mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai dalam masyarakat tradisional; dan
4. ukuran ilmu pengetahuan: ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Namun ukuran tersebut
terkadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif karena bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran tetapi gelar kesarjanaannya.
2.1.3.2 Struktur Pelapisan Masyarakat
Menurut Fadjar dkk 2002 perubahan struktur sosial masyarakat agraris menunjukkan kepada mekanismenya yang mengarah ke bentuk stratifikasi seperti
berlangsungnya sistem pewarisan dan sistem bagi hasil dan ke bentuk polarisasi seperti berlangsungnya sistem pembelian kebun dan penyewaan kebun oleh
petani kaya. Namun, Scott 1989 mengemukakan bahwa bentuk kapitalis dalam pemilikan tanah yang disertai dengan pertambahan penduduk yang pesat telah
mendorong perubahan bentuk struktur sosial masyarakat agraris, terutama tumbuhnya satu kelompok besar yang terdiri dari penyewa tanah dan penggarap
bagi hasil bukan buruh upahan.
7
Terlebih lagi menurut Sajogyo 1985 dan Rusli 1982 menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan semakin
kecilnya persediaan lahan rata-rata per orang, semakin bertambahnya penduduk tak bertanah, dan munculnya fraksionalisasi lahan.
8
Struktur kelas dalam masyarakat desa sangat menekankan fungsi ekonomi dan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dari anggota masyarakat
desa.
9
1. golongan tuan tanah: terdiri dari para pemilik tanah lima sampai ratusan hektar yang disewakan kepada penyakap. Kebanyakan dari mereka merupakan orang
kaya baru dan mampu mengumpulkan tanah selama masa pendudukan Jepang dan Zaman Revolusi;
2. petani kaya: terdiri dari mereka yang memiliki tanah mis: 5-10 hektar tetapi dikerjakannya sendiri. Meskipun golongan ini dapat menyewakan tanahnya,
7
Undang Fadjar. Transformasi Struktural Agraria dan Diferensiasi Sosial pada Komunitas Petani Disertasi. 2009, h. 37
8
Ibid, h.37
9
Justus M van der Kroef.op.cit, h. 161-162
namun mereka lebih senang mempekerjakan buruh tani daripada penyakap untuk menggarap tanahnya;
3. petani sedang: memiliki tanah sampai 5 hektar sekedar cukup untuk kepentingan sendiri dan tidak mempekerjakan buruh tani atau penyakap.
Sebagian besar golongan ini berkecimpung dalam bidang perdagangan hasil surplus pertanian;
4. petani miskin: dicirikan oleh pemilikan tanah yang sempit kurang dari 1 hektar yang tidak mencukupi untuk menghidupi dirinya sendiri dan
keluarganya. Sebagian besar mereka terpaksa bekerja sebagai buruh tani atau petani bagi hasil; dan
5. buruh tani tak bertanah: banyak yang tidak memiliki alat-alat pertanian sama sekali, dan bertempat tinggal diatas tanah orang lain atau menumpang.
Bersama petani miskin, secara politik mereka merupakan unsur yang mudah meledak di masyarakat pedesaan Jawa.
Secara teori, struktur kelas di atas dapat dibagi menjadi lima golongan seperti yang disebutkan di atas. Kenyataannya, desa yang mengalami stratifikasi
sosial berdasarkan luasan tanah yang dimiliki penduduk desa terbagi menjadi empat golongan petani pedesaan yaitu petani kaya berlahan luas, petani berlahan
sedang, petani berlahan sempit dan buruh tani. Hanya 10-20 persen luasan tanah yang dikuasai penduduk desa sedangkan sisanya telah dikuasai oleh mayoritas
orang-orang dari luar desa. Pendapatan rumah tangga masyarakat agraris diperoleh dari kegiatan usahatani yang memerlukan lahan sebagai faktor produksi
utama. Bagi masyarakat desa, kepemilikan atau penguasaan lahan selain mencerminkan kesejahteraan petani juga sangat penting dalam kehidupan
masyarakat desa karena identik dengan status sosial rumah tangga.
2.2 Kerangka Pemikiran