Fungsi Tri Hita Karana Dalam Kontrak Konstruksi

KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 18 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM 1. Bergantung pada; 2. Tugas; 3. Hubungan timbal balik antara bagian dan keseluruhan; dan 4. Kerja werking. 13 Dalam terminologi hukum, fungsi diartikan sebagai ”tugas khusus dari suatu jabatan”. 14 Dengan demikian fungsi baru menampakan arti yang benar jika dihubungkan dengan suatu masalah. 15 Permasalahan yang dimaksud dalam konteks kontrak konstruksi diantaranya syarat- syarat kontrak yang memuat tentang kewajiban terhadap pemenuhan ketentuan perundang- undangan yang berlaku dan bentuk tanggungjawab mengenai lingkungan dan manusia. 16 Pembangunan proyek panas bumi yang dikenal dengan proyek ”Geothermal Bedugul” di kabupaten Tabanan pada tahun 1998 yang dilaksanakan oleh PT Pertamina dengan Bali Energi Ltd. yang sampai saat ini masih dipermasalahkan dari aspek sosiologisnya yaitu terkait dengan adanya penolakan masyarakat atas proyek yang dimaksud, dan dari aspek yuridisnya yaitu tidak dipatuhinya ketentuan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 3 Tahun 2005 bahwa lokasi proyek tersebut berada dalam areal kawasan suci dan kawasan hutan lindung. Merujuk pada pendapat bahwa fungsi berarti bergantung pada dan hubungan timbal balik antara bagian dan keseluruhan, sangat relevan pada permasalahan proyek panas bumi tersebut. Peranan fungsi dari ketiga unsur Tri Hita Karana telah diabaikan sehingga mengakibatkan proyek tersebut sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Selanjutnya disampaikan fungsi Tri Hita Karana dalam konteks ruang lingkup atau obyek kontrak yakni lingkup pekerjaan perencanaan konstruksi, lingkup pekerjaan pelaksanaan konstruksi dan lingkup pekerjaan pengawasan konstruksi. Ketiga lingkup pekerjaan konstruksi tersebut lebih lanjut dapat dijabarkan pada fungsi unsur-unsur dari Tri Hita Karana sebagai berikut: 1. Unsur Parhyangan yang diimplementasikan sebagai tempat yang mempunyai kekuatan magis supranatural berfungsi sebagai media untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Unsur ini wajib diperhatikan oleh pihak penyedia jasa kontraktor berkait dengan tata letak dan fungsi bangunan yang akan dikerjakan. Ketentuan mengenai tata letak dan fungsi bangunan merujuk pada Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung dan berdasarkan Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu Tentang Arsitektur Bali, maka ketentuan untuk membangun atau tempat bangunan berpedoman pada pustaka yang disebut dengan Asta Bumi, ketentuan untuk bangunan atau konstruksinya berpedoman pada pustaka Asta Kosala-Kosali, dan ketentuan untuk bahan-bahan atau material yang akan digunakan berpedoman pada Asta Dewa. 17 Sedangkan pedoman untuk kawasan bangunan yang berfungsi sebagai tempat suci berdasarkan ”pola pewilayahan” yang disebut dengan Tri Mandala Tri=tiga, Mandala=wilayah yakni: Utama Mandala yang berarti berada pada wilayah yang utama, Madya Mandala yang berarti berada pada wilayah tengah, dan Nista Mandala, yang berarti berada pada 13 Sjachran Basah, Tiga Tulisan Tentang Hukum, Armico Bandung, 1986, h. 18-19. Periksa: Sjachran Basah, Ilmu Negara Pen- gantar, Metode, dan Sejarah Perkembangannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 34-35 14 IPM Ranuhandoko, Terminologi Hukum, Sinar Grafi ka, Jakarta, 1996, h. 301 15 Koesnoe Goesniardi S, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-Undangan Lex Spesialis Suatu Masalah, JP Books, Surabaya,2006, h.25-26 16 Pasal 23 Huruf m PP No.292000 17 Ida Pedanda Mpu Jaya Wijayananda, 2004. Tata Letak Tanah Dan Bangunan Pengaruhnya Terhadap Penghuninya, Paramita, Surabaya, h.6-9. Periksa: I Made Bidja, Asta Kosala-Kosali, Asta Bumi, Pustaka Bali Post, Denpasar, h.13 JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 19 wilayah paling belakang. 18 Berdasarkan konsep form follows function bentuk mengikuti fungsi, 19 maka bangunan yang akan dibangun akan disesuaikan dengan fungsinya terlebih dahulu, baru kemudian bentuk bangunannya mengikuti fungsi tersebut. Apabila fungsi bangunan tersebut sebagai tempat peribadatan atau tempat suci, maka bentuk bangunannya akan disesuaikan dengan kaidah atau norma yang berlaku berdasarkan arsitektur bangunan atau berdasarkan tafsir terhadap aspek agama Hindu mengenai arsitektur Bali. 2. Unsur Pawongan yang diimplementasikan sebagai teritorial atau wilayah yang mengatur ruang pribadi, ruang transisi, dan ruang bersama dalam kebersamaan fungsi sebagai tempat untuk mengadakan kesepakatan atau perjanjian dalam hubungan kontraktual dan saling menghormati hak dan kewajiban pihak satu dan pihak lainnya. Dalam kaitannya dengan kontrak konstruksi, unsur pawongan ini merupakan media atau sarana untuk saling berinteraksi antara pihak pengguna jasa dan pihak penyedia jasa yang dituangkan dalam syarat-syarat sahnya kontrak. Dari unsur pawongan ini tercermin beberapa prinsip dasar yang perlu dikemukakan, antara lain: a. Prinsip ”kerja keras” yakni mengerjakan pekerjaan dengan tekun dan disiplin. Dalam Bhagawadgita disebutkan: ”tanpa kerja, orang tidak akan mencapai kebebasan dan kesempurnaan. Hanya orang-orang yang giat bekerja, tulus dan tidak mengenal lelah akan berhasil dalam hidup”. 