Metode Deskriptif dan Analisis Isi

23

2.1 Relasi Masyarakat Batak dan Alam

Lingkungan akan menjadi topik utama yang ada dalam analisis di sini. Lingkungan di sini pun sebenarnya mencakup aspek-aspek yang ada di dalamnya, baik yang melibatkan unsur tanah, air, maupun udara. Untuk itulah, hal ini mendapatkan posisi yang cukup sentra bagi manusia Batak, khususnya mengingat relasi masyarakat Batak terkait dengan alamnya. Salah satu poin yang bisa dilihat dari relasi masyarakat Batak dengan alam lingkungannya dapat dilihat pada letusan gunung api Toba, sekitar 740.000 tahun lalu. Ledakan gunung yang dibicarakan dalam ranah meteorologi dan geofisika, diklaim sebagai salah satu letusan terbesar di dunia. Akan tetapi, klaim ini tidak sesuai dengan masyarakat Toba dalam melihat letusan Gunung Api Toba yang berasa dalam lingkungan area Danau Toba. Bagi masyarakat Batak, ini lebih merupakan kisah masa lalu yang dibawa secara tiba-tiba dalam bentuk teori letusan gunung. Ini sangatlah terasa asing mengingat dalam perspektif kebudayaan Batak, Danau Toba merupakan sumber kehidupan dan berkah debata Tuhan yang memiliki nilai spiritual dan nilai ekonomi di dalamnya. Untuk itulah, kelestarian Danau Toba menjadi atensi seluruh masyarakat di Tanah Batak. Sebagai contoh, letusan gunung Sinabung pada 2010 juga tidak mampu mengubah persepsi masyarakat Batak terkait kealamannya. Tradisi dan upacara pemujaan yang dilakukan pun, umumnya tetap dilakukan. Hal ini merupakan simbolisasi doa-doa memohon keselamatan dari gagal panen, banjir, longsor, atau penyakit, tetapi tidak secara khusus mengaitkannya dengan bahaya aktivitas gunung api. Kosmologi pemikiran masyarakat Batak yang tampak di sini adalah persepsi gunung api alam yang dilihat bukan sebagai sumber masalah. Hal ini juga dapat dilihat dalam catatan yang dilansir Litbang Kompas 2011, gunung aktif terdekat yang dikenal di Tano Batak adalah Pusuk Buhit di dekat Pangururan, Ibu Kota Kabupaten Samosir, yang belum pernah mengirim petaka kepada masyarakat. Hubungan masyarakat dengan Gunung Pusuk Buhit merupakan hubungan mitologis bernuansa sejarah. Gunung Pusuk Buhit dipercaya 24 masyarakat sekitar Danau Toba sebagai gunung sakral, yang mampu memberikan perlindungan dan berkah bagi mereka yang mengunjungi dan melantunkan doa di sana. Bagi masyarakat Batak Toba, bencana lebih dikaitkan dengan persoalan kelestarian alam dan dampak perusakan hutan, serta perubahan sosial, daripada bencana yang diakibatkan oleh letusan gunung atau gempa. Persoalan yang diakibatkan oleh alam akan ditafsir sebagai siklus lingkungan yang biasa. Persoalan bencana alam pun tidak terlalu banyak berdampak pada identitas Batak Toba. Hal inilah yang sedikit berbeda jika bencana disebabkan oleh dunia “industri” atau dalam bahasan bab ini, adalah bencana yang diakibatkan oleh PT.IIU. Salah satu unsur lingkungan yang mendapat posisi vital atau penting dalam masyarakat Batak Toba adalah tanah. Tanah dalam kehidupan masyarakat Batak Toba meliputi beberapa dimensi hidup bagi masyarakat Batak Toba. Hal inilah yang akan penulis deskripsikan dalam pembahasan berikut ini. Eratnya keterkaitan orang batak dengan tanah, secara implisit tersirat dalam alam pikiran dan cita-cita hidup masyarakat Batak Toba yang mendasari seluruh aspek kehidupannya. Bagi orang Batak Toba, misalnya cita-cita itu ialah mencari hamoraon kekayaan, hasangapon kehormatan, dan Hagabeon keturunan inherent dengan unsur tanah Simanjutak, dkk. 2015: 3. 4 Inherent yang dimaksud tentulah keterlibatan tanah dalam menggapai cita-cita manusia Batak. Manifestasinya sendiri dapat diwujudkan dengan beragam cara. Cita-cita hamoraon terkait tanah sebagai produksi ekonomi keluarga. Hasangapon sendiri dapat dicapai dengan tetap mempertahankan tanah leluhur kepada generasi berikutnya. Selain itu, mitologi kehidupan orang Batak dilukiskan seperti sebuah pohon harihara pohon beringin yang menjulang tinggi dari benua bawah hingga benua atas yang dinamakan juga harihara sundung di langit. Pohon inilah yang 4 Bungaran. A. Siamanjuntak, dkk. Karakter Batak: Masa Lalu, Kini, dan Masa Depan 2015. Buku ini berisi ulasan tentang perubahan karakter masyarakat Batak dari dulu hingga sekarang.