1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pendidikan mempunyai tugas penting sebagai sarana untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang bermutu baik dan
berkualitas unggul untuk menghadapi era pembangunan. Hal ini sesuai dengan UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara Dwi Siswoyo dkk, 2007 : 55.
Konseling kelompok merupakan layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan
pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok dan diselenggarakan dalam suasana kelompok. Winkel dan Sri Hastuti 2006: 589
menyatakan bahwa konseling kelompok adalah bentuk khusus layanan konseling yaitu wawancara konseling antara konselor dengan beberapa orang
yang bergabung dalam suatu kelompok kecil. Di era globalisasi ini banyak sekali individu yang mengalami permasalahan-permasalahan psikologis,
namun banyak juga individu yang tidak menyadarinya. Banyak sekali macam- macam permasalahan yang berkaitan dengan psikologis, namun dari sekian
banyak permasalahan yang harus menjadi perhatian utama yaitu permasalahan yang berkaitan dengan masalah belajar dan keadaan emosi peserta didik. Di
2
sekolah tentunya guru bimbingan dan konseling akan menjumpai berbagai macam masalah psikologis yang dialami peserta didik.
Tujuan utama konselor atau guru bimbingan dan konseling adalah untuk membantu konseli dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Beberapa
permasalahan yang ada terkadang tidak bisa diselesaikan sendiri sehingga memerlukan bantuan dari orang lain. Dalam hal ini misalnya konseli
membutuhkan konselor untuk memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi. Konseling dapat dilakukan dengan bertatap muka, lewat telepon,
jejaring sosial, atau secara tertulis.Tugas guru bimbingan dan konseling adalah untuk memandirikan konseli sehingga mampu mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi. Guru bimbingan dan konseling memberikan pemahaman kepada konseli agar dapat mengidentifikasi permasalahan yang sebenarnya
terjadi. Setelah proses pemahaman yang diberikan dapat diserap oleh konseli, guru bimbingan dan konseling dapat menentukan langkah selanjutnya untuk
penanganan masalah yang sedang dihadapi. Guru bimbingan dan konseling berperan sebagai sosok penyelanggara
kegiatan konseling untuk membantu memecahkan permasalahan yang dialami konseli. Tidak kalah pentingnya lagi dalam proses konseling guru bimbingan
dan konseling harus mampu memahami konselinya. Adapun bentuk memahami konseli itu antara lain dengan memahami apa yang sedang
dirasakan konseli. Ketika konseli sedang merasa marah, sedih, kecewa dan bahagia maka guru bimbingan dan konseling harus memahami kemarahan,
kesedihan, kekecewaan, dan kebahagiaan yang sedang dialami konseli.
3
Konselor juga harus mampu memahami apa saja yang dikatakan konseli. Layanan konseling akan berjalan dengan baik dan tepat sasaran apabila jika
konselor mampu memahami maksud dari apa yang dikatakan oleh konseli. Dengan adanya penerimaan yang baik, arahan dan sikap memahami dari
konselor sehingga konseli dapat merasa diterima dengan baik dan dapat menumbuhkan sikap percaya diri dan mampu dalam mengatasi masalah yang
sedang dialami. Peserta didik yang mengalami permasalahan sering kali melakukan
tindakan yang dapat merugikan dirinya sendirinya. Sebagai contoh: diduga stres karena tidak lulus ujian nasional, peserta didik kelas IX SMP di Dumai
Barat, Kota Dumai, Provinsi Riau, nekat gantung diri. Beruntung kejadian bunuh diri langsung diketahui ibu korban, sehingga korban tidak tewas
Kompas, 6 mei 2010. Kejadian bunuh diri adalah tindakan yang merusak diri sendiri. Tugas guru bimbingan dan konseling pada saat mengahadapi konseli
yang mengalami permasalahan seperti ini adalah merubah tingkah laku yang merusak diri sendiri. Konseli melakukan hal-hal yang irasional sehingga dapat
merusak dan menghancurkan hidup konseli itu sendiri. Tugas seorang guru bimbingan dan konseling untuk membantu proses perubahan kognitif pada diri
