Manfaat Penelitian Tinjauan Pustaka
11
interpretannya. Dalam beberapa sisi, pandangan Hall ini bisa dikatakan atau diapropriasi dengan mitologi Roland Barthes. Dalam hal ini, proses penandaan
dalam analisis suatu teks bisa ditafsirkan sebagai investigasi politis yang ada dalam suatu teks atau suatu representasi.
Hall juga menambahkan jika interpretasi terhadap konsep reprsentasi tidak akan pernah selesai. Interpretasi akan terus berproses menghadirkan pemaknaan-
pemaknaan baru sehingga tidak akan bisa dikat akan jika “makna” suatu hal
merupakan makna akhir atau kebenaran yang absolut. Hal ini menandakan jika dalam proses pemaknaan ini, representasi akan terus menghadirkan dimensi-
dimensi yang dapat dipakai untuk melihat pertarungan wacana yang ada di dalamnya.
Konsep representasi merupakan salah satu konsep yang cukup penting dalam ranah kajian budaya. Representasi menghubungkan bahasa dan makna
dalam budaya. Representasi merupakan bagian dari proses ketika satu makna dibentuk atau dipertukarkan di antara anggota suatu kelompok budaya Hall,
1997: 17. Dalam representasi sendiri ada tiga pendekatan. Pendekatan pertama
adalah pendekatan reflektif. Pendekatan ini membahas cara bahasa mencerminkan suatu makna yang telah ada perihal di dalam objek, masyarakat, ataupun fenomen-
fenoman yang terjadi. Pendekatan lainnya adalah pendekatan intensional. Pendekatan ini memfokuskan analisisnya ucapan, pikiran, atau makna yang
sengaja ditekankan oleh seseorang. Pendekatan ketiga adalah pendekatan konstruksionis constructionist. Pendekatan ini menitikberatkan pada makna
suatu wacana yang dikonstruk untuk tujuan tertentu Hall, 1997: 15. Representasi adalah satu ranah yang bertujuan untuk membentuk suatu hal
atau membentuk suatu pemaknaan. Makna yang dihasilkan dalam proses ini adalah makna yang diproduksi dan dibentuk. Hall 1993 dalam Cultural Identity
and Diaspora menjelaskan:
12
“Practices of representation always implicate the positions from which we speak or write- the positions of enunciation. What recent theories of
enunciation suggest is that, though we speak, so to say in our own name, of ourselves and from our own experience, nevertheless who speaks, and
the subject who is spoken of, are never identical, never exactly in the same place
. “ Kutipan di atas sangat jelas menunjukkan jika dalam representasi akan
terselip satu kepentingan yang sedang dibangun. Hubungan representasi dengan apa yang dipresentasikan tentulah berpijak pada posisi subjek yang berbicara atau
menciptakan representasi dan subjek yang direpresentasikan. Hal ini menandakan jika ada jarak atau jalur yang hadir atau dihadirkan dari yang dipresentasikan.
Hall juga menambahkan penjelasannya dengan menarasikan representasi bangsa kulit hitam. Hall menjelaskan the ways in which black people, black
experiences, were positioned and subject-ed in the dominant regimes of representation were the effects of crtical exercise of cultural power and
normalization. Not only, in Saids Orientalist sense, were we constructed as different and other whitin the categories of knowledge of the West by those
regimes. They had the power to make us see and experience ourselves as “Other”. Every regime of representation is a regime power formed
.” Kutipan di atas menjelaskan representasi merupakan tindakan politis dari penguasa. Ini
mengindikasikan jika representasi menjadi ruang untuk mengkonstruk atau memposisikan suatu subjek. Upaya ini dilegitimasi oleh jaringan kekuasaan yang
melibatkan pengetahuan di dalamnya. Tentu saja, hal ini berlaku dalam konteks identitas. Representasi yang
telah dikutip dari Hall di atas mempertegas jika representasi-representasi terkait identitas akan selalu memiliki kepentingan. Alhasil, kepentingan yang
dikonstruksi ini akan bermuara pada gagasan jika representasi itu sendiri bersifat politis. Untuk keperluan penelitian ini, konsep representasi dipakai untuk melihat
ruang identitas yang dibentuk atau ditawarkan dalam novel.
13