1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa berinteraksi dengan manusia yang lain, yakni hubungan timbal balik antarindividu maupun kelompok-
kelompok tertentu. Hubungan tersebut disebabkan karena adanya keberagaman kemampuan, karakter, kekurangan, dan kelebihan yang dimiliki setiap manusia.
Hal ini sesuai dengan penyataan Herimanto dan Winarno 2011: 45 bahwa manusia memiliki hasrat untuk hidup bersama dalam masyarakat sejak manusia
dilahirkan. Manusia melakukan interaksi pertama kali di dalam keluarga. Keluarga
menjadi tempat dimana manusia mendapatkan berbagai pengalaman berinteraksi yang menjadi persiapan untuk memasuki lingkungan tingkat selanjutnya. Hal ini
disebabkan karena keluarga memiliki tanggung jawab sosial budaya untuk mentransmisikan pengetahuan, nilai, norma, dan harapan yang berkembang dalam
masyarakat kepada generasi penerusnya Damsar, 2011: 70. Selain berinteraksi dengan keluarga di rumah, seorang anak juga
berinteraksi di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah merupakan keluarga kedua bagi seorang siswa untuk menjadi manusia yang siap dan dewasa. Di
sekolah dasar, siswamelakukan berbagai bentuk kegiatan interaksi sosial. Bentuk interaksi sosial positif dan negatif yang biasa mereka lakukan meliputi mengajak
teman bermain saat jam istirahat, berdiskusi dalam kelompok, mengemukakan pendapat di dalam kelas atau kelompok, bekerja sama ketika mengerjakan tugas
piket harian, bahkan perkelahian antarteman atau saling ejek, dan sebagainya. Hal
2 ini sejalan dengan pendapat Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto dan Budi
Sulistyowati, 2013: 55 bahwa interaksi sosial dimulai ketika kedua belah pihak saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi.
Salah satu contoh interaksi positif siswa SD ditunjukkan oleh siswa SD IT Al Islam Kudus, Jawa Tengah bernama Izza Aulia Putri Purwanto. Akhmad
Nazarudin Akhmad Nazarudin, www.antaranews.com
, 2016 melaporkan bahwa Izza berkolaborasi dengan siswa SD IT Bina Amal Semarang bernama Hanun
Dzatirrajwa untuk menciptakan sebuah alat bantu pemakaian obat tetes mata menggunakan bahan sederhana berupa cermin cembung mini yang biasa dipakai
di mobil, tutup botol minuman dan lampu led. Kerjasama keduanya berhasil membawa mereka meraih predikat Special Award National Young Inventors
Award NYIA tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI.
Interaksi sosial negatif siswa SD juga kerap kali terjadi. Salah satu contoh, beberapa bulan yang lalu muncul pemberitaan mengenai siswa SD berinisal R 8
tahun yang berkelahi dengan temannya bernama NAA 8 tahun hingga NAA meninggal. Sebelumnya, R juga dikabarkan pernah memukul temannya bernama
F hingga dua gigi depannya tanggal www.tribunnews.com
, 2015. Sumber lain mengatakan bahwa penyebab perkelahian serta aksi pemukulan yang dilakukan
siswa SD tersebut berawal dari interaksi sosial negatif yaitu kebiasaan saling ejek antar siswa Desi Afrianti, megapolitan.kompas.com, 2015. Interaksi sosial siswa
SD pada beberapa kasus di atas sesuai dengan pendapat Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 116-117 bahwaperkembangan sosial siswa usia SD 7-12 tahun memiliki
3 ciri suka membandingkan dirinya dengan siswa lain, suka meremehkan teman,
dan suka membentuk kelompok sebaya yang dirasa memiliki kesamaan sikap, minat serta tujuan.
Kenyataan di lapangan, masih dijumpai beberapa aksi pengucilan baik oleh maupun kepada siswa berkebutuhan khusus di SD. Siswa berkebutuhan khusus
sering tidak diinginkan untuk berada dalam suatu kelompok belajar. Selain itu, mereka jarang diajak bermain ketika jam istirahat. Siswa dengan kebutuhan
khusus tidak disukai karena beberapa dari mereka memiliki sifat suka merusak dan mengganggu teman. Kabid Dikmen Disdik Kota Bandar Lampung, Riyuzen
Praja Tuala Amri Ahmad, lampost.co, 2015 mengatakan bahwa sejauh ini siswa difabel atau siswa berkebutuhan khusus masih sering diasingkan dan kurang
mendapatkan perhatian, baik perhatian orang tua, guru, masyarakat, atau pun teman sebaya.
