PEMILIKAN TANAH PERTANIAN SECARA ABSENTEE
KERTHA PATRIKA
• VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010
74
• JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM
melakukan pembelian tanah pertanian. b. Bila istri yang berstatus PNSABRI, apakah ketentuan ini berlaku terhadap duda
PNSABRI ? c.
Apakah tidak seyogyanya ditegaskan keharusan untuk pindah ke tempat pertaniannya sesudah ybs. pensiun, mengingat bahwa pengecualian dari asas yang termuat dalam
Pasal 10 UUPA itu sifatnya temporer ?
d. Terlepas dari ketiga hal tersebut, mungkinkah ketentuan tentang pemilikan tanah absentee ini kelak dihapuskan ?
Masalah No. 1 sebagaimana diungkap di atas nampaknya sangat tepat. Sehubungan dengan itu sudah saatnyalah untuk meninjau kembali produk hukum yang berkaitan dengan
jarak tempat tinggal dengan tanah untuk disesuaikan dengan kemajuan dibidang komunikasi, teknologi dan transportasi. Diilhami oleh masalah sebagaimana disebutkan di atas maka
penulis merasa perlu juga untuk mempermasalahkan, apakah daerah kecamatan yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan pemilikan tanah absentee masih relevan ? hal ini didasarkan
atas pemikiran bahwa kemungkinan seseorang memiliki tanah di luar kecamatan yang tidak berbatasan dengan kecamatan tempat tinggalnya akan tetapi masih memungkinkan untuk
dikerjakan secara efi sien bila dihitung berdasarkan jarak. Sehubungan dengan itu, apakah tidak lebih tepat untuk menentukan absentee atau tidaknya pemilikan tanah dipakai kabupatenkota
atau kalau menemui kasus seperti tersebut di atas tetap dipakai ukuran kecamatan tetapi apabila masih memenuhi kriteria jarak yang ditentukan bisa juga dikecualikan ?
Masalah No. 2a kiranya perlu mendapat perhatian yang seksama. Apabila yang disinyalir itu benar maka perlu kajian yang lebih mendalam terhadap ketentuan-ketentuan yang mengaturnya
sehingga harapan yang terkandung dalam PP termaksud sasarannya tepat. Oleh karena itu penulis mengacu pada tujuan UUPA dan penetapan batas minimum pemilikan tanah. Salah satu
tujuan UUPA adalah untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat terutama rakyat tani. Penetapan batas minimum bertujuan agar tiap keluarga petani
mempunyai tanah yang cukup luasnya untuk mencapai taraf penghidupan yang layak. Bertumpu pada alasan yang telah diungkap di atas maka penulis berpendapat bahwa, ketentuan-ketentuan
yang mengatur tentang pemilikan maksimal tanah pertanian secara absentee bagi PNSABRI dan yang dipersamakan, pensiunan PNSABRI dan janda PNSABRIpensiunan perlu ditinjau
kembali dan menurut hemat penulis batas maksimum berpatokan pada luas minimum yaitu dua hektar bukan 25 dari luas maksimum yang ditentukan untuk Daerah Tingkat II sekarang
KabupatenKota. Hal ini didasarkan pada pemikiran berikut: a PNSABRI dan janda PNS ABRI sudah mempunyai penghasilan tetap gajipensiunan; 2 perlakuan terhadap petani pada
umumnya dengan PNSABRI, pensiunan PNSABRI dan janda PNSABRI hendaknya tidak menunjukkan gap terlalu tajam agar tidak memicu kecemburuan sosial.
Terhadap masalah 2b tentang kemungkinan diberlakukannya ketentuan untuk janda PNSABRI terhadap duda PNSABRI. Penulis merasa perlu untuk melakukan kajian terhadap
istilah janda yang dalam pengertiannya yang luas istilah janda tercakup didalamnya janda perempuan dan janda lakiduda. Istilah janda laki sebagai sinonim istilah duda dipakai oleh
Surojo Wignjodipuro, 1973: 233, dan pakar hukum adat lainnya. Dari Penjelasan Umum angka 7 PP No. 41977 dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan janda adalah terbatas pada
seorang istri yang ditinggal suami karena meninggal dunia. Dengan demikian tidak termasuk mereka yang berstatus janda sebagai akibat perceraian. Motif apa yang mendorong Pemerintah
JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM •
75
menetapkan hanya janda yang ditinggalkan oleh suaminya karena meninggal dunia saja yang bisa memiliki tanah pertanian secara absentee tidak pernah diungkap oleh PP itu sendiri. Dengan
mendasarkan diri pada interpretasi ekstensif dan mengacu ketentuan Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 8 UU No.56 Prp1960 penulis berpendapat bahwa, terhadap duda PNSABRI dapat juga
diberlakukan ketentuan untuk janda PNSABRI.
Terhadap masalah 2c, menurut hemat penulis ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:
1 Apakah alasan yang diungkap dalam PP termaksud masih relevan? Penulis berpendapat bahwa alasan yang dimuat dalam PP termaksud masih bisa diterima. Bukankah untuk pindah
ke tempat letak tanah memerlukan biaya yang cukup tinggi? Bagaimana pula dengan anak- anaknya yang masih memerlukan bimbinganperhatian orang tua disamping kemungkinan
adanya kesulitan untuk beradaptasi dengan suasanasituasi dan kondisi lingkungan yang baru.
2 Kalaupun pensiunan PNSABRI bisa pindah ke kecamatan letak tanahnya belum tentu ia dapat mengerjakan sendiri tanahnya secara aktif apalagi yang bersangkutan tidak mempunyai
ketrampilan dibidang pertanian, faktor usia, disamping UU masih memungkinkan untuk menyerahkan pengusahaan tanahnya kepada orang lain bagi hasil.
3 Tidak pindahnya pensiunan PNSABRI ke kecamatan letak tanahnya justru kurang menguntungkan pensiunan itu sendiri. Bukankah pemilikan tanah absentee dibatasi hanya
sampai 25 dari batas maksimum? 4 Ditinjau dari umur rata-rata orang Indonesia, maka bagi pensiunan tidak lama lagi
menikmati hidupnya, sehingga setelahnya ia meninggal dunia terjadilah proses pewarisan, hal mana berarti berakhirnya pemilikan tanah pertanian absentee.
Terhadap masalah 2d tentang kemungkinan penghapusan ketentuan pemilikan tanah absentee, menurut hemat penulis diperlukan pemikiran yang cermat. Ada beberapa akibat yang
mungkin timbul antara lain: 1. Adanya kesulitan untuk melacakmemonitor pemilikanpenguasaan tanah seseorang
dalam kaitannya dengan penetapan pemilikan batas maksimum seandainya memiliki tanah terpencar.
2. Pemilikanpenguasaan tanah secara terpencar menimbulkan penggarapan yangtidak efi sien
dan optimal, dus ini berarti kurang menguntungkan petani itu sendiri. 3. Memperluas terjadinya pemerasan oleh golongan ekonomi kuat terhadap golongan
ekonomi lemah yang tersalur dalam bentuk sewa, bagi hasil dsb. 4.
Memberikan peluang kepada segolongan orang tertentu untuk menyimpang dari ketentuan- ketentuan landreform.
Atas dasar pertimbangan di atas maka ketentuan tentang pemilikan tanah pertanian secara absentee belum saatnya dihapus.