27 ekspresif atau mengungkapkan; d hasil belajar yang kurang optimal
menyebabkan stres karena ketidakmampuan anak mencapai apa yang diharapkan; e ketidakmampuan mengikuti pelajaran menyebabkan anak slow learner dapat
membuat anak tinggal kelas; dan f mendapat label yang kurang baik dari teman- temannya Nani Triani dan Amir, 2013: 13.
2. Interaksi Sosial Siswa Tunagrahita
Pengertian tunagrahita atau mental retardation menurut Dunn dan Leitschuh 2006: 491 yakni
“A disability characterized by significant limitations both in intellectual functioning and adaptive behavior as expressed in conceptual, social,
and practical adaptive skills. The disability originates before age 1 8”. Pernyataan
tersebut menjelaskan bahwa tunagrahita merupakan kelainan yang ditunjukkan dengan adanya keterbatasan pada fungsi intelektual dan kemampuan
menyesuaikan diri seperti yang ditunjukkan melalui keterampilan konseptual, sosial, dan adaptasi. Dunn dan Leitschuh menambahkan bahwa anak tunagrahita
merupakan anak dengan IQ di bawah 68 dengan skala Stanford Binet atau IQ di bawah 69 dengan skala Wechsler.
Siswa tunagrahita seringkali mendapatkan penolakan dari teman sebaya karena keterbatasan mentalnya atau karena siswa tidak mampu menyesuaikan diri
sehingga siswa menarik diri dari lingkungan sosialnya. Namun, pada siswa tunagrahita ringan, meskipun lebih sulit menerima materi pelajaran dibandingkan
dengan siswa rata-rata dan memiliki kemampuan berkomunikasi yang terbatas, mereka bisa melakukan beberapa pekerjaan sederhana yang mendukung
kebutuhan ekonomi saat dewasa Dunn dan Leitschuh, 2006: 494-500.
28 The American Association on Mental Retardation atau AAMR dalam Dunn
dan Leitschuh, 2006: 494 mengklasifikasikan tunagrahita ke dalam empat kelas, yakni 1 mild, IQ 52-69; 2 moderate, IQ 36-51; 3 severe, IQ 20-35; dan 4
profound, IQ di bawah 19. Sedangkan pengertian tunagrahita menurut Kemis dan Ati Rosnawati 2013: 10 adalah kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum
di bawah rata-rata, yakni IQ 84 ke bawah sesuai tes. Selanjutnya dijelaskan bahwa perilaku anak tunagrahita yang dipandang ganjil dan aneh oleh orang lain
cenderung akan dikucilkan dari pergaulan kelompok sebaya. Hal itu menyebabkan anak tunagrahita memiliki kecenderungan tidak mempunyai teman Kemis dan
Ati Rosnawati 2013: 32. Karakteristik sosial siswa tunagrahita sesuai tingkatannya menurut
Mumpuniarti 2000: 41-44 yakni sebagai berikut. 1.
Tunagrahita ringan, mampu bergaul menyesuaikan di lingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam
masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukan secara penuh sebagai orang dewasa.
2. Tunagrahita sedang, banyak yang memiliki sikap sosial kurang baik, rasa
etisnya kurang dan nampak tidak mempunyai rasa terima kasih, rasa belas kasihan dan rasa keadilan.
3. Tunagrahita berat dan sangat berat, kontak dengan orang lain sangat terbatas,
tidak mempunyai rasa kasih sayang, apatis terhadap sekitarnya serta hidup dan tingkah lakunya dikuasai oleh mekanisme gerakan yang berlangsung di
luar kemampuan dan kesadarannya.
29 Siswa tunagrahita memiliki kecederungan ketergantungan terhadap teman
sebayanya. Anak tunagrahita lebih banyak bergantung pada orang lain dan kurang berpengaruh oleh bantuan sosial. Dalam hubungan kesebayaan, anak tunagrahita
menolak anak yang lain. Seiring bertambah usia, anak tunagrahita jarang diterima, sering ditolak oleh kelompok, serta jarang menyadari posisi diri dalam kelompok
Sutjihati Somantri, 2007: 84-178. Smith dan Tyler 2010: 270 menjelaskan bahwa siswa tunagrahita mental retardation atau intellectual disabilities
memiliki kemampuan menyesuaikan diri seperti berikut. Peoples with cognitive problems, as well as many people without
disabilities, have difficulty because they do not have the skills needed in defferent situations or because they do not know what skill is needed in a
particular situation. Regardless, lacking proficiency in the execution of a
wide variety of adaptive skills can impair one‟s abilities to function independently
. What, then, are these “conceptual, social, and practical skills?” Practical skills include such activities of daily life as eating,
dressing, toileting, mobility, preparing meals, using the telephone, managing money, taking medication, and housekeeping. Social skills might include
using social conventions, like using the word “Please” and “Thank you” and knowing how to terminate a corversation.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa siswa tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam menyesuaikan diri, baik dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari maupun menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Hal ini terjadi karena siswa tunagrahita tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam
menghadapi situasi yang beragam. Interaksi sosial anak tunagrahita atau retardasi mental menurut Algozzine
dan Ysseldyke 2006: 31 sebagai berikut: By definition, individuals with mental retardation exhibit sosially
inappropriate behaviors; often they are both sosially and emotionally immature. Inappropriate behaviors, antisosial behaviors, and odd
mannerisms can lead others to reject those with mental retardation have
30 difficulty with independent living skills, such as dressing, eating, exercising,
bowel and bladder control, and maintaining personal hygiene. Often, they must be cared for throughout their lives. People with severe retardation may
also require special instruction involving adaptive devices e.g., specially designed eating utensils or adapted learning sequences e.g., task-analyzed
hierarchies to learn basic skills.