Siswa berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan yang tidak dialami oleh orang
normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan yang dimiliki dapat berupa kelainan dalam segi fisik, psikis, sosial, dan moral Abdul Hadis, 2006: 4. Sebab
penyimpangan yang dimiliki, siswa berkebutuhan khusus seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari teman-teman sebayanya. Siswa berkebutuhan
khusus cenderung dikucilkan dan sering menerima ejekan dari teman-temannya. Siswa dengan kebutuhan khusus tetap bisa mengembangkan diri apabila
mendapatkan dukungan dan pembinaan yang optimal. Siswa berkebutuhan khusus juga memiliki kemungkinan untuk sukses. Salah satu contohnya adalah pada
4 siswa SMK Bopkri 1 Yogyakarta bernama DRY. Meski memiliki fisik yang
kurang sempurna, yakni tangan yang hanya sebatas siku dan kaki yang hanya sebatas paha, DRY memiliki rasa percaya diri dan mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri. DRY juga tetap semangat bermain skateboard.Oleh sebab itu, sejak kecil DRY diterima baik oleh teman-temannya. DRY juga tidak
pernah dikucilkan sebab kekurangan fisik yang dimiliki. Teman-teman DRY memandang DRY sebagai sosok yang percaya diri dan rajin Kedaulatan Rakyat,
18 Januari 2016.Permasalahan seperti di atas juga ditemui di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulon Progo.
Berdasarkan Surat Keputusan Nomor: 800 300 KPTS 2012, SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulon Progo adalah salah satu SD yang ditunjuk sebagai sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif. Sejauh ini, terdapat 14 siswa berkebutuhan khusus, 12 diantaranya sudah dilakukan asesmen dan 2 lainnya masih dalam
prediksi. Siswa-siswa tersebut tersebar merata di setiap kelas. Jenis-jenis hambatan yang dialami beberapa siswa berkebutuhan khusus di SD Jlaban
meliputi slow learner, tunagrahita, dan tunadaksa. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan wali kelas yang dilakukan
pada tanggal 10 Agustus 2015 sampai dengan 12 September 2015, ditemukan beberapa bentuk interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus baik terhadap teman
sebaya maupun terhadap guru. Siswa berkebutuhan khusus bernama ICP slow learner, CM slow learner, RNS slow learner, dan NRW slow learner
merupakan siswa yang memiliki kemampuan berkomunikasi cukup baik serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Meski dalam hal akademik memiliki
5 kemampuan di bawah rata-rata normal, siswa-siswa tersebut memiliki cukup
banyak teman bermain. Sementara NRW mudah terpancing emosi dan suka mengamuk. NRW sering terlihat memberontak, membentak, mencengkeram, dan
memukul temannya saat merasa terganggu. Pada saat pembelajaran di kelas, beberapa dari siswa tersebut seringkali kurang diterima dalam kelompok belajar
sebab kemampuan akademik yang kurang. Sedangkan OHR slow learner, DRA slow learner, DRI slow learner,
dan NAS tunagrahita cenderung pendiam. OHR dan NAS memiliki kemampuan berkomunikasi lebih baik dan terlihat mampu bergabung dengan beberapa teman
saat jam istirahat. Sementara DRA dan DRI lebih senang menyendiri dan berada di dalam kelas selama jam istirahat. DRA dan DRI juga pemalu dan gampang
menangis saat diejek teman. Meski demikian, ada beberapa teman perempuan DRA dan DRI yang mau mendekat dan mengajak berbicara ketika jam istirahat.
Selain sebagai SD inklusi, SD Negeri Jlaban juga merupakan salah satu sekolahyang menerapkan Kurikulum 2013 yang menekankan model cooperative
learning untuk melatih siswa bekerja sama bersama siswa lain dalam menyelesaikan masalah. Implementasi pendidikan inklusi berarti sekolah harus
mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi lainnya. Pendidikan inklusi diharapkan mampu
menumbuhkan keterampilan sosial siswa berkebutuhan khusus maupun siswa rata-rata agar dapat hidup bersama dan saling memahami serta menerima,
sehingga berdampak pada berkurangnya diskriminasi siswa berkebutuhan khusus di kemudian hari oleh masyarakat umum. Selain itu, interaksi sosial yang baik
6 antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa rata-rata diharapkan bisa melatih
kemandirian belajar siswa. Beberapa strategi telah dilakukan oleh guru untuk menumbuhkan interaksi
sosial yang positif antar siswa seperti mengadakan diskusi kelompok dengan anggota yang tidak tetap pada setiap kesempatan. Hal ini memungkinkan
munculnya interaksi positif antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa rata- rata, khususnya kerja sama dalam mencapai tujuan berupa hasil kerja terbaik
kelompok. Namun, guru belum meninjau lebih dalam mengenai interaksi sosial pada siswa dan masih sebatas pada observasi sehingga masih sering terlihat
beberapa siswa berkebutuhan khusus yang tetap diam dalam kelompok bahkan tidak mau bergabung dengan kelompok belajar. Selain itu interaksi sosial siswa
berkebutuhan khusus pada masing-masing kelas perlu digali lebih dalam sebagai bahan perbaikan pembelajaran. Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik
untuk mengetahui lebih jauh interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulon Progo.
B. Identifikasi Masalah