Menghadapi Kritik dan Kegagalan

100 memarahi teman yang mengganggunya selama jam pelajaran. Hal ini ditanggapi dengan wajar oleh teman-temannya, justru beberapa siswa tertawa.Menurut teman-teman MIR, MIR pernah beradu mulut dengan siswa lain seperti saling ejek. Kadang-kadang MIR yang mulai dulu, kadang- kadang teman MIR yang memulai, namun hal ini jarang dilakukan. Guru kelas V mengungkapkan bahwa MIR belum pernah bertengkar secara lisan dengan teman-temannya. Berdasarkan beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa empat siswa slow learnersering bertengkar melalui lisan seperti beradu mulut atau berdebat. Sedangkan empat siswa slow learnerlain cenderung pendiam sehingga tidak pernah terlihat bertengkar melalui lisan.Sementara siswa tunagrahita cenderung pendiam sehingga jarang terlihat berdebat atau bertengkar melalui lisan lainnya dengan teman baik di dalam maupun di luar kelas.

h. Menghadapi Kritik dan Kegagalan

1 Memberikan dan Menanggapi Kritik Siswa Lain Siswa sekolah dasar pada umumnya menganggap kritik sebagai ancaman pribadi. Hal itu juga terjadi pada beberapa siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban. Siswa slow learner di kelas II, ICP, CM dan OHR cenderung mendapatkan kritikan daripada memberikan kritik.ICP dan CM dikritik teman-temannya karena sering menimbulkan kegaduhan di dalam kelas. Saat diberikan kritik atau teguran oleh teman-temannya, ICP dan CM biasanya akan melawan bahkan membalas memberikan kritikan. Hal ini 101 berbeda dengan OHR yang cenderung diam dan tidak membalas atau pun memberikan perlawanan. Berdasarkan hasil observasi, OHR ditegur siswa satu kelompok diskusinya karena dianggap tidak ikut bekerja. OHR tidak menunjukkan ekspresi apapun. OHR hanya diam dan lekas menulis. Siswa slow learner di kelas III memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi kritikan. RNS justru memberikan komentar terhadap tindakan teman yang kurang menyenangkan. Beberapa siswa mendiamkan ada pula yang membantah. RNS lebih sering dikomentari dan ditegur siswa lain dan menanggapi dengan membantah. RNS kadang-kadang membantah atau hanya mendiamkan siswa yang memberikan kritikan terhadap RNS. Sementara DRA dan DRI memiliki sifat yang pendiam serta jarang membuat ulah, sehingga jarang terlihat mendapatkan kritikan atau teguran dari teman- temannya. Meski demikian, teman-teman DRA dan DRI mengatakan bahwa keduanya pernah mendapatkan protes dari siswa lain. Saat diprotes, DRA dan DRI hanya diam atau kadang-kadang ingin menangis. Namun, DRA dan DRI tidak pernah melawan atau pun membantah kritikan yang ditujukan kepadanya. Di kelas IV, siswa slow learnerbernama NRW lebih sering mendapatkan teguran baik dari guru maupun dari teman-temannya. Saat NRW ditegur guru karena duduk dengan sikap kurang sopan, NRW justru menanggapi dengan kalimat tidak sopan. Apabila NRW mendapatkan kritikan dari teman yang menyinggung perasaannya, NRW bahkan tidak segan untuk memukul temannya. NRW juga memberikan kritik terhadap 102 penampilan salah satu siswa perempuan yang memiliki rambut pendek seperti laki-laki. NRW mengatakan bahwa hal itu tidak cocok sehingga teman NRW merasa kesal lalu memberikan bantahan yang menyebabkan debat diantara keduanya. Berbeda dengan NAS yang merupakan siswa tunagrahita, NAS jarang terlihat memberikan kritik kepada siswa lain. NAS justru sering ditegur teman-temannya karena beberapa hal seperti lambat mengerjakan tugas dan membaca buku dengan keras saat guru meminta siswa membaca dalam hati. Tidak ada perlawanan atau bantahan terhadap kritikan yang ditujukan pada NAS. NAS hanya diam ketika mendapatkan kritikan. MIR slow learner kelas V jarang memberikan kritik terhadap siswa lain. MIR justru lebih sering dikomentari oleh teman-temannya karena melihat kinerja MIR dalam menyelesaikan tugas yang kurang baik. MIR menanggapi dengan membantah dan mampu membela diri dengan beberapa argumen yang MIR anggap benar. Saat membantah pun, MIR hanya berbicara secukupnya dan jarang berlanjut menjadi perang mulut dengan teman-temannya. Berdasarkan beberapa keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban cenderung mendapatkan kritikan daripada memberikan kritik. Empat siswaslow learnerseperti ICP, CM, RNS, dan NRW menghadapi kritikan dengan membantah dan membalas memberikan kritik. Satu siswa slow learnerbernama MIR menghadapi kritikan dengan membantah tanpa membalas memberikan kritikan. Sedangkan tiga siswa slow learner seperti OHR, DRA, dan DRI menghadapi 103 kritikan dengan diam tanpa membantah atau pun membalas. Sementara siswa tunagrahita seperti NAS menghadapi kritikan yang ditujukan dengan bersikap diam. NAS tidak membantah ataupun memberikan perlawanan saat mendapatkan kritikan. 