Profil Informan 4 GAMBARAN UMUM KELURAHAN CILANDAK BARAT

temui. Peneliti tidak terlalu banyak melakukan komunikasi dengan “RMR” dikarenakan ia mengalami speak delay atau keterlambatan bicara. “RMR” saat ini berusia 6 tahun, namun sampai sekarang “RMR” tidak dapat berbicara dengan baik karena mengalami speak delay bahkan untuk berkomunikasi pun sulit. ”RMR” juga memiliki gangguan kesehatan lain seperti paru-paru basah dan asma yang ternyata juga dimiliki oleh ibu “IM”. Cara berbicara “RMR” pun kurang jelas, ketika ditanya ia akan mengikuti atau mengulang pertanyaan tersebut. “RMR” ketika pertama kali bertemu dengan orang baru responnya sedikit pemalu, namun lama-kelamaan ia tidak malu lagi. “RMR” pernah menunjukkan ketakutannya ketika bertemu dengan 2 orang teman sekolahnya dan itu terjadi hanya kepada mereka berdua saja. Kedua orang temannya itu merupakan anak kembar berjenis kelamin laki-laki yang sering menjaili dan suka berbuat nakal kepadanya. “RMR” ketika bertemu dengan teman yang lain “RMR” ikut berbaur dan bermain bersama. Bisa dilihat “RMR” dalam melakukan komunikasi, lebih banyak menunjukkan emosinya untuk mengekspresikan perasaannya karena ia mengalami speak delay. Ketika ditinggal ibunya bekerja usia “RMR” masih 10 bulan dan dirawat oleh pengasuh yang merupakan sepupu dari ibu “IM”. Selain karena diasuh oleh pengasuh yang pendiam, ibu “IM” juga jarang melakukan komunikasi dengan “RMR” sehingga kosa kata yang dimiliki oleh “RMR” sangat sedikit. Peneliti menggali informasi dari “RMR” dengan cara menonton video anak-anak, bermain game, dan menggambar. Namun hanya sedikit informasi yang didapatkan karena “RMR” yang takut terhadap orang baru dan speak delay. “RMR” tinggal di salah satu apartemen yang berada di kawasan Cilandak, dan jarang melakukan interaksi dengan teman sebaya di lingkungan tempat tinggalnya karena masyarakat di apartemen lebih kepada budaya individualis. “RMR” berinteraksi dengan teman sebaya hanya pada sore hari di taman, selain itu faktor keterlambatan bicara juga membuatnya sulit untuk berkomunikasi dalam membangun relasi dengan teman sebaya. “RMR” sekarang sudah lulus TK, perkembangan “RMR” pun terbilang lambat. Ketika usianya 3-5 tahun “RMR” pernah dibawa untuk terapi bicara dan terapi motorik di bawah pengawasan Psikolog dan Psikiater. Tahun pertama di taman kanak-kanak ia masih terus didampingi oleh pengasuhnya termasuk dalam mewarnai, di tahun ke 2 “RMR” sudah bisa menulis dan mewarnai, sudah bisa menghitung, dan mengetahui warna. Hanya saja ketika akan menanyakan warna, kita harus mengeja awalan hurufnya terlebih dahulu. Ketika ingin mengajak “RMR” untuk berkomunikasi juga kita harus mengulang-ulang nya sampai ia paham.

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS

Berdasarkan data penelitian, bab ini akan menjelaskan tentang dampak Biopsikososial spiritual pada anak dengan ibu yang bekerja dikaji dalam perspektif bio, psiko, sosial, dan spiritual. Adapun sub bab yang akan dibahas diantaranya ialah dampak ibu bekerja terhadap aspek biologis atau kesehatan anak, dampak ibu bekerja terhadap aspek psikologis anak, dampak ibu bekerja terhadap aspek sosial anak, dampak ibu yang bekerja terhadap spiritual anak juga bagaimana kelekatan yang terjalin antara anak dengan ibu yang bekerja serta diskusi mengenai gender dan perempuan bekerja.

