SARAN A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 100 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM Universal Hak Asasi Manusia, penerjemah: Titis Eddy Arini, Gramedia Pustaka Utama, 1996, Jakarta. Peter Davies ed, 1991, Human Rights, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: Hak-hak Asasi Manusia, penerjemah: A. Rahman Zainuddin,Yayasan Obor Indonesia, 1994, Jakarta.

B. Perjanjian Internasional Dan Peraturan Perundang-Undangan Nasional

Deklarasi Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1948 Tentang Hak Asasi Manusia. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1989 Tentang Hak-Hak Anak. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

C. Artikel

Gde Made Swardhana, Upaya Perlindungan Anak Dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, makalah disampaikan pada Lokakarya Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia RANHAM Provinsi Bali, untuk Panitia Pelaksana RANHAM Provinsi Bali, Pemerintah KabupatenKota se-Bali, yang diselenggarakan Biro Hukum dan HAM Provinsi Bali di Denpasar, 18 Oktober 2005. http:www.liputan6.comnews?id=162531c_id=3, diakses 19 Agustus 2008. http:yuwielueninet.wordpress.com20080805 hak- hak- anak, diakses 18 Agustus 2008. Irwanto, Pelaku Kekerasan Pada Anak : Apakah Hukuman Saja Cukup?, http:himpsijaya. org20061021 pelaku- kekerasan- pada- anak- apakah-hukuman-saja-cukup, diakses 19 Agustus 2008. Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural Pemajuan Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, Makalah Dalam Rangka Diskusi Terbatas Tentang Perkembangan Pemikiran Mengenai Hak Asasi Manusia, Yang Diadakan Oleh Institute For Democracy And Human Rights, The Habibie Center, April 2000, http:www.theceli. comdokumenprodukjurnaljimlyj009.htm, diakses tahun 2006. Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Stop Kekerasan Pada Anak, http:www. eramuslim.comberitanas8721114129 -kak- seto- stop -kekerasan- pada-anak.htm , diakses 19 Agustus 2008. Seto Mulyadi, Kekerasan Pada Anak, http:www.mail-archive.comdharmajalayahoogroups. commsg03716.html, diakses 19 Agustus 2008. JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 101 Implementasi Yuridis Kedudukan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Oleh : Cokorda Istri Anom Pemayun Bagian Hukum Administrasi Negara FH-Unud Abstract The implementation of decentralization and deconcentration principle in province underlied by law number 32 year 2004 has engendered a governor in two rules comprising head of province all at once as central government representatives. In his rules a central government representative, emerged subordination relation beetwen governor and major. Key words ; Implementation, Governor Position, subordination relation