2 Menunjukkan Ekspresi Kurang Senang ketika Gagal Mengerjakan Tugas Siswa berkebutuhan khusus kerap mengalami kegagalan karena keterbatasan yang dimilikinya. Siswa slow learner di kelas II, yakni ICP, CM dan OHR, sering mendapatkan nilai yang rendah dibandingkan dengan siswa lainnya. Meski demikian, tidak terlihat ekspresi kecewa atau sedih pada ICP, CM, dan OHR ketika mengetahui hasil nilai yang didapatkan. CM bahkan mengaku tidak masalah dengan nilai rendah yang didapatkan asalkan tetap bisa naik kelas. Guru kelas II juga mengungkapkan bahwa ICP, CM, dan OHR menunjukkan ekspresi yang biasa saja saat mendapatkan nilai rendah. Siswa slow learner di kelas III, RNS, DRA, dan DRI juga bersikap biasa saja saat mengalami kegagalan dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru. Berikut kutipan wawancara dengan guru kelas III saat melakukan wawancara dengan peneliti, “Biasa saja. RNS biasa saja. DRA DRI juga. Berbeda sama yang kembar satunya. Kalau yang kembar satunya itu misalnya ELN dapat nilai 9, ELR dapat nilai 7, ELR ini akan berusaha bagaimana caranya biar bisa mengejar ELN. Kalau DRA DRI mau dapat berapapun biasa”. Guru kelas III mengungkapkan bahwa DRA dan DRI bahkan tidak memiliki kemauan untuk bersaing dengan siswa lain. 104 Hal yang sama terjadi pada siswa berkebutuhan khusus di kelas IV. Saat siswa mencocokkan jawaban PR agama bersama siswa lain, NRW slow learner mengatakan bahwa banyak jawaban miliknya yang salah. Namun NRW tidak menunjukkan ekspresi sedih atau pun kecewa. NRW merasa biasa saja dan tidak peduli dengan hasil yang didapatkan. Pada mata pelajaran lainnya pun NRW tidak mempermasalahkan berapapun nilai yang didapatkan. Guru kelas IV membenarkan pernyataan di atas seperti berikut, “NRW nggak masalah kalau dapat nilai jelek. Itu diancam gurunya nanti nggak naik kelas saja nggak takut kok, apalagi cuma nilai jelek”.NRW bahkan tidak takut apabila NRW harus tinggal kelas. Sama dengan NRW, NAS tunagrahita juga menunjukkan ekspresi biasa saja dan tidak menyesal atau kecewa ketika guru seni musik mengumumkan bahwa nilainya berada jauh di bawah KKM. NAS mengaku sedih ketika mendapatkan nilai rendah, namun NAS bersikap biasa saja. Menurut guru kelas IV, NAS hanya senyum-senyum saat mendapatkan nilai rendah. Teman-teman NAS juga mengatakan bahwa NAS bersikap biasa saja saat mendapatkan nilai rendah. MIR slow learner kelas V menunjukkan sikap serupa dengan siswa berkebutuhan lainnya saat mengalami kegagalan dalam pembelajaran. pada saat mengoreksi jawaban bersama di kelas, MIR mencoret beberapa jawabannya yang salah sambil berkata “Yah salah, yah salah”, namun dari ekspresinya terlihat biasa saja. Sampai MIR mengetahui nilainya, MIR tetap terlihat biasa dan tidak terlihat kecewa. Hal ini diakui oleh teman-teman dan 105 guru kelas V yang menyatakan bahwa MIR menunjukkan ekspresi yang biasa dan tidak sedih atau menyesal saat mendapatkan nilai rendah. Beberapa pernyataan di atas diperkuat dengan keterangan GPK berikut, “Biasanya slow. Biasa saja. Nggak ada rasa penyesalan. Kalau anak-anak yang seperti itu biasanya sama”. GPK menyatakan bahwa siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Jlaban tidak menyesal dan tidak mempermasalahkan nilai rendah yang diperoleh. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa slow learnermenunjukkan sikap yang biasa saja ketika mengalami kegagalan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Siswa berkebutuhan khusus tidak merasa kecewa atau menyesal apabila mendapatkan lebih rendah dibandingkan dengan nilai teman-temannya. Begitu pula dengan siswa tunagrahita seperti NAS, NAS menunjukkan sikap yang biasa saja ketika mengalami kegagalan salam menyelesaikan tugas- tugas dari guru.

D. Pembahasan