang memungkinkan pengelolaan pengajaran dapat berlangsung secara optimal”. 9 Oleh karena itu 7 M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. Ke-20, h. 15. 8 Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada h. 125 9 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, Cet. ke-3 dalam proses belajar mengajar sebagian besar hasil belajar siswa sangat ditentukan oleh peranan guru. Guru yang lebih kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang lebih optimal. Jadi keberhasilan proses belajar mengajar siswa sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mengelola proses belajar mengajar dan akan mendapatkan prestasi belajar siswa yang akan memuaskan. Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Setiap kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan akan mengahasilkan pembelajaran yang maksimal. Dalam proses pencapaiannya, prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran adalah keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas guru harus diperhatikan. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Untuk itu, upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah kualitas guru. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan prasyarat minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional. Guru profesional yang dimaksud adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prastasi belajar siswa yang baik. Asrorun Ni ’am Sholeh berpendapat dalam buku yang berjudul Membangun Profesionalitas Guru, mengungkapkan bahwa: dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan transfer of knowledge, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai values serta membangun karakter character building peserta didik secara berkelanjutan. Dalam terminologi Islam, guru diistilahkan dengan murabby, satu akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan. Demikian mulianya posisi guru, sampai-sampai Tuhan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul ’alamin. Untuk itu, kewajiban pertama yang dibebankan setiap hamba sebagai murid. Sang Maha Guru adalah belajar, mencari ilmu pengetahuan. Setelah itu, setiap orang yang telah mempunyai ilmu pengetahuan memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, profesi mengajar adalah sebuah kewajiban yang merupakan manifestasi dari ibadah. Sebagai konsekuensinya, barang siapa yang menyembunyikan sebuah pengetahuan maka ia telah melangkahkan kaki menuju jurang api neraka. 10 Menanggapi apa yang telah dikemukakan oleh Asrorun Ni ’ am Shaleh, penulis memahami bahwa profesi mengajar adalah suatu pekerjaan yang memiliki nilai kemuliaan dan ibadah. Mengajar adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan. Selanjutnya, mengingat mengajar adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan, maka sudah sepantasnya bagi orang yang tidak menyampaikan ilmu pengetahuannya maka akan berakibat dosa bagi dirinya. Selanjutnya Asrorun Ni ’am Sholeh mengatakan bahwa di sisi lain, profesi mengajar merupakan kewajiban tersebut, hanya dibebankan kepada setiap orang yang berpengetahuan. Dengan kata lain, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dengan kualifikasi akademik tertentu. Mengajar, bagi seseorang yang tidak mempunyai kompetensi profesional untuk itu justru akan berbuah dosa. Kemudian, apabila sesuatu dilakukan oleh sesuatu yang bukan ahlinya, maka tunggulah suatu kehancurannya.. Penggalan hadits Rasulullah SAW, ini seolah memberikan warning bagi guru yang tidak memenuhi kompetensi profesionalnya. 11 Dari penjelasan yang dikemukakan Asrorun Ni ’am Sholeh, penulis dapat menyimpulkan bahwa profesi mengajar merupakan kewajiban yang hanya dibebankan kepada orang yang profesional. Dengan demikian, profesi 10 Asrorun Ni ’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen, Jakarta: eLSAS, 2006, Cet. Ke-1, h.3 11 Ibid., h. 4 mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dan kualifikasi tertentu bagi setiap orang yang hendak mengajar. Menurut Asrorun Ni ’am Sholeh, secara konseptual, deskripsi dua kondisi di atas memberikan dua hal prinsip dalam konteks membicarakan mengenai profesi guru dan dosen. Pertama, adanya semangat keterpanggilan jiwa, pengabdian dan ibadah. Profesi pendidik merupakan profesi yang mempunyai kekhususan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan memerlukan keahlian, idealisme, kearifan dan keteladanan melalui waktu yang panjang. Kedua, adanya prinsip profesionalitas, keharusan adanya kompetensi dan kualifikasi akademik yang dibutuhkan, serta adanya penghargaan terhadap profesi yang diemban. Maka prinsip idealisme dan keterpanggilan jiwa serta prinsip profesionalitas harus mendasari setiap perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dan dosen. Dengan demikian profesi guru dan dosen merupakan profesi tertutup yang harus sejalan dengan prinsip-prinsip idealisme dan profesionalitas secara berimbang. Jangan sampai akibat pada perjuangan dan penonjolan aspek profesionalisme berakibat penciptaan gaya hidup materialisme dan pragmatisme yang menafikan idealisme dan keterpanggilan jiwa. 12 Secara konseptual, kerja guru menurut “Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johson, sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin mencakup tiga aspek, yaitu; a kemampuan profesional, b kemampuan sosial, dan c kemampuan personal pribadi ”. 