Pernyataan di atas menerangkan bahwa anak dengan retardasi mental atau tunagrahita menunjukkan perilaku sosial yang kurang baik. Perkembangan sosial
dan emosi anak tunagrahita belum matang. Perilaku yang kurang pantas, sikap antisosial, dan perilaku aneh menimbulkan adanya penolakan orang lain terhadap
anak tunagrahita. Selain itu, anak tunagrahita biasanya memiliki kemandirian yang rendah.
Karakeristik anak tunagrahita menurut Frieda Mangunsong 2014: 131-134 sebagai berikut.
1. Tunagrahita ringan mild, termasuk dalam anak mampu didik bila dilihat dari
segi pendidikan. Mereka kadang mengalami frustasi ketika diminta berfungsi secara sosial atau akademis sesuai usia mereka sehingga tingkah laku mereka
bisa menjadi tidak baik seperti acting out di kelas atau menolak melakukan tugas kelas Hanson dan Aller, dalam Frieda Mangunsong, 2014: 132.
Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam. Namun hal ini bisa berubah apabila mereka banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan
anak lainnya. 2.
Tunagrahita menengah moderate, termasuk dalam anak mampu latih meskipun sering memberikan respon lama terhadap pendidikan dan pelatihan.
Mereka memiliki koordinasi fisik yang buruk dan akan mengalami masalah di banyak situasi sosial Lyen dalam Frieda Mangunsong, 2014: 134.
31 3.
Tunagrahita severe, mereka banyak memperlihatkan banyak masalah atau kesulitan meskipun berada di sekolah khusus Lyen dalamFrieda
Mangunsong, 2014: 134. Mereka tidak mampu mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun pada tugas-tugas sederhana. Oleh karena
itu, mereka jarang dipekerjakan dan sedikit sekali berinteraksi sosial. 4.
Tunagrahita profound, mempunyai masalah yang serius baik menyangkut kondisi fisik, intelegensi serta program pendidikan yang tepat bagi mereka.
Kemampuan berbicara dan berbahasanya sangat rendah sehingga interaksi sosial mereka juga sangat terbatas.
Anak tunagrahita cenderung sulit mendapatkan teman dan mempertahankan pertemanan. Konsep diri anak tunagrahita buruk dan kemungkinan besar mereka
tidak mendapat kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain Frieda Mangunsong, 2014: 136. Sementara menurut Mohammad Efendi 2009: 102-
103, sebagai makhluk sosial anak tunagrahita memiliki hasrat untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal. Namun, upaya anak
tunagrahita lebih sering mengalami kegagalan atau hambatan yang berarti. Akibatnya, anak tunagrahita mudah frustasi, sehingga muncul perilaku
menyimpang sebagai reaksi dari pertahanan diri dan sebagai wujud penyesuaian sosial yang salah. Bentuk-bentuk penyesuaian yang salah tersebut antara lain
kompensasi yang berlebihan, displacement, regresi, delinquent, destruksi, agresi, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa siswa tunagrahita ringan mampu bergaul menyesuaikan di lingkungan yang tidak
32 terbatas pada keluarga saja, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana. Siswa
Mereka kadang-kadang memperlihatkan rasa malu atau pendiam. Namun hal ini bisa berubah apabila mereka banyak diikutkan untuk berinteraksi dengan anak
lainnya. Sedangkan siswa tunagrahita secara umum cenderung kurang baik. Siswa tunagrahita mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Hal
itulah yang menyebabkan siswa tunagrahita biasanya jarang diterima, sering ditolak oleh kelompok, jarang menyadari posisi diri dalam kelompok, dan kurang
mampu mempertahankan pertemanan.
D. Pertanyaan Penelitian