Konsep Identitas Kultural Landasan Teori

18 Pemosisian menjadi kata kunci dalam pemahaman identitas kultural Hall. Kata “posisi” telah menghadirkan dua hal. Pertama, hal ini akan terkait dengan pihak yang memposisikan dan pihak yang diposisikan. Hal ini tentu saja menggunakan media representasi apapun. Dalam kerangka ini, penulis melihat jika representasi adalah ruang politis. Oleh karena itu, identitas kultural pun bisa ditafsirkan sebagai ruang politis. Kedua, identitas kultural atau identitas etnis merupakan ruang identifikasi. Meminjam terma Lacan, identitas kultural dalam perkembangannya merupakan hasil idealisasi atau apropriasi dari wacana yang mengelilinginya. Dengan kata lain, identitas kultural tidak bisa dipahami lagi sebagai kesamaan nasib dan kesamaan kode-kode budaya dari suatu komunitas saja. Identitas budaya sebaiknya dilihat sebagai entitas yang terus akan selalu diproduksi, akan selalu tidak stabil, dan akan selalu teridentifikasi dengan wacana yang ada. Untuk itu, perlu dilihat kembali mekanisme representasi atau mekanise kekuasaan yang menggunakan wacana untuk melihat identitas budaya suatu kelompok sosial. oleh karena itu, identitas budaya adalah terma yang sangat politis. Hall menambahkan : “Cultural identities are the points of identification, the unstable points of identification or suture, which are made, within the discourse of history and culture. Not an essence but a positioning. Hence, there is always a politics of identity, a politics of position, which has no absolute guarantee in an unproblematic, transcendental “law of origin” 1.7.Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini ingin menjelaskan dan menggambarkan politik identitas etnis Batak Toba yang terangkum dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba. Setidaknya ada dua metode penelitian yang digunakan, yaitu metode deskriptif dan metode analisis isi.

1.7.1 Metode Deskriptif dan Analisis Isi

Metode dekriptif merupakan metode penelitian yang memfokuskan pada penggambaran atau deskripsi. Deskirpsi di sini bisa merupakan hasil klasifikasi, 19 hasil pengamatan, ataupun hasil pembacaan. Metode deskripsi penulis gunakan dalam dua level. Level pertama, penulis menggunakannya untuk deskripsi wacana public tentang Indorayon. Deskripsi yang dilakukan pun meliputi masalah- masalah yang ada di seputar PT.IIU dan korelasinya dengan masyarakat Batak Toba. Level kedua adalah deskripsi yang dilakukan untuk mendeskripsikan data- data tekstual novel. Data yang berupa kutipan-kutipan ini penulis deskripsikan guna menjadi bahan analisis. Setelah itu, secara khusus, metode penelitian yang akan dilakukan adalah metode analisis isi content analysis. Metode analisis ini menjadi metode yang dominan penulis pakai. Metode ini dipakai untuk menyisir narasi yang ada dalam novel dan menganalisis identitas batak yang ada dalam novel. Neuendorf 2002: 2 memberikan penjelas perihal analisis isi. Penjelasanya dapat dilihat pada kutipan berikut ini: “Content analysis may be briefly defined as the systematic, objective analysis of mesaage characteristic. It includes the careful examination of human interactions; the analysis of character in tv commercials, film, and novel; the computer-driven investigation of word usage in newsreleases and political speeches; and so much more”. Dalam pembahasannya, Hijmans dalam Neuendorf, 2002 : 5 ada beberapa domain utama dalam analisis ini, yaitu analisis retorik, analisis naratif, analisis wacana, analisis struktural, analisis interpretatif, analisis percakapan, analisis kritis,dan analisis normatif. Dalam penelitian ini secara khusus yang digunakan adalah analisis naratif. “This technique involves a description of formal narrative structure; attention focuses on characters – their difficulties, choices, conflicts, complications, and developments. The analyst is interested not in the text as such but in characters as carriers of the story. The analysis involves reconstruction of the composition of narrative Neuendorf, 2002 : 5.”

1.7.2 Teknik Pengumpulan Data.

Data utama dalam penelitian ini adalah novel. Untuk analisis isi, penulis mengumpulkan data dengan menganalisis isi novel dengan didasarkan pada identitas batak toba yang terpresentasikan di dalam novel. Data-data ini dapat 20 berupa kata, kalimat, dialog, ataupun kejadian yang ada dalam novel. Semua ini terkait dalam politik idenitas yang ada dalam novel.

