Pengaturan Dalam Rancangan KUHP 19992000

KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 32 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM bagian hukum lain telah memberikan perlindungan yang lebih berguna dari pada menjatuhkan pidana terhadap korporasi. Ayat 2 : Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dinyatakan dalam putusan hakim. Pasal 49 : Alasan pemaaf atau alasan pembenar yang dapat diajukan oleh pembuat yang bertindak untuk dan atas nama korporasi, dapat diajukan oleh korporasi sepanjang alasan tersebut langsung berhubungan dengan perbuatan yang didakwakan pada korporasi. Mengenai kedudukan sebagai pelaku dan sifat pertanggung jawaban korporasi disebutkan dalam penjelasan Pasal 46 Rancangan KUHP 19992000 sebagai berikut : a. Pengurus korporasi sebagai pelaku dan oleh karena itu penguruslah yang bertanggung jawab. b. Korporasi sebagai pembuat dan pengurus yang bertanggung jawab. c. Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab. Oleh karena itu jika suatu tindak pidana dilakukan oleh dan untuk suatu korporasi, maka penuntutannya dapat dilakukan dan pidananya dapat dijatuhkan terhadap korporasi sendiri, atau korporasi dan pengurusnya atau pengurusnya saja. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan pada korporasi menurut Rancangan KUHP 19992000 hanyalah “pidana denda” dengan ancaman maksimum pidana denda lebih berat dibandingkan pidana denda terahdap orang, yaitu katagori lebih tinggi berikutnya. Pidana denda paling banyak untuk korporasi adalah yang melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling lama 7 tahun sampai dengan 5 tahun adalah denda katagori V dan mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 tahun adalah denda kategori VI. Sedangkan pidana denda paling sedikit untuk korporasi adalah denda katagori IV Pasal 75 ayat 4, 5 6. Pidana tambahan yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pencabutan hak yang diperoleh korporasi Pasal 84 ayat 2.

2. Relevansi Penerimaan Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Korporasi dalam hukum Pidana.

Dalam hukum pidana konsep liability atau pertanggungjawaban merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran, kesalahan. Dalam bahasa latin ajaran kesalahan ini dikenal dengan sebutan “Mens Rea”. Doktrin Mens Rea itu dilandaskan pada maxim “actus non facit comisi mens sit rea” yang berarti “suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah, kecuali jika pikiran orang itu jahat”. Dalam hukum pidana Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan “an act does not make a person quilty unsless the mind is legally blame worthy”. Berdasarkan asas tersebut, maka ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu : 1 ada perbuatan lahiriah yang terlarang actus rens dan 2 ada sikap bathin jahat atau tercela lahiriah yang terlarang mens rea. Pertanggungjawaban pidana itu selalu berhubungan dengan kesalahan, baik dalam bentuk kesengajaan maupun kealfaan. Kesalahan adalah keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan itu dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan itu, sehingga orang itu dapat dicela melakukan perbuatan tersebut. Asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan asas fundamental dalam mempertanggung- JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 33 jawabkan pelaku delik karena telah melakukan perbuatan pidana. Asas tersebut juga merupakan dasar dijatuhkannya pidana kepada pelaku delik. Pertanggungjawaban pidana menjadi lenyap, jika ada salah satu dari keadaan-keadaan atau kondisi-kondisi yang memaafkan itu 5 . Hukum pidana Indonesia pada dasarnya juga menganut asas kesalahan, misal : Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 8 UU No. 14 Tahun 1970 jo UU No. 35 Tahun 1999 jo UU No. 4 Tahun 2004, tentang Ketentuan, Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 183, Pasal 193 ayat 1, Pasal 197 ayat 1 huruf h UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP dan di dalam KUHP, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit, tetapi dari rumusan pasal-pasalnya mengidentifi kasikan dianutnya asas kesalahan, baik dalam bentuk kesengajaan maupun kealfaan. Disamping itu juga dalam hukum pidana dikenal suatu asas yang tidak tertulis yang berbunyi : “geen straf zonder schuld” tiada pidana tanpa kesalahan. Dengan perkembangan masyarakat, baik perkembangan di bidang teknologi, ekonomi, maupun dunia usaha, muncul perbuatan-perbuatan melawan hukum yang sifatnya ringan, namun sangat membahayakan bagi masyarakat umum public welfare offences. Kejahatan dalam bentuk ini kadang-kadang tidak disertai dengan niat jahat sebagaimana halnya kejahatan-kejahatan lain, seperti : pembunuhan, penganiayaan dan sebagainya. Kejahatan ini juga kadang kala hanya berupa pelanggaran peraturan yang berdampak pada membahayakan masyarakat regulatory offences, misalnya yang berkaitan dengan minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang, pencemaran lingkungan, perlindungan konsumen dan sebagainya. Dalam rangka mengatasi perkembangan kejahatan yang semakin kompleks tersebut, nampaknya hukum pidana klasik yang menganut asas kesalahan sudah tidak mampu lagi. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan di bidang hukum pidana dengan mengakui bahwa asas kesalahan bukan satu-satunya asas yang dapat dipakai. Dalam hukum pidana modern pertanggungjawaban pidana juga dapat dikenakan kepada seseorang, meskipun orang tersebut tidak mempunyai kesalahan sama sekali. Alasan utama untuk menerapkan pertanggung jawaban pidana tanpa kesalahan itu adalah demi perlindungan masyarakat, karena untuk delik-delik tertentu, seperti tindak pidana korporasi sangat sulit membuktikan adanya unsur kesalahan. Ada tiga macam bentuk atau model sistem pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan, yaitu: a pertanggungjawaban mutlak, b pertanggungjawaban pidana pengganti dan pertanggungjawaban korporasi. Ad. a. Pertanggungjawaban Pidana Mutlak Pertanggungjawaban pidana mutlak adalah pertanggungjawaban tanpa kesalahan, dimana pelaku sudah dapat dipidana apabila telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana telah dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat bagaimana sikap bathinnya. Asas ini diartikan dengan istilah “Liability Without Foulty”, Unsur pokok dalam strict liability adalah : perbuatan actus rens, sehingga yang harus dibuktikan hanya actus rens, bukan mens rea. Landasan penerapan strict liability, antara lain: 1 Tidak berlaku umum terhadap semua jenis perbuatan pidana, tetapi sangat terbatas dan tertentu terutama mengenai kejahatan anti sosial atau yang membahayakan sosial. 2 Perbuatan terbenar-benar bersifat melawan hukum unlawful yang sangat bertentangan dengan kehati-hatian yang diwajibkan hukum dan kepatutan. 5 Roeslan Saleh , 1982, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 21. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Korporasi di Indonesia Dewa Suartha

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Antara Indonesia Dengan Cina Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance Di Indonesia

3 83 204

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Sebagai Variable Moderating: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 56 121

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

0 0 14

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia_peer reviewer.

0 0 4