85 merasa kesal.Dua siswa slow learner seperti DRA dan DRI sama sekali tidak
menjalin persahabatan dengan siswa lawan jenis. Sementara siswa tunagrahita menjalin persahabatan denganteman sesama jenis kelamin dan
diterima baik oleh teman-temannya. Siswa tunagrahita jarang berkomunikasi dengan siswa lawan jenis. Siswa tunagrahita laki-laki hanya sering ikut siswa
lain mengejek dan jahil kepada siswa perempuan.
f. Menunjukkan Sikap Menghargai Teman
1 Menunjukkan Respon yang Gembira Saat Melihat Teman Mendapatkan
Penghargaan Siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban menunjukkan ekspresi
yang beragam ketika melihat teman-temannya mendapatkan penghargaan. Selama observasi di kelas II, tidak ada bentuk penghargaan yang diberikan
kepada siswa oleh guru. Namun ICP slow learner, CM slow learner dan OHR slow learner mengaku ikut bertepuk tangan apabila siswa lain
bertepuk tangan saat melihat teman mereka mendapatkan penghargaan. Meski demikian, ICP dan OHR merasa biasa saja saat melihat siswa lain
mendapatkan penghargaan. Sedangkan CM mengaku merasa senang saat melihat siswa lain mendapatkan penghargaan.
Siswa slow learner di kelas III menunjukkan ekspresi yang tidak jauh berbeda dengan siswa slow learner di kelas II. Berdasarkan hasil observasi,
RNS menunjukkan eskpresi kagum dan senang ketika guru memuji salah satu teman RNS yang berhasil menjawab soal dengan benar. Sementara DRA dan
DRI tidak tampak menunjukkan ekpresi senang ataupun bertepuk tangan saat
86 guru memuji salah satu siswa di kelas III. Meski demikian, DRA dan DRI
mengaku merasa senang ketika melihat siswa lain mendapatkan penghargaan. Begitu pula dengan RNS yang pernah memberikan selamat pada temannya
karena memperoleh juara II lomba menggambar. Namun RNS mengaku akan bertepuk tangan apabila ada perintah dari guru.
Sementara di kelas IV, NRW slow learner tidak terlihat menunjukkan respon gembira ataupun bertepuk tangan ketika guru memuji hasil karya
diorama salah satu siswa. NRW bersikap tidak peduli dengan temannya yang mendapatkan pujian dari guru. Pada saat pembelajaran seni musik, NRW juga
tampak biasa saja saat melihat guru seni musik memuji siswa yang mendapatkan nilai tinggi diantara siswa lain yang mendapatkan nilai di
bawah KKM.Guru kelas IV menyatakan bahwa NRW tidak peduli dan tidak memberikan respon apapun saat melihat siswa lain mendapatkan penghargaan
seperti berikut, “Nggak. Nggak masalah karena dia itu, semaunya. Jadi mau bisa atau nggak terserah. Kalau siswa diberi penghargaan itu yo nggak
dihiraukan”. Begitu pula NAS tunagrahita yang cenderung bersikap biasa saja dan
tidak memberikan respon yang gembira saat melihat siswa lain mendapatkan penghargaan. NAS kadang-kadang ikut bertepuk tangan ketika siswa lain
melakukan hal yang sama. Seperti pada saat guru memuji karya diorama AGG, NAS menunjukkan ekspresi kagum sambil bertepuk tangan bersama
siswa lain. Namun NAS bersikap biasa saja ketika guru seni musik memuji siswa yang mendapatkan nilai jauh di atas KKM. Guru kelas V mengatakan
87 bahwa NAS tidak memberikan respon pada teman lain yang mendapatkan
penghargaan dan tidak mau berkeinginan untuk ikut berprestasi. MIR slow learner kelas V menunjukkan ekspresi yang datar. MIR
tampak bertepuk tangan dengan pelan karena diminta oleh guru. Begitu pula saat guru kelas V memuji hasil presentasi salah satu kelompok diskusi, MIR
bertepuk tangan karena ada perintah dari guru.MIR bersikap biasa saja saat melihat siswa lain mendapatkan penghargaan seperti yang diungkapkan oleh
guru kelas V berikut, “Biasa, nggak ada reaksi apapun.”Beberapa pernyataan di atas didukung oleh GPK bahwa siswa berkebutuhan khusus di SD Jlaban
biasanya bertepuk tangan apabila siswa lain bertepuk tangan saat melihat teman mendapatkan penghargaan.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa slow learnerbertepuk tangan saat melihat siswa lain mendapatkan
penghargaan karena ada perintah dari guru untuk bertepuk tangan. Satu siswa slow learner seperti NRW tidak menunjukkan ekspresi senang saat melihat
siswa lain mendapatkan penghargaan. Sementara siswa tunagrahita seperti NAS menunjukkan sikap yang biasa saja ketika melihat siswa lain
mendapatkan penghargaan. NAS ikut bertepuk tangan apabila teman-teman lainnya bertepuk tangan atau ada perintah dari guru.
