terhadap lahan karena dengan padatnya penduduk maka lahan yang dikuasai pun semakin kecil karena lahan dibagi-bagikan kepada anaknya diwariskan.
5.2 Pola Penguasaan Lahan di Kampung Cijengkol
Pola penguasaan lahan di Jawa cenderung berada diantara dua kutub yang berlawanan yaitu antara pemilikan komunal yang kuat atau hak ulayat dan
pemilikan perorangan dengan beberapa hak istimewa komunal. Akibat adanya tekanan penduduk yang besar dan tidak ada cadangan tanah baru yang dibuka
menjadi tanah pertanian, pola-pola penguasaan perorangan semakin bertambah banyak dengan mengorbankan pengawasan komunal yang dulu pernah ada.
Bentuk-Bentuk penyakapan tanah dan bagi hasil menunjukkan banyak ragam kelenturan dan strata sosial tradisional masyarakat yang telah terganggu. Bentuk
penguasaan lahan di Jawa beragam seperti dijelaskan oleh Wiradi 2009 mengenai land tenure yang memiliki arti hak atas tanah atau penguasaan tanah
dan menguraikan masalah-masalah mengenai status hukum dari penguasan tanah seperti hak milik pacht, gadai, bagi hasil, sewa-menyewa, dan juga kedudukan
buruh tani. Pola penguasaan lahan di Kampung Cijengkol saat ini cenderung lebih ke
arah pemilikan perorangan. Kebanyakan dari warga kampung memiliki dan menggarap sendiri lahan yang mereka miliki sawah dan kebun yang didapat dari
hasil membeli ataupun warisan dari orang tua. Jika dikaitkan dengan “Struktur
agraria” yaitu tata hubungan antar manusia menyangkut pemilikan, penguasaan dan peruntukan tanah menjadi mapan yang menjadikan faktor penentu bangunan
masyarakat secara keseluruhan, juga hubungan sosial manusia dengan manusia yang diartikan mencakup hubungan orang-orang langsung atau tidak langsung
terlibat dalam proses produksi, seperti hubungan sewa antara pemilik tanah dan penggarap, hubungan pengupahan antara petani majikan dengan buruh tani,
hubungan kredit danatau dagang antara pemilik modal dan petani, hubungan petani dengan penguasa melalui mekanisme pajak dan sebagainya terlihat di
kampung ini. Hanya saja hubungan antar manusia dengan tanah secara teknis lebih banyak dibandingkan hubungan orang-orang langsung atau tidak langsung
yang terlibat dalam proses produksi. Tidak dipungkiri juga bahwa hubungan sewa
antara pemilik dan penggarap dan pengupahan buruh tani terlihat juga di kampung ini walaupun tidak banyak. Bentuk hubungan yang sering ada di
kampung Cijengkol adalah pemilik-sekaligus penggarap, bukan pemilik- penggarap, pemilik-bukan penggarap. Tiga bentuk hubungan tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Pemilik-sekaligus penggarap