pada kategori sedang dan 4,35 atau 2 orang yang pendapatannya tergolong tinggi. Pendapatan tersebut didapat setiap kali panen dan biasanya dalam 1 tahun
mereka harus menunggu 4 bulan untuk mendapatkan hasil dari yang mereka tanam karena dalan setahun mereka panen tiga kali. Hal ini menjelaskan bahwa
lahan yang mereka miliki tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mereka memilih melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian untuk
mendapatkan tambahan pendapatan. Pekerjaan di luar sektor lebih menjanjikan dibandingkan bekerja pada sektor pertanian. Dapat dilihat pada Tabel 19 tentang
sebaran tingkat pendapatan yang berasal dari luar sektor pertanian.
Tabel 19 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden di Luar Sektor Pertanian Tahun 2011
Kategori Interval Pendapatan x Rp.1000
Jumlah Persentase
Rendah
≤ 1000 41
89,13
Sedang
1000 x ≤ 2000 4
8,70
Tinggi 2000
1 2,17
Total 46
100,00
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa hampir semua responden melakukan strategi nafkah ganda. Pendapatan yang dihasilkan per bulan dirasa
cukup untuk menutupi kekurangan dari hasil pertanian yang didapat. Pendapatan pada kategori rendah dengan jumlah 41 KK atau 89,13 lebih tinggi
dibandingkan dengan pendapatan pada kategori sedang dengan jumlah 4 KK atau 8,70 dan pendapatan pada kategori tinggi dengan jumlah 1 KK atau 2,17 .
Data menunjukan walaupun pendapatan yang dihasilkan tidak banyak tetapi dirasa cukup untuk menutupi kekurangan yang dirasakan oleh warga Kampung
Cijengkol.
7.5 Ikhtisar
Tingkat penguasaan lahan yang akan diukur dengan variabel kondisi sosial ekonomi yaitu luas lahan. Luas lahan akan diukur dengan variabel tingkat
pendapatan, tingkat pendidikan dan kepemilikan asset dan modal. Tingkat penguasaan lahan yang dilihat dari luas lahan seseorang mempengaruhi tingkat
pendapatannya. Kampung Cijengkol merupakan kampung yang tingkat
penguasaan lahannya beragam. Luas lahan yang dikuasai warga kampung adalah berstatus milik sendiri warisan, menyewa, gadai, dan bagi hasil. Luas lahan yang
warga kuasai akan mempengaruhi tingkat pendapatannya yang dihasilkan dari lahan tersebut yang digarap. Berdasarkan hasil SPSS rank spearman
menyatakan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan tingkat pendapatan sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p0,014alpha 10 persen
artinya korelasi signifikan. Artinya Luas lahan memiliki hubungan positif dengan tingkat pendapatan atau semakin tinggi luas lahan maka semakin tinggi pula
tingkat pendapatan seseorang. Luas lahan jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan di Kampung
Cijengkol adalah tidak memiliki hubungan mempengaruhi. Berdasarkan hasil SPSS menggunakan rank spearman menyatakan bahwa korelasi antara Luas
Lahan dengan Tingkat Pendidikan sebesar 0,816 sangat kuat dan terbalik dengan nilai p0,035alpha 10 persen artinya korelasi signifikan. Artinya Luas Lahan
dengan Tingkat Pendidikan memiliki hubungan negatif atau luas lahan tidak mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang karena tidak adanya kesadaran akan
pentingnya pendidikan sehingga banyak dari warga kampung hanya lulusan SD dan tidak tamat SD.
Luas lahan yang dikaitkan dengan kepemilikan asset dan modal juga tidak ada hubungan mempengaruhi. Berdasarkan hasil SPSS menggunakan rank
spearman menyatakan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan Kepemilikan Aset dan modal sebesar 0,234 lemah dan searah dengan nilai p0,117alpha 10
persen artinya korelasi tidak signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal seseorang.
Pendapatan yang diterima warga dari hasil kegiatan usahatani tidaklah mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga warga mencari tambahan
pendapatan dari kegiatan lainnya. Sebagian besar dari responden melakukan strategi nafkah ganda untuk memenuhi kebutuhan yang tidak mencukupi dari hasil
pertanian. Mereka melakukan kegiatan lain yang dapat dijadikan tambahan pendapatan di luar pertanian karena lahan yang mereka miliki tidak mencukupi
dalam memenuhi kebutuhan, dan lahannya pun kebanyakan diperoleh dari sistem bagi waris. Sistem ini mengakibatkan akses warga terhadap lahan pertanian
menjadi kecil kecuali warga memiliki modal yang kuat untuk dapat membeli atau menyewa lahan dan memperluas penguasaan lahan agar mereka dapat mengakses
lahan tersebut dan mengelola, memanfaatkan dan menikmati hasil dari lahan yang digarapnya.
BAB VIII PENUTUP