PEMURNIAN BIODIESEL TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida Bahan bakar diesel dikehendaki relatif mudah terbakar sendiri tanpa harus dipicu dengan letikan api busi jika disemprotkan ke dalam udara panas bertekanan. Tolok ukur dari sifat ini adalah bilangan setana, yang didefinisikan sebagai volume n-setana di dalam bahan bakar yang berupa campuran n-setana n-C 16 H 34 dan α-metil naftalena α-CH 3 -C 10 H 7 . Hidrokarbon berantai lurus ini n-setana mudah terbakar sendiri dan diberi nilai bilangan setana 100, sedangkan α-metil naftalena suatu hidrokarbon aromatik bercincin ganda sangat sukar terbakar dan diberi nilai bilangan setana nol. Bilangan setana yang baik dari minyak diesel adalah lebih besar dari 30 dengan volatilitas yang tidak terlalu tinggi supaya pembakaran yang terjadi di dalamnya lebih sempurna. Minyak diesel dikehendaki memiliki kekentalan yang relatif rendah agar mudah mengalir melalui pompa injeksi. Untuk keselamatan selama penanganan dan penyimpanan, titik nyala harus cukup tinggi agar terhindar dari bahaya kebakaran pada suhu kamar Haryanto, 2007.

C. PEMURNIAN BIODIESEL

Biodiesel yang dihasilkan dari reaksi-reaksi di atas tidak bisa langsung digunakan, karena masih mengandung sisa reaksi dan pengotor lain yang dapat menimbulkan bahaya pada sistem pembakaran. Zat pengotor yang terkandung di dalam biodiesel kasar antara lain sabun, gliserol, sisa metanol, katalis, dan air. Oleh karena itu, biodiesel yang akan digunakan harus dimurnikan terlebih dahulu, agar memenuhi standar biodiesel yang ada. Standar mutu biodiesel Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar Mutu Biodiesel Indonesia No Parameter Satuan Batas Nilai 1 Massa jenis 40 o C Kgm3 850 – 890 + 3CH 3 OH CH 2 OCOR 1 CHOCOR 2 CH 2 OCOR 3 CH 2 OH CHOH CH 2 OH R 1 COOCH 3 + R 2 COOCH 3 R 3 COOCH 3 Trigliserida Metanol Gliserol Metil ester 2 Viskositas kinematik 40 o C cSt 2,3 – 6,0 3 Angka setana Min. 51 4 Titik nyala o C Min. 100 5 Titik kabut o C Maks. 18 6 Korosi bilah tembaga 3 jam, 50 o C Maks. No. 3 7 Residu karbon -b Maks. 0,05 8 Air dan sedimen -vol Maks. 0,05 9 Temperatur distilasi 90 o C Maks. 360 10 Abu tersulfatkan -massa Maks. 0,02 11 Belerang mgkg Maks. 100 12 Fosfor mgkg maks. 10 13 Angka asam mg KOHg Maks. 0,8 14 Gliserol bebas -massa Maks. 0,02 15 Gliserol total -massa Maks. 0,24 16 Kadar ester alkil -massa Min. 96,5 17 Angka iodium g I 2 100 g Maks. 115 18 Uji halpen Negatif Sumber : SNI 04-7182-2006 Metode pemurnian yang biasa digunakan adalah metode water washing. Water washing adalah suatu proses pemurnian biodiesel dimana air hangat ditambahkan ke dalam biodiesel kasar dengan persentase tertentu, lalu didiamkan sampai air pencuci terpisah dari biodiesel, kemudian air tersebut dibuang. Pada saat proses pencampuran, air akan melarutkan pengotor yang terkandung di dalam biodiesel, karena sifat kepolarannya sama dengan air. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai penampakan air pencucinya bersih atau jernih. Untuk memastikan hilangnya air dari biodiesel, maka setelah dilakukan pencucian, biodiesel dikeringkan dengan cara pemanasan. Proses ini tentu membutuhkan air dalam jumlah yang banyak dan energi yang besar terutama untuk pengeringan biodiesel. Selain itu, proses ini juga menimbulkan limbah cair yang banyak dan membahayakan lingkungan, serta waktu pemurnian yang cukup lama Dugan, 2008. Solusi teknologi yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pemurnian biodiesel adalah pemurnian dengan metode dry washing, yaitu pemurnian dengan memanfaatkan proses adsorbsi untuk menghilangkan zat pengotor dalam biodiesel kasar. Menurut Dugan 2008, pemurnian biodiesel dengan metode dry washing memiliki beberapa keuntungan atau kelebihan dibandingkan dengan metode water washing. Beberapa keuntungan itu adalah 1. Mengurangi waktu produksi dan dapat menghindarkan terjadinya bottleneck pada proses produksi yang biasa terjadi pada pemurnian water washing. 