1.8 Sumber Data

Penelitian ini adalah penelitian literatur sehingga sumber data yang dominan adalah litarutur atau pustaka. Dalam penelitian ini, literatur utama yang digunakan adalah novel “Bulan Lebam di Tepian Toba” karya Sihar Ramses Simatupang. Lalu dalam analisis selanjutnya literatur yang dominan digunakan ada dua buku. Buku pertama berjudul “Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Studi Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat Batak VS PT.Indorayon Utama di Sumatera Utara” karya Dimpos Manalu. Buku kedua berjudul “Orang- orang yang Dipaksa Kalah: Penguasa dan Aparat Keamanan Milik Siapa?” karya Saur Tumiur Situmorang,dkk.

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disusun dalam lima bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar balakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua merupakan deskripsi wacana publik tentang Indorayon. Hal ini menjadi salah satu teks bandingan perihal realita yang terjadi dalam masyarakat Batak. Bab ketiga merupakan analisis reprsentasi “kebatakan” dalam novel “Bulan Lebam di Tepian Toba”. Bab keempat merupakan analisis yang berisi kritik yang ditawarkan oleh novel Bulan Lebam di Tepian Toba ” terkait identitas batak toba yang ada dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba. Bagian akhir dari penelitian ini adalah bab lima, yaitu penutup. Bab ini berisi kesimpulan. 21

BAB II Wacana Publik Tentang Indorayon

“Ini kampung nenek moyang kami, kenapa kami di sini dilarang mengambil kayu untuk memasak nasi, padahal PT. Inti Indorayon Utama selanjutnya disingkat: IIU boleh menghabiskan hutan ini? Tempo dalam Situmorang, dkk., 2010: viii. Satu kutipan di atas menjadi pembuka pembahasan dalam bab ini. Kutipan di atas merupakan bagian pembuka Sekapur Sirih dari buku “Orang-Orang yang Dipaksa Kalah; Penguasa dan Aparat Keamanan Milik Siapa? ” Kutipan di atas menjadi dasar pemikiran perihal salah satu problem atau masalah kebatakan yang terjadi dalam masyarakat Batak, khususnya Batak Toba. 3 Salah satu persoalan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba hingga saat ini adalah operasional PT.IIU. Keberadaan pabrik kertas ini memberikan dampak yang tidak sedikit dalam kehidupan masyarakat Batak. Hal inilah yang membuat penulis memosisikan PT.IIU pada pusat pembahasan bab ini. Keberadaan PT.IIU yang sejak dekade 1980‟an masih menunjukkan perannya dalam berelasi dengan masyarakat Batak Toba. Isu lingkungan, tanah adat, politik, dan dominasi kekuasaan di dalamnya menjadikannya sebagai salah satu wacana yang memiliki ekses pada diskursus identitas etnis Batak Toba. Penelitian ini sendiri konteksnya adalah melihat politik identitas etnis Batak yang ada dalam novel Bulan Lebam di Tepian Toba. Novel ini meletakkan persoalan tanah dan relasi PT.IIU di dalamnya. Untuk itulah penulis memposisikan PT.IIU dengan dinamika permasalahan yang ada sebagai pokok bahasan bab ini. Tentu saja, hal ini difungsikan untuk memperlihatkan PT.IIU yang berkolerasi dengan persoalan identitas etnis Batak. Dalam kerangka inilah, penulis mencoba akan memperlihatkan persoalan PT.IIU yang telah menjadi 3 Catatan pembuka yang dilakukan oleh Saur Tumiur Situmorang, dkk. Buku yang berjudul Orang-Orang yang Dipaksa Kalah 2010. Buku ini berisi laporan tertulis perihal kerugian yang dirasakan masyarakat Batak Toba terkait wacana PT.IIU 22 wacana publik dalam hubungannya dengan perubahan yang terjadi di Tanah Batak. Perubahan yang terjadi di Tanah Batak dengan operasional PT.IIU menyentuh aspek lingkungan, masyarakat, ekonomi, dan sosial. Dalam uraian yang terkait dengan lingkungan, pertama-tama penulis akan mendeskripsikan relasi manusia Batak terhadap alam atau lingkungannya. Ini digunakan untuk memperlihatkan bahwa alam atau lingkungan menjadi salah satu dimensi sentral dalam kehidupan masyarakat Batak. Pembahasan terkait lingkungan ini pun akan difokuskan pada aspek tanah. Pembahasan ini akan digunakan untuk memperlihatkan operasional PT.IIU dibaca sebagai satu “stimulan” persoalan tanah lahan yang pada akhirnya akan menyentuh persoalan identitas etnis Batak. Dalam hubungannya dengan PT.IIU inilah akan diperlihatkan jika tanah yang awalnya memiliki dimensi yang sangat penting bagi manusia Batak dikomodifikasi oleh pelaku industri PT.IIU menjadi objek materil nir-makna. Di sini akan diperlihatkan masuknya kapitalisme khususnya dalam hal tanah. Selain itu, subbab ini akan diposisikan sebagai penanda jika PT.IIU menjadi “masalah” yang turut “menggores identitas etnis Batak. Subbab selanjutnya adalah persoalan PT.IIU itu sendiri. Dalam subbab ini akan dideskripsikan terkait operasional PT.IIU, masalah yang ditimbulkannya, dan dinamika perjuangan masyarakat Batak dalam melawan PT.IIU. Dengan kata lain, PT.IIU telah menjadi wacana publik. Pembahasan ini akan difungsikan untuk memperlihatkan PT.IIU dominan dibicarakan karena dampak perusakan lingkungan dan dampak ekonomi yang akhirnya merugikan masyarakat Batak. Walau menyentuh aspek dampak sosial juga, akan tetapi pembahasan ini melihat arus utama yang menjadi dasar perlawanan masyarakat Batak adalah perusakan lingkungan dan eksesnya pada pendapatan ekonomi masyarakat Batak. 23

