Dampak Ibu Bekerja Terhadap Aspek Spiritual Anak

“Tiap hari ngingetin gitu, kalo subuh bangunin, zuhur dan ashar ngingetin gitu kalo lagi sholat, kan dia sekarang lagi engga nih haid makanya saya diemin aja karna saya tau. Saya sih ngga pernah ngasih tau tentang agama terlalu detail karna dia udah tau dari sekolahnya. Oh kalo dia ngeliatin orang sholat berarti kaya gini caranya, oh kalo orang Kristen begitu yaa kalo temen-temen pada sholat dia engga, jadi dia udah tau sendiri, oh kalo orang kristen dia tetep makan pas yang lain pada puasa. Kaya tetangga depan rumah di tegor sama dia “Mba Yanti orang lagi pada puasa malah makan di depan rumah itu namanya engga sopan.” Dari hasil temuan analisa di lapangan diketahui bahwa ibu “I” mengajarkan anaknya dalam nilai-nilai spiritual. Ketika sibuk dalam bekerja ibu “I” masih menyempatkan dan mengingatkan anaknya untuk selalu sholat. “KK” juga bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak seperti menegur tetangganya yang makan di depan pintu ketika orang sedang berpuasa, yang menurutnya tidak sopan. d Kondisi Spiritual “RMR” Dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual setiap orang tua mengunakan cara yang berbeda. Misalnya ibu “IM” yang menjadikan dirinya sebagai role model untuk “RMR”. “Kalo untuk mengkomunikasikannya ke “RMR”, lebih banyak dicontohin kaya misalnya saya mau sholat ngajak dia, minimal diliatin jadi kita nya yang sebagai role model nya dia, ya biar dia tau juga sih. Dia juga udah bisa hafal do’a kayak mau makan baca do’a makan, sebelum tidur baca do’a tidur surah alfatihah dia udah bisa. Dia juga ikut ngaji di TPA engga jauh dari sini.” 124 124 Wawancara dengan ibu “IM” dari orang tua “RMR”, Cilandak, 19 Juli 2016. Untuk “RMR” sendiri memang lebih cepat menangkap informasi melalui visual, sehingga baik ibu “IM” maupun pengasuhnya mba “B” selalu mengajak “RMR” untuk sholat dan mengaji bersama, dan “RMR” pun akan mengikutinya. Dari data hasil temuan diatas bahwa ibu “IM” dan pengasuhnya “B” sudah menerapkan aspek spiritual di dalam kehidupan sehari-hari.

B. Analisa

Latar belakang ibu memilih bekerja yaitu untuk membantu perekonomian keluarga juga untuk mengembangkan kemampuannya. Namun jika orang tua sibuk bekerja tanpa memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak, cenderung dapat memberikan dampak dalam aspek-aspek perkembangan anak. Oleh karena itu, peneliti menggunakan biopsikososial spiritual serta beberapa teori kelekatan guna melihat bagaimana dampak ibu bekerja terhadap biopsikososial dan spiritual anak. Maka dari itu untuk melihat suatu gambaran anak dengan ibu bekerja, apakah ibu bekerja memberikan dampak terhadap biopsikososial dan spiritual anak, peneliti menggunakan teori yang dianggap relevan dimana dapat dilihat pada bab 2 h.35-36. Berdasarkan data diatas, maka diperoleh analisis sebagai berikut:

1. Kondisi Biopsikososial a. Kondisi Biologis

Berdasarkan hasil temuan lapangan, diketahui bahwa keempat anak yang menjadi subyek penelitian ketika ditinggal ibu bekerja cenderung mempengaruhi perkembangannya. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya perhatian dan pengawasan orang tua akan tumbuh kembang anak mereka. Ditinjau dari aspek kesehatan bahwa tiga dari empat informan yang peneliti temui mengalami gangguan pada kesehatannya. Seperti yang dialami oleh “BP” sebelum ibu bekerja ia sudah mengalami kekkurangan gizi, sesudah ibu bekerja pertumbuhannya pun lambat lihat bab 4, h. 78, “AD” ketika ibu bekerja sering mengalami pusing salah satu faktor yang menyebabkannya karena ketika ibu “S” bekerja di Singapura, “AD” merasa kesepian dan rindu dengan ibunya. Disaat ada masalah ia selalu menceritakannya kepada ibunya, disamping itu ia mendapat tekanan karena permasalahannya yang sedikit banyak mempengaruhi kesehatannya lihat bab 4, h. 79 dan “RMR”saat ibunya bekerja ataupun tidak bekerja memang sudah sering sakit, ia bahkan memiliki riwayat penyakit paru- paru basah. “RMR” juga memiliki riwayat penyakit asma dari ibunya. Bahkan ia juga mengalami gangguan kognitif yakni speak delay lihat bab 4, h. 82.

b. Kondisi Psikologis

Berdasarkan hasil temuan peneliti, aspek psikologis meliputi fase- fase perkembangan anak, jenis-jenis pola pengasuhan, dan status ekonomi orang tua. 1 Fase-fase Perkembangan Anak Berdasarkan hasil temuan lapangan, anak yang ditinggal ibunya bekerja cenderung membawa pengaruh terhadap perkembangan anak. Seperti yang dialami oleh “BP” diusianya yang menginjak usia 7 tahun ia belum mampu mengendalikan sifat emosionalnya dan karena itulah “BP” mengalami penolakan oleh teman sebayanya karena sifat emosionalnya dan selalu memukul lihat bab 4, h. 83. Selain itu “BP” juga belum bisa membaca, menulis, ataupun berhitung padahal seharusnya pada usia “BP” saat ini anak dapat memecahkan masalahnya khususnya tugas-tugas akademis seperti dijelaskan oleh Erick Erikson pada bab 2 hal. 45. Perkembangan yang dimiliki oleh setiap anak memang berbeda-beda. “AD” ketika ibunya sibuk bekerja dan tidak sempat untuk menelpon “AD” lebih memilih untuk mengisi waktu luangnya dengan belajar, sehingga ia hanya memiliki sedikit waktu untuk bermain dan tidak memiliki banyak teman ia merasa cukup memiliki teman “AF” dan “L” saja lihat bab 4 hal. 84. “KK” mampu berkembang sesuai dengan tahap usianya dan menyadari perannya serta mampu menentukan masa depannya kelak lihat bab 4 hal. 86. Berbeda dengan yang ketiga informan diatas “RMR” mengalami speak delay yang mempengaruhinya untuk berhubungan dengan teman sebaya. “RMR” juga pernah menjadi korban bullying oleh temannya, sehingga ketika merasa terancam atau ketakutan “RMR” lebih memilih untuk lari dan mengumpat. Kurangnya perhatian dan bimbingan dari kedua orang tua karena kesibukannya dalam bekerja serta kurangnya komunikasi menjadi pemicu utama dalam fase-fase perkembangan anak lihat bab 4 h. 87.