72
mereka alami pada saat itu dalam kelompok, tanpa mengungkapkan banyak tentang diri mereka sendiri di luar kelompok.
7. Tujuan Konseling Kelompok Gestalt
Tujuan dasar konseling Gestalt adalah meningkatkan kesadaran, yang oleh dan dari dirinya sendiri dipandang sebagai kuratif atau
memproduksi pertumbuhan. Kesadaran membutuhkan pengetahuan diri, tanggungjawab atas pilihan, kontak dengan lingkungan, perendaman di
saat pengalaman, penerimaan diri, dan kemampuan untuk melakukan kontak Yotnef Jacob dalam Corey, 2012: 293. Dengan kesadaran,
konseli memiliki kapasitas untuk menemukan apa yang diperlukan dalam diri mereka untuk memecahkan masalah mereka dan untuk menemukan
kondisi bahwa sumber daya yang mereka miliki akan membuat perubahan. Tanpa kesadaran, mereka tidak memiliki alat untuk melakukan perubahan
kepribadian. Konseling Gestalt bertujuan tidak pada analisis tetapi pada integrasi
dimensi konflik dalam diri individu. Proses langkah demi langkah melibatkan reowning bagian dari diri yang tidak diakui. Sebagai konseli
menjadi lebih sepenuhnya sadar, mereka bisa melanjutkan dengan pertumbuhan pribadi mereka sendiri, membuat pilihan informasi, dan
hidup bermakna eksistensi. Sebuah asumsi dasar dari teori Gestalt adalah bahwa individu dapat
mengatur diri, terutama jika mereka sepenuhnya menyadari apa yang terjadi di dalam dan di sekitar mereka. Karena lingkungan di mana
73
individu yang tertanam tidak pernah merespon terhadap kebutuhan mereka, penyesuaian kreatif yang terjadi, dan aspek individu yang hilang
kesadaran.
8. Teknik-teknik Konseling Gestalt
Ada beberapa teknik dalam konseling Gestalt, diantaranya yaitu: a. Kursi Kosong Empty Chair
Empty chair adalah salah satu teknik terapi gestalt yang paling terkenal dan banyak digunakan. Teknik ini memperkuat apa yang
yang ada dipinggir kesadaran konseli, mengeksplorasikan polaritas, proyeksi-proyeksi, dan introyeksi dalam diri konseli. Teknik ini akan
menyuarakan pengalaman konseli dan sebagai cara untuk memahami dan memiliki kembali kualitas-kualitas diri konseli yang selama ini
disangkalnya Joyce Sill dalam Triantoro Safaria: 115. Empty chair digunakan untuk mengekplorasikan diri dan
memperkuat konflik antara top-dog dan under-dog di dalam diri konseli. Top-dog dan under-dog ini merupakan sebuah kiasan untuk
menggambarkan konflik internal dalam diri konseli atara introyeksi dan perlawanan terhadap intoyeksi tersebut. Top-dog menggambarkan
apa yang wajib atau seharusnya dilakukan sedangkan under-dog menggambarkan penolakan atau pemberontakan terhadap introyeksi
tersebut. Cara melakukan teknik adalah dengan bergantian menduduki bangku kosong yang telah ditandai sebagai dimensi top-dog dan
under-dog Joyce Sill dalam Triantoro Safaria: 116. Pada kursi
74
top-dog konseli mengekspresikan apa-apa yang harus dan wajib dilakukannya oleh tuntutan lingkungannya, sedangkan kursi underdog
mencoba untuk memberontak terhadap tuntutan tersebut. Teknik ini digunakan untuk memahami urusan-urusan yang
tak selesai dalam kehidupan konseli yang selama ini membebani dan menghambat kehidupan konseli secara sehat.