2. Biaya rendah, karena tidak memerlukan air. Pada pemurnian water washing, biaya yang dibutuhkan sangat besar, terutama biaya untuk pengolahan limbah cair. 3. Ruang produksi yang dibutuhkan lebih kecil, karena tidak membutuhkan tangki pencucian dan tangki settling. 4. Kualitas biodiesel yang dihasilkan lebih bagus, terutama untuk karakteristik kadar air biodiesel. 5. Adsorben yang digunakan dapat digunakan kembali sebagai sumber bahan bakar ataupun dapat diregenerasi untuk digunakan pada proses pemurnian selanjutnya. Penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Cooke et al. 2005 dari The Dallas Group, yaitu dengan memanfaatkan magnesium silikat magnesol sebagai bahan cleaning agent. Cooke memurnikan biodiesel yang terdiri dari 20 biodiesel minyak jagung dan 80 biodiesel minyak kedelai dengan menggunakan 1 bb magnesol atau 2 magnesol pada suhu 200 o F selama 20 menit. Berdasarkan penelitiannya, magnesium silikat dapat mengurangi kadar gliserin bebas, gliserin total, kandungan air dan sedimen, residu karbon, debu sulfat, dan total kandungan sulfur. Zat-zat pengotor dapat menyebabkan kerusakan mesin atau performansi yang kurang baik jika kadarnya terlalu banyak di dalam biodiesel. Kadar belerang dapat menyebabkan terjadinya keausan pada dinding silinder. Abu kemungkinan berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat larut dan jika tertinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar. Air dalam jumlah kecil yang berbentuk dispersi dalam bahan bakar sebenarnya tidak berbahaya bagi bagian-bagian mesin. Akan tetapi di daerah dingin, air tersebut dapat membentuk kristal-kristal es kecil yang dapat menyumbat saringan pada mesin Haryanto, 2002. Menurut Biodiesel Austindo 2007, biodiesel dimungkinkan dapat mengandung sedikit air. Meskipun biodiesel ini bersifat hidrofob tidak bercampur dengan air, biodiesel juga dapat bersifat higroskopik saat titik kelembapan atmosfir jenuh; salah satu alasan biodiesel dapat menyerap air adalah ikatan mono dan digliserida menunda reaksi tak sempurna. Molekul ini dapat bertindak sebagai pengemulsi, menjadikan air bercampur dengan biodiesel. Sebagai tambahan, air dapat menjadi residu pada tahap prosesing atau hasil akhir yang terkondensasi ditangki penyimpanan. Keberadaan air dapat menjadi masalah utama dikarenakan: Air dapat mengurangi pemanasan saat pembakaran dari tempat bahan bakar. Yang berakibat mesin sulit dinyalakan, berasap serta kurang bertenaga. Air dapat menyebabkan korosi pada sistem komponen vital bahan bakar seperti: pompa bahan bakar, pompa injektor,dll. Air dan mikroba menyebabkan elemen penyaring kertas di sistem gagal membusuk yang mana mengakibatkan kerusakan pada pompa saat proses penguraian partikel besar. Air dingin dapat membentuk kristal es mendekati 0 °C 32 °F. Kristal ini dapat menjadi area penyatuan dan penggumpalan pada residu bahan bakar. Air mempercepat pertumbuhan koloni mikroba, dimana dapat menyumbat sistem bahan bakar. Air dapat melubangi piston di mesin diesel.

D. HIDRAT ALUMINIUM SILIKAT