2 Tidak Menyela Teman yang Sedang Berbicara
Siswa berkebutuhan khusus di kelas II memberikan respon yang baik terhadap siswa lain yang mengaja berbicara. Berdasarkan observasi yang
peneliti lakukan di kelas II, sikap ICP slow learner, CM slow learner dan
88 OHR slow learner memberikan respon yang positif kepada lawan bicara
dengan memperhatikan serta mau memberikan tanggapan. Namun CM dan ICP pernah terlihat memotong pembicaraan temannya karena CM ingin
segera menceritakan sesuatu kepada temannya. Teman-teman ICP dan CM memilih mengalah, namun ada pula yang membalas dengan memotong cerita
ICP dan CM sehingga terjadi perdebatan. Sedangkan OHR memiliki sifat yang pendiam sehingga tidak pernah
memotong pembicaraan temannya. OHR bahkan sering menjadi pendengar saat teman-teman OHR mengajaknya bercerita. OHR hanya diam saat diajak
berbicara. Menurut guru kelas II, siswa slow learner di kelas II bersikap wajar dan mau menanggapi teman yang mengajak berbicara. Guru kelas II
mengatakan bahwa dari ketiga siswa tersebut jarang yang memotong pembicaraan teman.
Di kelas III, RNS slow learner terlihat bersedia mendengarkan dan memberikan tanggapan yang wajar saat berbincang-bincang dengan teman-
temannya. RNS pernah terlihat memotong pembicaraan saat temannya menceritakan sesuatu, namun hal itu tidak menjadi masalah bagi teman-
teman RNS. RNS dan teman-temannya pun tetap bercengkerama dengan teman-temannya. Sementara DRA slow learner dan DRI slow learner
memiliki sifat yang pendiam dan jarang berbicara, sehingga keduanya tidak pernah terlihat menyela dan memotong pembicaraan teman yang
mengajaknya berbicara. Keduanya lebih sering mendengarkan dan
89 memberikan tanggapan seperlunya atau bahkan hanya menoleh tanpa
memberikan tanggapan. RNS mengaku bahwa dirinya menanggapi dengan ikut berbicara saat
diajak berbicara temannya. RNS mengatakan bahwa RNS juga tidak memotong pembicaran siswa lain. DRA dan DRI juga mengungkapkan
bahwa keduanya mau menanggapi teman yang mengajak berbicara serta tidak memotong atau menyela pembicaraan. Teman RNS mengungkapkan bahwa
RNS kadang tidak jelas saat diajak teman-temannya berbicara. Namun, RNS memberikan tanggapan terhadap teman yang mengajak berbicara. Berbeda
dengan RNS, DRA dan DRI tidak selalu memberikan tanggapan kepada teman yang mengajaknya berbicara. Guru kelas III menjelaskan bahwa RNS
justru merasa senang apabila ada siswa yang mengajak RNS berbicara. RNS selalu menanggapi teman yang mengajaknya berbicara. Sementara DRA dan
DRI hanya menjawab seperlunya ketika diajak siswa lain berbicara. DRA dan DRI tidak memiliki kemauan untuk memperpanjang percakapan.
NRW slow learner kelas IV merupakan salah satu siswa yang senang berbicara. Saat diajak berbicara teman-temanya, NRW biasanya menanggapi.
Namun NRW
kadang-kadang memotong
pembicaraan temannya.