Menurut Greenberg dan Malcoln dalam Gantina, dkk, 2011: 319 menjelaskan empat langkah dalam melaksanakan teknik kursi
kosong, yaitu: a. Konseli mengidentifikasi orang yang menjadi sumber unfinished
business. b. Konseli merespon seperti yang ia yakini orang tersebut akan
merespon. c. Konseli melakukan dialog sampai pada poin tercapainya resolusi
untuk menyelesaikan unfinished business. d. Konseli memahami unfinished business dari figure to ground dalam
kesadaran konseli. b. Topdog versus Underdog
Topdog adalah perasaan marah bila sesuatu tidak sesuai dengan nilai dan norma moral righteous, autoritarian, dan
mengetahui yang terbaik. Topdog adalah orang yang menggunakan kekuatannya untuk menekan dan menakuti orang lain dan bekerja
dengan kata “kamu harus” dan “kamu tidak boleh”. Sementara
75
underdog adalah manipulatif dengan menjadi defensif, merengek, menangis, seperti bayi. Underdog
bekerja dengan kata “saya mau” dan mencari alasan seperti “saya sudah bekerja keras”Thompson,
et.al., 2004:190. Lebih
lanjut menurut
Thompson, et.al.,
teknik ini
menggunakan dua kursi untuk membantu mengatasi konflik antara “yang saya inginkan” dan “yang seharusnya”. Satu kursi menjadi
topdog, dan satu kursi menjadi underdog. Konseli diminta berargumen samapai mencapai poin di mana konseli mencapai integrasi dari apa
yang seharusnya topdog dan apa yang diingikan underdog. c. Bermain Peran
Anggota kelompok diminta untuk mencoba untuk memerankan beberapa perilaku dan memperhatikan apa yang mereka alami. Proses
yang dijalani masih berada dalam konteks yang aman bagi anggota untuk meningkatkan kesadaran mereka dan mencoba cara-cara baru
dalam berpikir dan berperilaku. Tujuan bermain peran ini adalah untuk membantu anggota aktif eksplorasi diri Melnick Nevis
dalam Corey, 2012: 304. Seorang pemimpin kelompok Gestalt berorientasi untuk menjadi
kreatif dalam merancang dan melaksanakan berbagai intervensi, selalu menggunakan pedoman kebutuhan peserta yang paling mendesak atau
kepentingan. Hal ini juga berguna untuk membedakan antara latihan kelompok dan kelompok eksperimen. Pemimpin mempersiapkan
76
latihan kelompok sebelum pertemuan kelompok. Anggota mungkin diminta untuk berpasangan dan berbicara, atau katalis dapat
diperkenalkan ke kelompok untuk memberikan fokus yang spesifik untuk bekerja selama sesi konseling berlangsung. Sebaliknya,
kelompok eksperimen adalah kelompok kreatif yang tumbuh dari pengalaman kelompok, karena itu tidak dapat ditentukan, dan hasilnya
tidak dapat diprediksi. c. Konfrontasi
Menurut Sofyan S. Willis 2004: 169 konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang menantang konseli untuk melihat adanya
diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dengan bahasa badan perbuatan, ide awal dengan ide berikutnya, senyum dengan
kepedihan. Konfrontasi adalah suatu usaha untuk menunjukkan perbedaan atau kesenjangan antara sikap, pemikiran atau perilakunya
Rochman Natawidjaja, 1987: 115. Lebih lanjut pengertian konfrontasi yang dikemukakan oleh Egan dalam Rochman
Natawidjaja, 1987: 115 adalah sebagai undangan kepada seseorang untuk menguji perilakunya secara lebih jujur. Egan juga menegaskan
bahwa konfrontasi harus dilakukan dengan menggunakan empati yang teliti dan hati-hati.
Sofyan S. Willis 2004: 169 mengemukakan tujuan konfrontasi adalah sebagai berikut:
1 Mendorong konseli mengadakan penelitian diri secara jujur.
77
2 Meningkatkan potensi konseli. 3 Membawa konseli menuju kesadaran adanya diskrepansi, konflik,
atau kontradiksi dalam dirinya. Sofyan S. Willis 2004: 169 konfrontasi dilakukan harus
dengan teliti yaitu: 1 Memberi komentar khusus terhadap konseli yang tidak konsisten
dengan tepat waktu. 2 Tidak menilai apa lagi menyalahkan.
3 Dilakukan dengan perilaku attending dan empati. Konselor dapat menggunakan konfrontasi agar konseli
memperoleh kesadaran lebih besar mengenai konflik-konflik yang terjadi di dalam diri mereka. Konselor memperhatikan adanya
ketidakselarasan dalam diri konseli yang dapat menghambat dan mengurangi kekutan diri mereka. Dengan konfrontasi diharapkan
konseli mampu memahami kekuatan dan kelemahannya sendiri. d. Membuat Lingkaran Making the Round
Membuat lingkaran bisa menjadi teknik yang berguna untuk membantu anggota kelompok mengenali ketakutan yang tersembunyi.