2.1 Relasi Masyarakat Batak dan Alam

Lingkungan akan menjadi topik utama yang ada dalam analisis di sini. Lingkungan di sini pun sebenarnya mencakup aspek-aspek yang ada di dalamnya, baik yang melibatkan unsur tanah, air, maupun udara. Untuk itulah, hal ini mendapatkan posisi yang cukup sentra bagi manusia Batak, khususnya mengingat relasi masyarakat Batak terkait dengan alamnya. Salah satu poin yang bisa dilihat dari relasi masyarakat Batak dengan alam lingkungannya dapat dilihat pada letusan gunung api Toba, sekitar 740.000 tahun lalu. Ledakan gunung yang dibicarakan dalam ranah meteorologi dan geofisika, diklaim sebagai salah satu letusan terbesar di dunia. Akan tetapi, klaim ini tidak sesuai dengan masyarakat Toba dalam melihat letusan Gunung Api Toba yang berasa dalam lingkungan area Danau Toba. Bagi masyarakat Batak, ini lebih merupakan kisah masa lalu yang dibawa secara tiba-tiba dalam bentuk teori letusan gunung. Ini sangatlah terasa asing mengingat dalam perspektif kebudayaan Batak, Danau Toba merupakan sumber kehidupan dan berkah debata Tuhan yang memiliki nilai spiritual dan nilai ekonomi di dalamnya. Untuk itulah, kelestarian Danau Toba menjadi atensi seluruh masyarakat di Tanah Batak. Sebagai contoh, letusan gunung Sinabung pada 2010 juga tidak mampu mengubah persepsi masyarakat Batak terkait kealamannya. Tradisi dan upacara pemujaan yang dilakukan pun, umumnya tetap dilakukan. Hal ini merupakan simbolisasi doa-doa memohon keselamatan dari gagal panen, banjir, longsor, atau penyakit, tetapi tidak secara khusus mengaitkannya dengan bahaya aktivitas gunung api. Kosmologi pemikiran masyarakat Batak yang tampak di sini adalah persepsi gunung api alam yang dilihat bukan sebagai sumber masalah. Hal ini juga dapat dilihat dalam catatan yang dilansir Litbang Kompas 2011, gunung aktif terdekat yang dikenal di Tano Batak adalah Pusuk Buhit di dekat Pangururan, Ibu Kota Kabupaten Samosir, yang belum pernah mengirim petaka kepada masyarakat. Hubungan masyarakat dengan Gunung Pusuk Buhit merupakan hubungan mitologis bernuansa sejarah. Gunung Pusuk Buhit dipercaya