Berdasarkan hasil observasi NRW sering terlihat bercengkerama dengan beberapa temannya. Saat teman NRW bercerita, NRW mendengarkan dengan
sungguh-sungguh sebelum akhirnya memberikan tanggapan seperti tersenyum lalu berganti bercerita. NRW jarang terlihat memotong
pembicaraan teman saat bercerita. Namun lain halnya ketika sedang dalam
90 keadaan marah, NRW memojokkan lawan bicaranya dengan kata-kata kasar
hingga teman NRW tidak memiliki kesempatan untuk berbicara.Pernyataan ini didukung oleh guru kelas IV yang mengungkapkan
, “Ya menanggapinya dengan baik asalkan, tergantung konteknya gimana. Kalau konteknya itu
berbicara yang baik ya menanggapinya dengan baik, tapi kalau berbicara komplain misalkan atau menegur
„NRW jangan mengganggu‟, nanti kan NRW sikapnya langsung emosi, terus kalau semua itu tidak terkendali, yang
turun tangannya. Bisa njorokke mendorong atau membuat strategi yang lain”.
Sementara NAS tunagrahita mampu mendengarkan teman-temannya mengajak berbicara. NAS jarang memotong atau menyela pembicaraan dan
mau menanggapi apa yang dibicarakan teman-teman NAS kepadanya karena sifat NAS yang pendiam. NAS juga bersedia menanggapi lawan bicaranya
dengan baik. Berdasarkan hasil observasi, NAS berkali-kali diajak teman- temannya berbicara. NAS tampak serius memperhatikan dan memberikan
tanggapan secukupnya. MIR slow learner kelas V juga mendengrkan teman-teman MIR yang
mengajak berbicara. MIR biasanya menanggapi dengan kalimat secukupnya dan tidak terlalu banyak berbicara. MIR juga tidak pernah terlihat menyela
pembicaraan teman-temannya. Teman-teman MIR mengatakan bahwa MIRkadang-kadang tidak mendengarkan lawan bicaranya dan mendiamkan
teman yang mengajak berbicara. MIR sering tidak nyambung saat diajak berbicara teman-temannya, namun MIR jarang menyela lawan bicara.
91 Sementara guru kelas V mengungkapkan bahwa MIR mengatakan hal yang
jujur saat berbicara dengan teman. MIR juga tidak memotong pembicaraan lawan bicaranya. Pernyataan-pernyataan di atas didukung oleh keterangan
GPK bahwa siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban bersikap baik terhadap lawan bicaranya. Siswa berkebutuhan khusus umumnya mau
mendengarkan dan menanggapi teman yang mengajak berbicara. Berdasarkan beberapa paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa
slow learnermendengarkan dan menanggapi tanpa menyela pembicaraan lawan bicaranya. Namun tiga siswa slow learnerseperti ICP, CM, dan NRW
menyela lawan bicaranya ketika berambisi ingin bercerita atau merasa tersinggung dengan lawan bicara. Sementara siswa tunagrahita di SD Negeri
Jlaban cenderung mendengarkan dan memberikan tanggapan secukupnya terhadap lawan bicara. Siswa tunagrahita tidak memotong atau menyela
pembicaraan lawan bicaranya. 3
Menerima Siswa Lain sebagai Teman Apa Adanya Siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban menjalin persahabatan
dengan teman-temannya secara wajar. Berdasarkan hasil observasi selama peneliti melakukan penelitian, tidak pernah terlihat siswa berkebutuhan
khusus yang memusuhi temannya dengan alasan perbedaan agama, kondisi fisik, kecerdasan, ataupun status sosial. Begitupun sebaliknya, siswa rata-rata
tampak berinteraksi secara wajar dengan siswa berkebutuhan khusus bahkan berhubungan sangat akrab satu sama lain.