Anggota ini didorong untuk pergi berkeliling ke masing-masing anggota kelompok dan mengatakan sesuatu yang dia biasanya tidak
berkomunikasi verbal Corey, 2012: 304. Tujuan teknik ini dilakukan adalah untuk melakukan konfrontasi, mengambil resiko, untuk
78
membuka diri, melatih tingkah laku baru, dan untuk melakukan perubahan Corey dalam Gantina, dkk., 2011: 320.
Contoh: Adriana khawatir tentang orang-orang yang membosankan dalam kelompok. Dia mungkin akan diminta untuk membuat
lingkaran dan untuk setiap orang melengkapi kalimat, Salah satu cara saya bisa membuat Anda bosan adalah dengan atau, Anda akan
bosan jika saya. e. Pendekatan Fantasi
Bereksperimen dengan keragaman situasi fantasi dalam kelompok dapat menyebabkan signifikan tidak bisa tumbuh. Fantasi
dapat meningkatkan kesadaran pribadi dalam berbagai cara. Fantasi dapat digunakan ketika anggota terlalu mengancam untuk menangani
masalah secara konkret. Sebagai contoh, anggota yang takut untuk bersikap tegas dapat membayangkan diri mereka dalam situasi di
mana mereka tegas. Kemudian mereka dapat membandingkan apa yang mereka rasakan ketika mereka pasif dengan apa yang mereka
rasakan ketika mereka dapat meminta apa yang mereka inginkan. Fantasi pendekatan mengenai harapan negatif, yang sering
mengakibatkan rasa kelumpuhan. Anggota yang takut untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan takut mengungkapkan
perasaan terhadap seseorang yang mereka cintai dapat dipandu melalui fantasi. Situasi di mana mereka mengatakan segala sesuatu
yang ingin mereka katakan, tetapi takut untuk mengekspresikan.
79
Fantasi adalah cara yang berguna dan aman untuk mengeksplorasi kekhawatiran anggota tentang keterlibatan diri dalam kelompok.
Sebagai contoh, anggota dapat diminta untuk membayangkan hal yang paling mereka takut terjadi dalam kelompok. Jika, misalnya, beberapa
anggota takut ditolak oleh kelompok, mereka dapat diarahkan untuk membayangkan bahwa setiap orang secara sistematis menolak mereka
dan kemudian bekerja dengan perasaan terkait dengan fantasi ini. f.
Latihan Gladiresik The Rehearsal Experiment Teknik ini dapat sangat berguna ketika dengan jelas bahwa
anggota melakukan banyak pemblokiran dan penyensoran dan ketika apa yang mereka katakan tampaknya hati-hati untuk diungkapkan
karena takut terjadi sesuatu kepada dirinya. Teknik latihan secara berulang-ulang harus diatur dengan baik, dan itu harus muncul dari
situasi di mana anggota sedang berjuang dalam beberapa cara. Latihan tidak dirancang untuk membangkitkan emosi tetapi untuk membawa
ke kesadaran yang lebih tajam sebuah proses yang biasanya dilakukan tanpa kesadaran.
Dalam kelompok Gestalt para peserta berbagi latihan mereka dengan satu sama lain untuk menjadi lebih sadar akan banyak
persiapan mereka pergi melalui dalam melakukan peran sosial mereka. Dengan demikian, mereka menjadi lebih sadar tentang
bagaimana mereka berusaha untuk menyenangkan orang lain, dari sejauh mana mereka ingin diterima dan disetujui, dan sejauh mana
80
upaya mereka untuk menghindari orang lain dan mengasingkan diri dari orang lain. Kemudian mereka bisa memutuskan bahwa permainan
peran adalah sepadan dengan usaha. g. Mimpi Bekerja di Kelompok
Pendekatan Gestalt tidak menafsirkan dan menganalisis mimpi. Sebaliknya, tujuannya adalah untuk membawa mimpi kembali ke
kehidupan, untuk menciptakan kembali, dan menghidupkan kembali itu seolah-olah itu terjadi sekarang.
Anggota kelompok tidak melaporkan mimpi mereka atau berbicara tentang mereka di masa lalu dengan tegang. Sebaliknya,
mereka diminta untuk menceritakan mimpi seolah-olah itu terjadi dan hadir dalam saat sekarang. Dreamers menjadi tenggelam dalam mimpi
mereka dengan vitalitas lebih ketika mereka menceritakan mimpi seolah-olah mereka sedang terjadi sekarang. Anggota dapat diminta
untuk mengidentifikasi dengan segmen mimpi dan menceritakan impian mereka dari perspektif subjektif.
9. Prinsip Kerja Konseling Kelompok dengan Pendekatan Gestalt