25 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa klasifikasi siswa berkebutuhan khusus mencakup 1 kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental, termasuk diantaranya tunagrahita dan
autistik; 2 ketidakmampuan belajar, meliputi slow learner, siswa berkesulitan belajar, siswa mampu didik, dan siswa mampu latih; 3 gangguan emosional,
seperti tunalaras; 4 kelainan fisik, meliputi tunanetra, tunarungu, tunadaksa, siswa dengan gangguan motorik, dan tunawicara; 5 kelompok anak yang
berbakat, meliputi siswa genius dan gifted; 6 siswa yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba; serta 7 siswa tunaganda.
C. Interaksi Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus
Siswa berkebutuhan khusus menunjukkan beberapa perilaku dalam interaksi sosialnya. Carrington dan Macarthur 2012: 243 berpendapat bahwa siswa
berkebutuhan khusus biasanya menunjukkan kesulitannya dalam menemukan dan membangun persahabatan di sekolah serta merasa berbeda dalam arti negatif.
Pada penelitian ini, kajian interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus difokuskan pada siswa slow learner dan siswa tunagrahita.
1. Interaksi Sosial Siswa Slow Learner
Siswa lamban belajar slow learner dalam beberapa hal memiliki hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan melakukan adaptasi sosial
Dedy Kustawan, 2013: 28. Sifat-sifat anak slow learner menurut Sri Rumini 1980: 57 antara lain:
a. Di masyarakat dapat mempertahankan diri, bertingkah laku seperti anak
normal, sehingga jarang yang mengetahui kalau mereka slow learners.
26 Akibatnya mereka kurang mendapat bimbingan dari masyarakat, bahkan
masyarakat meminta segala sesuatu yang lebih dari kemampuannya, sehingga menyebabkan anak menderita minco, malu depresi bahkan sampai dapat
histeris. b.
Dengan bimbingan yang tepat, anak dapat bergaul dengan lancar. c.
Kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri. d.
Lebih senang bercerita dan membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada belajar.
Sedangkan Nani Triani dan Amir 2013: 12-13, menjelaskan bahwa anak slow learner memiliki kemampuan interaksi sosial yang kurang baik. Mereka
memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Namun, beberapa anak juga ada yang menunjukkan sifat humor. Saat bermain,
anak-anak slow learner lebih senang bermain dengan anak-anak dibawah usianya. Mereka merasa lebih aman karena saat berkomunikasi dapat menggunakan bahasa
yang sederhana. Nani Triani 2013: 11 juga menjelaskan bahwa siswa slow learner cepat marah dan meledak-ledak serta sensitive karena memiliki emosi
yang kurang stabil. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan, biasanya siswa slow learner cepat patah semangat.
Anak slow learner mengalami beberapa hambatan dalam kegiatan berinteraksi seperti, a merasa minder terhadap teman-temannya karena memiliki
kemampuan belajar yang lamban dibandingkan anak normal seusianya; b cenderung pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial; c lamban menerima
informasi karena memiliki keterbatasan berbahasa reseptif atau menerima dan
27 ekspresif atau mengungkapkan; d hasil belajar yang kurang optimal
menyebabkan stres karena ketidakmampuan anak mencapai apa yang diharapkan; e ketidakmampuan mengikuti pelajaran menyebabkan anak slow learner dapat
membuat anak tinggal kelas; dan f mendapat label yang kurang baik dari teman- temannya Nani Triani dan Amir, 2013: 13.
2. Interaksi Sosial Siswa Tunagrahita