13 Menyadari akan pentingnya profesionalisme dalam pendidikan, maka Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa “profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional ”. 14 Akan tetapi melihat realita yang ada, keberadaan guru profesional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terrealisasi secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya 12 Ibid., h.5 13 Mukhtar dan Martinis Yamin, Metode Pembelajaran yang Berhasil, Jakarta: CV Sasama Mitra Suksesa, Anggota IKPI, 2002, Cet. ke-2. 14 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, Cet. 6, h. 107. datang dari kalangan akademisi, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari ketidakberesan pendidikan dan tenaga pengajar yang ada. Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademisi, sehingga mereka membuat perumusan untuk meningkatkan kualifikasi guru melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 S1. Adapun permasalahan yang sering kita jumpai dalam pengajaran khususnya pada bidang studi Pendidikan Agama Islam PAI adalah bagaimana cara menyajikan materi kepada peserta didik dengan baik dan efesien, karena mengingat bahwa pembelajaran PAI khususnya di sekolah- sekolah umumnya hanya diberikan satu kali dalam seminggu. Dan sampai saat ini pun masih terdapat seorang pendidik dalam menyampaikan materi hanya menggunakan satu metode saja yaitu ceramah. Sehingga hal tersebut tanpa disadari telah membentuk siswa menjadi pasif, karena yang menjadi pusat informasi adalah guru. Padahal proses pembelajaran yang baik adalah adanya interaksi antara guru dan siswa sehingga dalam hal ini komunikasi tidak hanya terjadi pada satu arah saja melainkan dua arah atau bahkan lebih, yaitu antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa. Dan yang menjadi permasalahan baru adalah, guru hanya memahami instruksi tersebut sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal inti tidak menjadi prioritas utama. Dengan pemahaman tersebut, kontribusi untuk siswa menjadi kurang terperhatikan bahkan terabaikan. Masalah lain yang ditemukan penulis adalah, minimnya tenaga pengajar dalam suatu lembaga pendidikan juga memberikan celah seorang guru untuk mengajar yang tidak sesuai dengan keahliannya. Sehingga yang menjadi imbasnya adalah siswa sebagai anak didik tidak mendapatkan hasil pembelajaran yang maksimal. Padahal siswa ini adalah sasaran pendidikan yang dibentuk melalui bimbingan, keteladanan, bantuan, latihan, pengetahuan yang maksimal, kecakapan, keterampilan, nilai, sikap yang baik dari seorang guru. Maka hanya dengan seorang guru profesional hal tersebut dapat terwujud secara utuh, sehingga akan menciptakan kondisi yang menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian, apa yang disampaikan seorang guru akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sebaliknya, jika hal di atas tidak terealisasi dengan baik, maka akan berakibat ketidak puasan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, profesionalisme guru PAI sangat dibutuhkan dalam upaya proses pembelajaran yang lebih baik, sehingga peserta didik akan termotivasi untuk belajar dan berprestasi. Karena seorang guru yang profesional akan mampu menyajikan materi pembelajaran dengan baik dan menyenangkan yang tidak hanya berorientasi pada ketuntasan belajar saja tetapi juga pada proses tumbuh kembang potensi peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik kearah kedewasaan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik meneliti mengenai “Hubungan Profesionalisme Guru PAI dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Dua Mei ” yang beralamat di jalan H. Abdul Gani No.135 Desa Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasikan beberapa masalah yaitu: 1. Masih terbatasnya pendidik dalam menggunakan variasi baik metode, teknik maupun strategi dalam proses belajar khususnya pada mata pelajaran PAI. 2. Guru lebih banyak menanamkan konsep-konsep materi pelajaran melalui transfer data atau informasi dan pemberian contoh-contoh yang cenderung dihafal siswa. 3. Kurangnya motivasi siswa dalam belajar PAI. 4. Rendahnya profesionalisme guru dalam proses belajar mengajar. 5. Kurangnya tenaga guru. 6. Guru mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah maka penulis membatasi permasalahan yaitu: 1. Secara garis besar, permasalahan yang menyangkut dengan profesionalisme guru sangat kompleks sekali. Adapun pada skripsi ini, profesionalisme guru yang dimaksud adalah profesionalisme guru agama Islam yang lebih spesifiknya guru PAI yang profesional, yaitu guru yang memiliki kompetensi, guru yang berkualitas yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Kompetensi guru yang akan diteliti dalam skripsi ini dibatasi ke dalam empat kategori, yakni: merencanakan program belajar mengajar, menguasai bahan pelajaran, melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar, 2. Sedangkan prestasi belajar yang dimaksud dalam skripsi ini adalah kemampuan siswa yang diperoleh dari penilaian aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dilihat dari hasil belajar siswa berupa nilai raport

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana profesionalisme guru PAI di SMP Dua Mei Ciputat? 2. Bagaimana prestasi belajar PAI siswa di SMP Dua Mei Ciputat? 3. Adakah hubungan antara profesionalisme guru PAI dengan prestasi belajar siswa di SMP Dua Mei Ciputat?