memberikan pengaruh yang nyata terhadap perbedaan kadar katalis biodiesel.
c. Kadar Gliserol
Gliserol merupakan hasil samping proses pembuatan biodiesel, yang bersifat polar. Jumlah gliserol yang terkandung di dalam biodiesel
kasar tergantung dari proses pemisahan antara biodiesel dan gliserol setelah reaksi transesterifikasi. Gliserol dapat dihilangkan dari biodiesel
melalui proses pemisahan secara gravitasi. Gliserol bersifat polar, sedangkan biodiesel bersifat nonpolar, sehingga keduanya akan
berpisah dimana gliserol berada di bagian bawah dan biodiesel berada di bagian atas, karena densitas biodiesel lebih kecil sekitar 0,88 gml
daripada gliserol sekitar 1,05 gml. Pemisahan biodiesel dan gliserol ini biasanya dilakukan selama 1
jam. Semakin lama proses pemisahan, semakin banyak gliserol yang terpisah dari biodiesel, sehingga kadar gliserol juga semakin sedikit.
Akan tetapi, proses pemisahan yang terlalu lama tidak efisien untuk diterapkan pada industri, sehingga sisa gliserol yang masih tertinggal di
dalam biodiesel harus dihilangkan dengan cara pemurnian. Gliserol dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu gliserol bebas
dan gliserol terikat, yaitu dalam bentuk mono, di, dan trigliserida. Keberadaan gliserol baik bebas maupun terikat, di dalam biodiesel,
dapat menyumbat injektor bahan bakar dan menambah deposit pada tangki Dugan, 2008.
Gliserol total merupakan jumlah dari gliserol bebas dan gliserol terikat. Menurut SNI 04-7182-2006, maksimal kadar gliserol total yang
boleh terkandung di dalam biodiesel adalah 0,24. Gliserol total biodiesel hasil pemurnian dengan berbagai suhu dapat dilihat pada
Gambar 34.
Gambar 34 Pengaruh Suhu Pemurnian Terhadap Kadar Gliserol Total
Biodiesel Jika dilihat pada Gambar 34., nilai gliserol total biodiesel yang
dimurnikan pada berbagai kondisi suhu, tidak jauh berbeda. Nilai gliserol total ini berada pada kisaran 0,18-0,19 . Hal ini juga
dibuktikan melalui analisis keragaman pada tingkat kepercayan 95, dimana suhu pemurnian tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
gliserol total di dalam biodiesel. Pada percobaan ini juga akan dilihat pengaruh suhu pemurnian
terhadap jumlah gliserol bebas dan terikat yang dapat diadsorb oleh aluminium silikat di dalam kolom. Kadar gliserol terikat diperoleh dari
selisih antara gliserol total dan gliserol bebas. Kadar gliserol bebas biodiesel yang dimurnikan dengan aluminium silikat pada berbagai
suhu pemurnian dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35. Pengaruh Suhu Pemurnian Terhadap Kadar Gliserol Bebas Biodiesel
Jumlah gliserol bebas yang boleh terkandung dalam biodiesel adalah maksimal 0,02 menurut SNI 04-7182-2006. Berdasarkan
Gambar 35., terdapat penurunan kadar gliserol bebas biodiesel yang dimurnikan dengan berbagai suhu pemurnian dari gliserol bebas
biodiesel kasar. Hal ini menandakan bahwa proses pemurnian menggunakan kolom ini mampu menurunkan jumlah gliserol bebas
yang terkandung di dalam biodiesel sampai di bawah standar yang telah ditentukan.
Jika dilihat pada Gambar 35., semakin besar suhu pemurnian, kandungan gliserol bebas di dalam biodiesel semakin kecil. Akan tetapi,
berdasarkan analisa keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 α =
0,05, nilai kadar gliserol bebas ini ternyata tidak berbeda nyata. Dengan demikian, suhu pemurnian tidak berpengaruh nyata terhadap
penurunan kadar gliserol bebas. Gliserol terikat merupakan hasil samping proses transesterifikasi
yang tidak sempurna. Menurut Biodiesel Austindo 2007, gliserol terikat seperti mono dan digliserida dapat bertindak sebagai pengemulsi
yang menyatukan air dan biodiesel, sedangkan adanya air di dalam bahan bakar dapat menjadi residu pada hasil akhir yang terkondensasi
di tangki penyimpanan dan dapat mengurangi daya pembakaran.
Jumlah gliserol terikat yang boleh terkandung di dalam biodiesel maksimal adalah 0,22. Angka ini diambil berdasarkan SNI 04-7182-
2006, dimana maksimal gliserol total yang diperbolehkan di dalam biodiesel adalah 0,24 dan gliserol bebas adalah 0,02. Gliserol
terikat biodiesel hasil pemurnian menggunakan metode kolom pada berbagai suhu dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36. Pengaruh Suhu Pemurnian Terhadap Kadar Gliserol Terikat Biodiesel
Gambar 36. menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan gliserol terikat biodiesel yang telah dimurnikan sampai berada di bawah
standar. Penurunan ini menandakan bahwa proses adsorpsi gliserol terikat oleh aluminium silikat berjalan cukup efektif.
Jika dilihat kembali pada Gambar 36., Biodiesel yang dimurnikan dengan berbagai macam suhu pemurnian mempunyai kadar gliserol
terikat yang tidak berbeda jauh, meskipun ada penurunan kadar gliserol terikat pada suhu pemurnian 80
o
C dan 90
o
C. Berdasarkan analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95
α = 0,05, suhu pemurnian tidak berpengaruh nyata terhadap kadar gliserol terikat biodiesel.
Proses adsorpsi yang terjadi dalam penyerapan seluruh gliserol yang terkandung di dalam biodiesel adalah adsorpsi kimia, karena
terjadi ikatan kimia antara adsorbat gliserol dengan adsorben aluminium silikat. banyaknya muatan-muatan negatif yang terdapat
pada lempeng silikat, dan adanya kemampuan mengion dari gliserol,
menyebabkan aluminium silikat dapat berikatan dengan ion-ion pembentuk gliserol yang memiliki muatan positif. Hal ini
mengakibatkan jumlah senyawa gliserol yang terdapat di dalam biodiesel berkurang.
d. Kadar Air