konseli agar mampu berpikiran rasional yang menimbulkan sebuah pemikiran baru untuk menjadi lebih baik dan tidak melakukan tindakan yang merusak
diri konseli. Proses konseling tidak bisa terlepas dari dengan teori konseling yang
digunakan. Pada dasarnya setiap teori konseling mempunyai kekhasan sendiri
4
dalam setiap penanganan permasalahannya. Ada yang melakukan dengan konseling dengan bertatap muka, lewat telepon, jejaring sosial, atau secara
tertulis. Berbagai pendekatan yang akan digunakan dalam proses layangan bimbingan dan konseling sudah semestinya dipahami terlebih dahulu oleh
konselor. Melalui pendekatan itu konselor harus terampil dalam membedakan pendekatan apa yang akan digunakan dalam setiap layanan yang sesuai
terhadap permasalahan yang dialami konseli. Guru bimbingan dan konseling melakukan layanan hanya berdasarkan
apa yang mereka lihat. Mereka mengakui bahwa ketika proses layanan koseling berlangsung tidak menggunakan pendekatan tertentu karena tidak
terlalu memahami dan menguasai pendekatan-pendekatan konseling. Berkaitan dengan tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam
melakasanakan konseling, peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada guru bimbingan dan konseling SMP Negeri di Yogyakarta. Berdasarkan wawancara
yang dilakukan penulis di 3 SMP di Kota Yogyakarta pada bulan Februari 2015 terhadap penguasaan guru bimbingan dan konseling terhadap teori
konseling, terdapat 8 orang guru BK yang masih menunjukkan bahwa mereka belum mengetahui secara pasti pendekatan yang yang akan digunakan dalam
layanan konseling kelompok tersebut. Pada kenyataannya guru bimbingan dan konseling harus menguasai
terlebih dahulu semua pendekatan yang akan digunakan pada saat pemberian layanan. Guru bimbingan dan konseling juga sangat antusias untuk melakukan
konseling dengan baik dan benar apabila ada sarana prasarana yang memadai
5
untuk menunjang kegiatan konseling misalnya ruangan, sumber bacaan yang lengkap. Guru bimbingan dan konseling juga mengeluh karena kurangnya
sumber bacaan mengenai Gestalt sehingga konseling tidak maksimal. Data di atas menunjukkan bahwa guru bimbingan dan konseling ternyata
memerlukan buku panduan agar proses konseling berjalan dengan maksimal. Belum tersedianya buku panduan konseling kelompok menjadi alasan yang
sangat kuat dan membuat kurang maksimal dalam pemberian layanan konseling kepada peserta didiknya, memunculkan banyak perbedaan
pandangan maupun langkah yang akan dilalui pada saat pemberian layanan antara guru bimbingan dan konseling yang satu dengan yang lainnya. Buku
panduan ini dijadikan suatu acuan yang akan membantu melaksanakan proses pemberian layanan secara maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan peserta didik SMP, penulis memperoleh data mengenai beberapa masalah yang sering kali muncul
dalam kehidupan sehari-hari misalnya perasaan kecewa, kebencian, kecemasan, kemarahan, putus asa, sakit hati, perasaan dendam terhadap guru
dan temannya, ketakutan terhadap nilai yang turun. Beberapa peserta didik yang telah diwawancarai oleh penulis mengaku mengalami kelelahan dan
kecemasan dalam menghadapi ujian nasional. Ada beberapa peserta didik juga yang mengalami permasalahan stres akibat dituntut untuk mendapatkan nilai
yang tinggi sehingga konsentrasi belajar terganggu. Terdapat peserta didik yang mengalami permasalahan dalam kehidupan keluarganya, yakni
perceraian orang tua yang berdampak pada kehidupan sehari-hari sehingga
6
membuat peserta didik sering melamun, menyendiri dan mengganggu konsentrasi belajar.
Salah satu penyebabnya adalah Mendikbud mengatakan bahwa variasi soal pada Ujian Nasional UN 2013, yang akan ditingkatkan jenisnya
dibandingkan dengan UN 2012, akan dapat meningkatkan konsentrasi peserta ujian. Mengenai standar kelulusan, belum ditetapkan apakah tetap di angka
5,5 atau akan dinaikkan lagi pada UN 2013. Namun, kemungkinan tingkat kesulitan dalam UN 2013 akan berubah. Kompas, 15 Oktober 2012. Hal ini
membuat peserta didik cemas terkait dengan standar kelulusan dan variasi soal pada ujian nasional.
