2.1.2.1 Pengertian Tanah dan Penguasaannya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah yaitu permukaan bumi atau lapisan yang diatas sekali. Pengertian tanah diatur dalam
pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut: “atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud
dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada
dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-
badan hukum”. Menurut Firey dalam Johara 1992 penggunaan tanah menunjukkan
pengaruh budaya yang besar dalam adaptasi ruang, dan berkesimpulan bahwa ruang merupakan lambang bagi nilai-nilai sosial misalnya penduduk sering
memberikan nilai sejarah yang besar terhadap sebidang tanah. Berhubungan dengan pendapat Firey tersebut, Chapin dalam Johara 1992 menggolongkan
tanah dalam tiga kelompok yaitu yang memiliki: 1. nilai keuntungan: yang dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat
dicapai dengan jual-beli tanah dipasaran bebas 2. nilai kepentingan umum: yang berhubungan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat 3. nilai sosial: yang merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan misalnya
sebidang tanah yang dipelihara, peninggalan, pusaka, dan sebagainya, dan yang dinyatakan oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan
pelestarian, tradisi, kepercayaan dan sebagainya. Pertimbangan dalam kepentingan tanah diberbagai wilayah mungkin berbeda
tergantung kepada struktur sosial penduduk tertentu akan diberikan prioritas bagi fungsi tertentu kepada tanah. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka kehidupan
masyarakat tersebut akan dirugikan. Lahan memiliki arti lebih luas dari pada makna tanah, jika mengingat
bahwa tanah merupakan salah satu aspek dari lahan. Pemanfaatan lahan cenderung mendekati pola ke arah pendayagunaan dan pengaturan fungsi
ketatalaksanaan lahan. Menurut Bappenas-PSE-KP 2006 dalam Darwis 2009, pemanfaatan lahan merupakan resultan dari interaksi berbagai macam faktor yang
menentukan keputusan baik perorangan dan kelompok maupun pemerintah.
1
Sama halnya yang tercantum dalam ruang lingkup agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Permukaan bumi sebagai bagian dari bumi juga disebut dengan tanah. Tanah yang merupakan salah satu aspek dari lahan yang dimaksudkan bukan
mengatur tanah dalam segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspek yaitu tanah dalam pengertian yurudis yang disebut hak-hak penguasaan atas
tanah. Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam artian fisik dan dalam arti
yuridis, beraspek privat maupun publik. Penguasaan secara yuridis merupakan penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya
memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang menjadi haknya, misalnya pemilik tanah mempergunakan dan
mengambil manfaat dari tanah yang menjadi haknya, tidak diserahkan kepada pihak lain.
2
Adanya penguasaan secara yuridis walaupun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang hak secara fisik, namun kenyataannya penguasaan
fisik dilakukan oleh orang lain. Misalnya saja, seseorang yang memiliki tanah tidak mempergunakannya sendiri melainkan tanah tersebut disewakan kepada
orang lain. Tetapi ada juga yang penguasaan secara yuridis tidak memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya saja
kreditor atau bank sebagai pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan secara yuridis atas tanah yang telah dijadikan jaminan oleh
pemiliknya. Akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap pada pemegang hak atas tanah.
Menurut Sudiyat dalam Hamid 1992 bahwa demi hidup dan penghidupannya untuk kepentingan setiap bagian fungsi hidupnya pekerjaan,
sandang, pangan, kandang, istirahat dan rekreasi setiap orang membutuhkan penguasaan atas sebagian permukaan bumi walaupun hanya sementara dan tidak
1
Valeriana Darwis. Keragaan Penguasaan Lahan Sebagai faktor Utama Penentu Pendapatan Petani.
Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi
dan Kebijakan
Pertanian. 2009
. http:pse.litbang.deptan.go.idindpdffilesMP_Pros_A8_2009.pdf
. diakses
tanggal 20
November 2010
2
Urip Santoso, S.H., M.H. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Kencana Prenada Media Group.2007, h.73
menentu.
3
Dari hal yang dikatakan di atas jelaslah bahwa penguasaan atas tanah bagi setiap orang merupakan hal yang mutlak adanya baik dalam nama, jenis,
jumlah maupun intensitasnya. Berkaitan dengan intensitas, hak menguasai dapat bergerak mulai dari kadar yang paling lemah hingga kepada bobot yang paling
kuat, seperti
hak pakai,
memetik kemudian
menikmati hasil,
hak memeliharamengelolamengurus, hak memiliki sampai kepada hak mengasingkan
dalam segala bentuk. Ketidakmerataan penguasaan atas tanah pertanian menyebabkan
kemiskinan di desa khususnya bagi para petani. Hak menguasai atas tanah yang lemah menyebabkan para petani kecil tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup
sehari-harinya. Para petani yang menguasai sebagian tanah yang kecil berusaha untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara menyewakan ataupun menjual
tanah yang mereka miliki. Hal ini mereka lakukan karena tanah yang mereka kuasai pun tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka dan mereka terpaksa menjadi
buruh di tanah sendiri. Terjadinya ketidakmerataan akses penguasaan atas tanah ini menjadikan bertambahnya petani tidak bertanah dan mengakibatkan posisi
kaum petani ini termarginalisasi dari kehidupan sosialnya.
2.1.2.2 Pola Penguasaan Lahan