I. PENDAHULUAN

Sejalan dengan maksud pasal 18 UUD 1945, penyelenggaraan pemerintahan daerah sepanjang sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami pasang surut dalam beberapa dekade penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, desentralisasi dan dekonsentrasi adalah azas utama pemerintahan daerah. Desentralisasi selalu bermakna penyerahan sejumlah urusan kepada daerah atau pengakuan bahwa daerah dapat menyelenggarakan sejumlah urusan yang bukan urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dekonsentrasi bermakna pelimpahan wewenang kepada pejabat pemerintah di daerah. Dekonsentrasi juga dapat bermakna sebagai penyebaran fungsi-fungsi pemerintah secara berjenjang dan meluas pada organisasi yang bernaung di bawah jenjang itu seperti instansi vertikal pada masa lalu. 1 Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepada wilayah. Azas ini menjadi dasar pembentukan wilayah, sebagai lingkungan kerja perangkat pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum. Secara hierarkhis yang dibentuk berdasarkan azas dekonsentrasi terdiri dari provinsi, kabupatenkotamadya, kota administratif dan kecamatan. Wilayah administratif pada tingkat provinsi dan kabupatenkotamadya berhimpitan fused model dengan daerah otonom tingkat I dan daerah otonom tingkat II. Wilayah-wilayah administratif yang dibentuk berdasarkan azas dekonsentrasi itu adalah lingkungan kerja perangkat pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan umum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 secara eksplisit mengatur dan membangun konsep dekonsentrasi sebagai suatu azas yang menjadi dasar pembentukan wilayah kerja pemerintah pusat di daerah yang melaksanakan 1 Ateng Syafrudin, 1976. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Daerah, Bandung: Tarsito,h. 14 KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 102 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM tugas pemerintahan umum. Urusan-urusan dekonsentrasi adalah urusan-urusan pemerintahan umum, yang meliputi bidang ketentraman dan ketertiban, pembinaan politik dalam negeri, koordinasi, pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah, dan urusan pemerintahan lainnya yang tidak menjadi urusan rumah tangga daerah dan bukan menjadi urusan instansi vertikal. 2 Konsep pemerintahan umum yang dikonstruksi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 sesungguhnya telah berakar sejak masa Pemerintahan Hindia Belanda dezentralisatie wet 1903 yang dikenal sebagai algemeen bestuur, yang berhubungan dengan tugas-tugas aparatur negara, tidak menjadi urusan departemen tertentu, tetapi fungsi dan tugas gewestelijke bestuurshoofden kepala wilayah yang bertanggungjawab kepada pemerintah pusat. Pembentukan instansi-instansi vertikal di daerah terutama setelah ditetapkannya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak menghilangkan fungsi-fungsi pemerintahan umum, tetapi telah membatasi ruang lingkup urusan pemerintahan umum yang sebelumnya bersifat bebas vriijbestuur. Urusan kepolisian dan justisi pada masa pemerintahan Hindia misalnya, kemudian dipisahkan dari pemerintahan umum dengan terbentuknya lembaga-lembaga kepolisian dan peradilan. Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia, adakalanya kewenangan pelaksanaan urusan pemerintahan umum diinkorporasikan dalam badan-badan daerah otonom atau diserahkan kepada daerah. Jika penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak menganut azas dekonsentrasi sebagaimana terdapat pada masa berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, maka tugas-tugas pemerintahan umum dilaksanakan oleh kepala daerah. Meskipun dalam prakteknya pejabat pamong praja tetap melaksanakan fungsi sebagai wakil pemerintah pusat yang melaksanakan juga tugas-tugas pemerintahan umum. 3 Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menganut azas desentralisasi dan dekonsentrasi secara bersamaan pada semua jenjang pemerintahan. Dalam undang-undang ini secara lengkap diatur bidang-bidang yang menjadi ruang lingkup dekonsentrasi. Konstruksi dekonsentrasi yang dianut sebenarnya tetap relevan dalam pergeseran politik desentralisasi yang terjadi. Akan tetapi, konstruksi ini tidak berlanjut dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Bahkan undang-undang ini, meskipun menyebut dekonsentrasi sebagai azas penyelenggaraan pemerintahan provinsi, tetapi tidak mengaturnya secara eksplisit. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi mengatur tentang ruang lingkup urusan-urusan dekonsentrasi, tidak memiliki dasar pengaturan cakupan dekonsentrasi sehingga penetapan ruang lingkup dekonsentrasi tidak tepat sasaran, karena di dalamnya tidak sepenuhnya memuat aspek-aspek pemerintahan umum yang disebut sebagai kewenangan dekonsentrasi. Bahkan pada Peraturan Pemerintah ini terdapat kejanggalan karena urusan otonomi dimasukkan sebagai aspek dekonsentrasi seperti pendidikan dan latihan, penelitian dan pengembangan, dan perencanaan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengulangi kesalahan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dalam ketentuan umum dijelaskan pengertian dekonsentrasi, tetapi sama sekali tidak mengaturnya dalam batang tubuh undang-undang. Undang-undang ini tidak mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah menurut azas dekonsentrasi. Ada kecenderungan menafsirkan bahwa pembinaan dan pengawasan sebagian diatur pada pasal 217 sebagai urusan dekonsentrasi. Akan tetapi, hendaknya dipahami bahwa pembinaan dan pengawasan itu hanya salah satu aspek dalam dekonsentrasi yang termasuk dalam pemerintahan umum. Formulasi atas urusan-urusan dekonsentrasi perlu dilakukan agar pelaksanaannya efektif. 2 Kansil, C.S.T.,1979. Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, Jakarta: Aksara Baru,h. 47 3 Ibid,h. 22

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Antara Indonesia Dengan Cina Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance Di Indonesia

3 83 204

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Sebagai Variable Moderating: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 56 121

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

0 0 14

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia_peer reviewer.

0 0 4