Berdasarkan permasalahan di atas yang sering dialami peserta didik itu maka pendekatan yang dapat digunakan dalam proses konseling sesuai dengan
permasalahan adalah pendekatan gestalt. Oleh karena itu penulis memilih untuk mengembangkan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok
dengan pendekatan gestalt. Ada beberapa kelebihan teori Gestalt yang digunakan untuk menangani
permasalahan yang sering dialami peserta didik SMP. Salah satu kelebihannya antara lain adalah guru bimbingan dan konseling menjadikan peserta didik
yang bermasalah itu tidak tergantung terhadap orang lain. Selain itu, guru bimbingan dan konseling memberikan pemahaman kepada peserta didik yang
belum menyadari bahwa sejak awal peserta didik tersebut bisa melakukan banyak hal yang tidak disadarinya. Teori gestalt lebih menekankan pada
pencapaian kesadaran awareness. Kesadaran ini merupakan kesadaran
7
bahwa tingkah laku maupun perasaan pada masa lampau yang belum terselesaikan itu dapat menghambat hubungan konseli dengan lingkungan.
Kesadaran ini ditunjukkan dengan mengetahui diri sendiri, menerima diri sendiri, dan mampu membuat hubungan dengan lingkungan secara baik.
Tidak setiap konseli dapat ditangani dengan konseling Gestalt. Menurut Rosjidan 1988: 129 konseli atau siswa yang dapat diatasi dengan konseling
gestalt adalah konseli yang terbuka dan ingin menguasai secara wajar proses kesadaran diri mereka. Konseling gestalt ini sesuai untuk peserta didik yang
mengetahui secara intelektual mengenai diri mereka sendiri dan tidak dapat berkembang keluar dari titik berhenti ini. Selain itu, peserta didik dapat
ditangani dengan pendekatan gestalt jika peserta didik tidak takut dengan konfrontasi. Rosjidan 1988: 34 berpendapat bahwa konfrontasi merupakan
suatu undangan kepada konseli untuk menjadi sadar tentang diskrepensi atau kesenjangan antara pernyataan-pernyataan lisan dan bukan lisan, antara
perasaan dan tindakan-tindakan, atau pikiran dan perasaan. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik harus tahan pukul atau tahan banting ketika
proses konseling dengan pendekatan gestalt agar peserta didik tidak menjadi down selama proses konseling.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada guru bimbingan dan konseling, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
kurangnya informasi mengenai teori gestalt yang dimiliki oleh guru bimbingan dan konseling menjadi sebuah permasalahan tersendiri bagi guru
bimbingan dan konseling. Kurangnya informasi mengenai teori gestalt
8
disebabkan oleh karena mereka belum memiliki sumber acuan, bacaan yang bervariasi. Terbatasnya informasi, buku bacaan, sumber acuan inilah yang
menyebabkan proses pemberian layanan kurang maksimal. Tujuan adanya buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan
pendekatan Gestalt ini adalah sebagai acuan, menambah pengetahuan dan wawasan bagi guru bimbingan dan konseling dalam melaksanakan konseling.
Pemberian layanan dapat dikategorikan maksimal apabila layanan yang diberikan tepat sasaran, tepat dalam penggunaan pendekatan sesuai dengan
permasalahan yang dialami peserta didik. Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh peniliti, buku panduan
konseling kelompok dengan pendekatan Gestalt belum ditemui atau belum ada di lapangan sehingga ini dapat menjadi kendala bagi guru bimbingan dan
konseling. Pada kenyataannya buku panduan konseling kelompok dengan pendekatan gestalt sangat dibutuhkan agar guru bimbingan dan konseling
mengetahui dan memahami secara pasti langkah-langkah dalam pelaksanaan konseling yang benar. Buku panduan ini diperlukan juga untuk mempermudah
dalam mempraktikan teori gestalt. Belum adanya buku panduan ini menyebabkan banyak perbedaan pendapat, pandangan dalam melaksanakan
proses konseling dengan pendekatan gestalt. Dengan begitu peniliti ingin mengembangkan buku panduan pelaksanaan konseling kelompok dengan
pendekatan Gestalt yang memenuhi standar kelayakan dan berguna bagi guru bimbingan dan konseling.
9
B. Identifikasi Masalah