Kadar Gliserol Terikat Kadar Air

dalam SNI 04-7182-2006, yaitu 0,02. Setelah volume biodiesel mencapai 6300 ml, biodiesel yang dimurnikan berikutnya memiliki kadar gliserol bebas yang tidak memenuhi standar SNI karena memiliki nilai lebih besar dari 0,02. Hal ini menandakan bahwa aluminium silikat telah mengalami kejenuhan, sehingga kemampuan adsorpsinya tidak maksimal. Pada kondisi ini, aluminium silikat harus diregenerasi terlebih dahulu untuk menghilangkan bahan-bahan pengotor yang menutupi pori-pori sehingga aluminium silikat aktif kembali dan dapat digunakan untuk memurnikan biodiesel.

d. Kadar Gliserol Terikat

Gliserol terikat adalah mono-, di-, dan trigliserida yang masih terdapat di dalam biodiesel sebagai hasil samping dari proses transesterifikasi yang tidak sempurna. Gliserol terikat diperoleh dari hasil pengurangan gliserol total dengan gliserol bebas. Maksimum gliserol terikat yang diperbolehkan terkandung di dalam biodiesel adalah 0,22. Angka ini diambil berdasarkan SNI 04- 7182-2006, dimana maksimal gliserol total yang diperbolehkan di dalam biodiesel adalah 0,24 dan gliserol bebas adalah 0,02. Gliserol terikat yang terkandung di dalam biodiesel pada setiap volume biodiesel yang dimurnikan dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar 26. Pengaruh Volume Biodiesel yang Dimurnikan dengan Aluminium Silikat terhadap Kadar Gliserol Terikat Biodiesel Berdasarkan Gambar 26., kadar gliserol terikat biodiesel mengalami penurunan yang tajam setelah dimurnikan. Nilai ini relatif stabil, yaitu berkisar antara 0,13-0,14 sampai jumlah biodiesel yang dimurnikan mencapai 7200 ml. Pada volume biodiesel yang lebih besar, kadar gliserol terikat mengalami peningkatan, tetapi masih berada di bawah standar yang telah ditentukan 0,22. Peningkatan kadar gliserol terikat biodiesel menandakan bahwa kemampuan adsorpsi aluminium silikat mengalami penurunan karena permukaan adsorben telah tertutupi oleh bahan pengotor, sehingga proses adsorpsi tidak dapat berjalan maksimal.

e. Kadar Air

Air yang terkandung di dalam biodiesel dapat berasal dari bahan baku minyak jarak maupun hasil samping dari proses pembuatan biodiesel, seperti esterifikasi dan reaksi penyabunan pada tahap transesterifikasi. Menurut SNI 04-7182-2006, kadar air maksimal yang diperbolehkan terkandung di dalam biodiesel adalah 0,05. Pengaruh banyaknya volume biodiesel yang dimurnikan terhadap kadar air biodiesel dapat dilihat pada Gambar 27. Gambar 27. Pengaruh Volume Biodiesel yang Dimurnikan dengan Aluminium Silikat terhadap Kadar Air Biodiesel Berdasarkan Gambar 27., nilai kadar air biodiesel kasar sebesar 0,40. Setelah dilakukan pemurnian, nilai kadar air biodiesel turun drastis. Pada awal pemurnian, nilai kadar air biodiesel sebesar 0,19, lalu turun lagi, hingga kadar air tidak dapat terdeteksi walaupun jumlah biodiesel yang dimunrnikan mencapai 8100 ml. Hal ini menandakan bahwa aluminium silikat masih dapat menyerap air dengan sangat baik sampai volume 8100 ml. Berdasarkan hasil semua analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pemurnian biodiesel berjalan efektif hingga volume biodiesel yang dimurnikan mencapai 6300 ml, karena pada volume yang lebih besar lagi, nilai gliserol bebas melebihi standar maksimal yang telah ditetapkan. Hal ini berarti dengan alumunium silikat sebanyak 47,25 gram, kapasitas biodiesel yang dapat dimurnikan adalah sebanyak 6300 ml, atau dengan kata lain, kapasitas adsorpsi adalah 133 ml biodieselg alumunium silikat. 2. Penentuan Konsentrasi Adsorben Terpilih dalam Pasir Kuarsa Penentuan konsentrasi aluminium silikat dalam pasir kuarsa dilakukan dengan tujuan mendapatkan kombinasi adsorben dan pasir kuarsa terbaik, dimana aliran biodiesel dapat meningkat dan proses pemurnian dapat berjalan efektif dan efisien. Proses pemurnian biodiesel menggunakan kolom dalam rangka penentuan konsentrasi aluminium silikat dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar 28. Foto Percobaan Pemurnian Biodiesel Menggunakan Kolom Konsentrasi aluminium silikat dalam pasir kuarsa yang digunakan pada penelitian ini adalah 5, 10, 15, dan 20 bobot aluminium silikatbobot pasir kuarsa. Konsentrasi 20 dipilih karena setelah uji coba berbagai macam konsentrasi, pada konsentrasi inilah biodiesel mulai dapat mengalir, sedangkan pada konsentrasi lebih besar dari 20, biodiesel tidak dapat mengalir. Ratanawan et al 2005 menggunakan campuran montmorillonite dan pasir kuarsa dengan konsentrasi 2 dan 5. Berdasarkan literatur tersebut, maka konsentrasi 5 dipilih sebagai konsentrasi terkecil, karena jika menggunakan konsentrasi 2, dikhawatirkan proses pemurnian kurang efektif. Pemilihan konsentrasi terbaik dilakukan berdasarkan beberapa parameter, yaitu kejernihan biodiesel, pH air pencuci biodiesel, dan waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan biodiesel murni. Hasil pengukuran ketiga parameter di atas dapat dilihat dari penjelasan berikut ini.

a. Kejernihan Biodiesel