92 Di kelas II, ICP slow learner seringkali bermain bersama BRD yang
merupakan siswa beragama katholik. Begitu pula dengan CM slow learner yang sering terlihat berkumpul bersama BRG, seorang anak beragama
katholik. ICP dan CM juga tidak tampak dimusuhi oleh teman-temannya yang berbeda agama. Begitu pula OHR yang tidak mempermasalahkan
hubungannya dengan semua siswa di kelas II. Guru kelas II juga mengungkapkan hal yang sama seperti berikut, “Kalau masalah pergaulan,
tidak pernah, nggak boleh membeda-bedakan. Baik agama, baik dari postur tubuh, baik apa ini, kecerdasannya. Mereka itu hanya perbedaannya, kalau
anak yang lamban, apa yang dikerjakan selalu disambi cerita-cerita gitu lho. Jadi menghambat pelajarannya
.” Di kelas III, sering dikatakan bahwa RNS slow learner kerap
bertengkar dengan KV yang merupakan siswa beragama khatolik. Namun penyebab RNS sering berkelahi dengan KV bukan karena keduanya memiliki
keyakinan yang berbeda, melainkan karena kesalahpahaman dalam hal kegiatan sehari-hari di sekolah. RNS terlihat baik terhadap semua siswa di
kelasnya. Semua siswa di kelas III pun menerima keberadaan RNS dan berinteraksi secara wajar. Begitu pula dengan DRA dan DRI, meskipun
jarang terlihat melakukan interaksi dengan teman-temannya, DRA dan DRI pernah berkomunikasi dengan NVN yang beragama katholik. NVN pun tidak
menghindari berteman dengan DRA dan DRI. Di kelas IV NRW slow learner kelas IV dan NAS tunagrahita NRW
sering bercengkerama dengan AGG yang beragama katholik. Saat di dalam
93 maupun di luar jam pelajaran, NRW dan NAS sering terlihat berkomunikasi
dengan AGG dan mendapatkan tanggapan yang baik dari AGG. NRW yang sering berkelahi pun jarang bertengkar dengan AGG. Pertengkaran yang
NRW lakukan
pun bukan
karena perbedaan
SARA melainkan
kesalahpahaman biasa. NRW dan NAS tampak menerima keadaan semua siswa di kelas apa adanya serta bersedia untuk bermain bersama. Guru kelas
IV membenarkan pernyataan di atas seperti berikut, “Kalau perbedaan agama nggak masalah, gak membeda-bedakan
„wah saya harus kumpul dengan agama ini
‟ itu tidak. Atau „saya harus berkumpul dengan siswa yang kaya‟, semuanya ya sama saja. Pokoknya apa itu, nanti akan memusuhi untuk
teman-temannya yang mengusik ketenangannya. Atau mungkin bertolak belakang dengan keinginannya itu. Kalau NAS juga tidak
”. Sama halnya dengan MIR slow learner kelas V yang memiliki
beberapa teman dekat beragama Kristen dan katholik. Meskipun berbeda agama, antara MIR dan teman-temannya kerap terlihat bersama. Bahkan MIR
sering terlihat berjalan bersama HR yang beragama katholik. Di dalam kelas, HR sering mengajak MIR bercerita. hubungan MIR dengan semua teman di
kelas V terjalin dengan baik. Teman-teman MIR bersikap baik terhadap MIR dan menerima keberadaan MIR diantara mereka. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan guru k elas V berikut, “Dia itu pendiam e, jadinya nggak kelihatan
banget. Dia kayake nggak pernah membeda-bedakan kok. Jadi sama yang berbeda agama pun juga nggak itu, dia baik. Dan kayake setau saya, dia
ibadahnya juga malah baik.”
94 Siswa slow learnerdan siswa tunagrahita tidak mempermasalahkan
agama, kondisi fisik, kecerdasan ataupun status sosial teman-temannya. Siswa rata-rata bersikap baik dan tidak menghindari siswa slow learner. Hal
i ni diperkuat dengan pernyataan GPK bahwa, “Secara umum kalau untuk
bermain dengan teman-temannya dari kelas dua sampai kelas lima itu baik. Tidak membeda-bedakan antara yang pandai dan yang kurang itu tidak ada.
Terus beda agama juga nggak membeda- bedakan.”
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa slow learnerdan siswa tunagrahita bersikap baik terhadap semua siswa.
Siswa slow learnerdan siswa tunagrahita tidak membeda-bedakan antara teman karena perbedaan agama, kondisi fisik, kecerdasan, maupun status
sosialnya. Siswaslow learnerdan siswa tunagrahita pada umumnya menerima kehadiran teman-temannya. Begitu pula dengan siswa rata-rata, mereka
menerima keberadaan siswa slow learnerdan siswa tunagrahita serta tidak menghindari berinteraksi dengan keduanya. Perkelahian yang kerap terjadi
disebabkan karena kesalahpahaman, bukan karena perbedaan-perbedaan tersebut di atas.
g. Berselisih dengan Teman