Fase-fase Perkembangan Psikososial Anak 1 Fase-fase Perkembangan “BP”
Mulai menyadari sifat-sifat kesukaan dan ketidaksukaannya. Kegagalan pada masa ini menyebabkan anak kebigungan peran,
sering muncul perasaan keragu-raguan dan bahkan menarik diri dari lingkungan. Seperti yang terjadi pada diri “AD” dimana ia
mulai menyadari hal-hal yang disukainya seperti bercerita kepada ibu “S” tentang kegalauannya. Hal yang tidak disukainya seperti
bergaul dengan teman sebaya yang menurutnya terlalu berpikir dewasa. Seperti yang diucapkan “AD” berikut ini:
“Paling sama mama aja curhat, sama adek juga, sama bule kalo sama temen jarang. Kalo di sekolah main sendiri mulu,
soalnya disono pikirannya tinggi terlalu dewasa. Jadi engga boleh main sama yang terlalu dewasa engga bagus”.
92
Ketidaksukaan “AD” bergaul dengan teman sebaya yang bersikap dewasa membuatnya menarik diri dari teman-temannya.
Oleh karena itu “AD” tumbuh menjadi anak yang asosial. Dimana ia tidak memiliki banyak teman karena kurang bergaul dan
membatasi dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain. Mengasumsikan bahwa semua temannya bersikap dewasa, ia hanya
bermain dengan adiknya “AF” atau dengan “L” yang merupakan teman dekatnya. “AD” juga ingat akan pesan ibunya untuk tidak
terlalu banyak bermain dan perbanyak belajar, oleh karenanya “AD” lebih mengutamakan belajar dari pada bermain atau
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
3 Fase-fase Perkembangan “KK”
92
Wawancara dengan informan “AD” Cilandak, 1 Juni 2016.
“KK” saat ini berusia 13 tahun. Dalam tahap ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, siap
untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat yang bersifat menyesuaikan diri. Anak mulai menyadari sifat-sifat
yang melekat pada dirinya sendiri seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya
sendiri. “KK” sendiri Seperti yang diungkapkan oleh ibu “I” bahwa ia
memberikan kebebasan anaknya untuk menentukkan masa depannya sendiri dan memberikan kebebasan untuk berteman
dengan siapa saja. Ia hanya memberikan saran kepada “KK” dalam menentukkan masa depannya kelak. Ibu “I” selalu mendukung apa
yang menjadi pilihan “KK” juga tidak akan memarahinya. Berikut penuturan ibu “I”:
“Kalo menyangkut masa depannya terserah dia, kalo mau ikutin saran orang tua yaa jadi guru agama, pernah juga gurunya nyaranin
supaya “KK” nantinya dijadikan guru agama. Ikutin kemauan dia aja, engga pernah saya maksa yang penting sesuai sama
kemampuannya. Saya juga engga pernah larang-larang dia buat berteman sama orang, yang penting jangan keblabasan taulah dia
mana yang baik dan enggak”.
93
Dari data diatas diketahui bahwa ibu “I” memberikan kepada anaknya kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri.
Begitupun dalam pergaulan ibunya tidak melarang “KK” untuk bergaul dengan siapapun. Hal inilah yang membuat “KK” tumbuh
menjadi anak yang penuh percaya diri dalam berinteraksi dengan
93
Wawancara dengan ibu “I” dari orang tua “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
teman sebaya, misalnya ikut bermain marawis yang biasanya kegiatan itu dilakukan oleh anak laki-laki. Berikut penuturan
“KK”: “Paling suka kalo belajar tentang agama, suka ikut ekstrakulikuler
marawis, saya jadi vokalnya. Emang sih cowok semuanya tapi pede aja lagian dibolehin sama gurunya”.
94
Mampu mengambil keputusan dengan menyadari kekurangan dan kelebihan dirinya, serta adanya rasa kepercayaan diri merupakan
remaja yang berhasil dalam mencapai suatu identitas diri. Dari informasi diatas terlihat bahwa ibu yang bekerja tidak
mempengaruhi fase dalam perkembangan psikologis “KK”.
4 Fase-fase Perkembangan “RMR”
“RMR” saat ini berusia 6 tahun dimana ketika ditinggal ibunya bekerja waktu itu usianya masih 10 bulan. Pada tahap ini
seharusnya anak memiliki kemampuan untuk berhubungan dengan teman sebaya. Salah satu cara membangun hubungan dengan
teman sebaya adalah berkomunikasi. Namun saat ini “RMR” mengalami speak delay dimana ia mengalami keterlambatan
bicara. Ibu “IM” sendiri mengakui bahwa kurang membimbing dan memperhatikan
tumbuh kembangnya
menjadi salah
satu penyebabnya. Seperti yang dijelaskan oleh ibu “IM” sebagai
berikut: “Iya, sebenernya salah dari awal saya tidak membimbing anak saya
di saat masa gold nya dia. Jadi dia dirawat sama mbak nya yang pendiem, yaa tugasnya dia hanya cuma ngasih makan aja dan
94
Wawancara informan “KK”, Cilandak, 30 Mei 2016.
jagain, jadi engga ada komunikasi apa-apa. Untuk saat ini anak saya masalahnya speak delay yaitu terlambat bicara.”
95
Karena “RMR” mengalami keterlambatan bicara ia sempat menjadi korban bully oleh 2 orang temannya, sehingga ia memilih
untuk menghindarinya ketika bertemu di TK. Berikut penuturan pengasuh “B”:
“Pernah dia waktu TK kemarin kerena diisengin sama temennya akhirnya dia jadi takut deketin temennya itu,
tapi kalo sama temen-temennya yang lain biasa aja. Kalo ketemu misalnya sama temen yang dua itu aja dia
lari, terus ngumpet. Emang si “RMR” engga pernah bilang tapi temennya suka bilang ke saya, katanya suka
diisengin sama yang dua kembar itu sampe pernah saya bilang ke temennya yang dua itu “kamu jangan nakal
yaa, si “RMR” kan anaknya gak pernah iseng gak pernah nakal” terus mereka cuma jawab iya tapi tetep
aja begitu lagi. Mereka berdua memang terkenal iseng sama siapa aja begitu, jangankan ke temen-temen ke ibu
gurunya pun dia berani ya ngeludahin lah kalo setau orang tuanya mah anak nya baik sholeh lah tapi kalo di
sekolah anaknya begitu.”
96
Selain itu “RMR” tidak memiliki teman dekat baik dilingkungan rumahnya ataupun lingkungan sekolahnya. Dari data
diatas juga dapat diketahui bahwa ibu yang bekerja mempengaruhi fase perkembangan pada “RMR” yaitu “RMR” mengalami speak
delay yang mempengaruhinya untuk berhubungan dengan teman sebaya.