A. Temuan Lapangan 1. Kondisi Biopsikososial Anak dengan Ibu Bekerja

a. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Aspek Kesehatan Anak

Seperti yang diketahui dari media cetak ataupun elektronik yakni majalah, koran, buku, maupun artikel-artikel di internet, banyak ditemukan dampak ibu bekerja terhadap perkembangan anak. Apalagi jika usia anak saat ditinggal ibu bekerja masih sangat kecil yang merupakan masa golden age. Dampak yang ditimbulkan salah satunya terhadap aspek kesehatan anak, meskipun tidak semua anak mengalami masalah kesehatan ketika ditinggal ibunya bekerja. 1 Kondisi kesehatan “BP” “BP” merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, berusia 7 tahun. Berat badan “BP” yaitu ± 17 kg dengan tinggi badan ± 95cm dan kulitnya berwarna coklat. Memiliki bola mata berwarna hitam, bentuk wajah bulat dengan rambut pendek hitam. “BP” ketika ditinggal ibunya bekerja berusia 5 tahun. Saat masih balita sebelum ibu “SP” bekerja “BP” sudah mengalami gangguan kesehatan pada dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh ibu “SP” berikut ini: “Setiap bulan sih ada posyandu disini, pokoknya yang tahu tentang pertumbuhannya si “L”. Dulu waktu masih kecil dia emang pernah masuk gizi kurang, setiap bulan dapet susu dari kelurahan.” 82 Hal senada juga disampaikan oleh “L” yakni sebagai kakak sekaligus pengasuhnya : “Ya gimana yak, anaknya tumbuhnya termasuk lambat, timbangannya gak naek-naek, badannya kecil. Dulu juga sering dibawa ke posyandu. Tapi dia makan apa aja mau, dulu pernah nimbang cuma sembilan kilo kurang gizi. Suka dikasih susu dari posyandu biar berat badannya naik.” 83 Dari pernyataan ibu “SP” dan “L” di atas memang terlihat bahwa “BP” dari sebelum ditinggal ibunya bekerja, memang sudah menderita kekurangan gizi dan perkembangannya lambat. Ketika kekurangan gizi “BP” selalu mendapatkan bantuan susu dari kelurahan Cilandak Barat untuk menaikkan berat badannya 82 Wawancara dengan pengasuh “bule” dari informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016. 83 Wawancara dengan pengasuh “L” dari informan “BP”, Cilandak, 8 Juni 2016. Dari hasil temuan analisa di lapangan dengan ibu “SP”, “L” sebagai pengasuh nya serta hasil observasi di lapangan, dapat diketahui bahwa sebelum ibu “SP” bekerja “BP” termasuk anak yang kekurangan gizi ini terlihat ketika “BP” mengikuti kegiatan Posyandu di lingkungannya. Ketika ibu “SP” bekerja pun perkembangan “BP” terbilang lambat seperti belum bisa membaca dan menulis diusianya yang sudah menginjak 7 tahun. 2 Kondisi kesehatan “AD” “AD” merupakan anak pertama dari dua bersaudara, berusia 11 tahun dengan postur badan tinggi. Berat badan “AD” yaitu ± 25kg dengan tinggi badan ± 143cm dan kulitnya berwarna kuning langsat. Memiliki bola mata berwarna coklat, bentuk wajah oval dengan rambut pendek bergelombang. Sewaktu ibunya belum bekerja dan setelah bekerja “AD” tidak memiliki riwayat penyakit serius. Ketika peneliti menanyakan kesehatannya semenjak ditinggalkan ibunya bekerja, berikut penuturan “AD” berikut ini: “Selama mamah kerja di sana, kalo ada masalah engga pernah cerita paling kalo mamah engga sibuk ceritanya lewat telpon. Kadang kepikiran terus pusing, kalo lagi pusing jarang bilang, diem aja biar engga ngerepotin. Jarang minum obat warung paling cuma minum aja, kata bule jangan sembarang minum obat enggak boleh.” 84 “AD” hanya menceritakan permasalahannya kepada ibu “S” sehingga ketika ibu sibuk bekerja ia tidak menceritakan 84 Wawancara dengan informan “AD”, Cilandak, 1 Juni 2016.