20 b. Prinsip ”kerjasama”. Dalam pustaka Hindu Yayur Weda dan Rig Weda disebutkan: ”manusia harus membantu orang lain yang mengalami kesulitan atau ditimpa kemalangan. Tuhan akan selalu memberi karunia kepada orang yang selalu berusaha untuk menciptakan dan memelihara keharmonisan yang selaras diantara sesama”. 21 Dalam konteks ini, prinsip ”kerjakeras” dan ”kerjasama” tercermin dalam ketentuan yang mengatur tentang ”Hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak konstruksi” yang meliputi: 1. Hak dan kewajiban pengguna jasa; 2. Hak dan kewajiban penyedia jasa. 22 Penjabaran lebih lanjut dari prinsip ini tercermin pula pada ketentuan yang mengatur bagian ”Pelaksanaan Kontrak” yang tercantum dalam Bab II Huruf D 1 a Lampiran I Keppres No.802003 memuat tentang Surat Perintah Mulai Kerja SPMK bahwa: ”selambat-lambatnya empatbelas hari sejak tanggal penandatanganan kontrak, pihak pengguna jasa sudah harus menerbitkan SPMK”. Ini artinya prinsip ”kerja keras” sebagaimana dimaksud telah dapat dilakukan oleh penyedia jasa setelah menerima perintah mulai kerja dari pengguna jasa. Demikian pula pada ketentuan yang mengatur tentang ”Pemeriksaan Bersama” yang menyatakan: ”pada tahap awal periode pelaksanaan kontrak dan pada pelaksanaan pekerjaan, pihak pengguna jasa bersama-sama dengan pihak penyedia jasa melakukan pemeriksaan bersama”. Implementasi prinsip ”kerjasama” sebagaimana dimaksud nampak dengan dilakukannya pemeriksaan secara bersama sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Ikatan kerjasama yang dilakukan dapat menciptakan suasana yang serasi dan harmonis. 18 Ibid 19 Eko Budiharjo, 1997. Arsitektur Kota Di Indonesia, Alumni, Bandung, h.31 20 B.Ashrama, 2003.Buku Panduan Handbook Tri Hita Karana, Tourism AwardAccreditation Bali Travel News, Cet.Pertama, h.7 21 Ibid 22 Pasal 23 ayat 1 Huruf e PP No. 292000 Implementasi Prinsip Tri Hita Karana dalam Kontrak Konstruksi I Wayan Wiryawan KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 20 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM 3. Unsur Palemahan yang diimplementasikan dalam bentuk-bentuk penataan ruang bagi kehidupan yang heterogen, profesional dan struktural, yang berfungsi untuk mengatur kegiatan pemanfaatan alam. Berdasarkan kenyataan, unsur palemahan ini berhubungan dengan aspek fi sik suatu konstruksi bangunan. Ketinggian suatu bangunan tidak melebihi dari limabelas meter atau setinggi pohon kelapa, kecuali bangunan umum dan bangunan khusus yang memerlukan persyaratan ketinggian lebih dari limabelas meter seperti menara pemancar, mercusuar, bangunan pertahanan dan keamanan dan bangunan keagamaan. 23 Implementasi dari unsur palemahan ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk melaksanakan pelestarian dan pengembangan kualitas lingkungan sesuai dengan pemanfaatannya dan sekaligus berfungsi sebagai salah satu syarat untuk dapat tidaknya suatu pekerjaan konstruksi diselenggarakan. Di samping itu hal ini penting untuk diperhatikan, karena pelanggaran terhadap ketentuan normatif dari pemanfaatan ruang dan ketentuan yang berlaku memungkinkan terjadinya pekerjaan konstruksi tidak dapat dilanjutkan. 24

3. Penegakan Hukum

Penegakan hukum yang dimaksud dalam kajian ini adalah penegakan hukum dalam konteks implementasi prinsip Tri Hita Karana dalam peraturan daerah yakni Peraturan Daerah Bali Nomor 3 Tahun 2005 dan Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2005. kedua peraturan daerah tersebut pada prinsipnya di arahkan untuk mewujudkan pembangunandi wilayah Provinsi Bali seseuai dengan prinsip Tri Hita Karana. Pada kenyataannya, pembangunan yang telah dilaksanakan pada beberapa wilayah di Provinsi Bali tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana tertuang di dalam peraturan daerah tersebut. Oleh karena itu penegakan hukum dalam hal ini perlu tegas dan konsisten terhadap tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip dan norma hukum yang berlaku. Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: a. kepastian hukum rechtssicherheit; b. kemanfaatan zweckmassiheit; dan c. keadilan gerechtigheit. 25 Kepastian hukum merupakan perlindungan masyarakat terhadap tindakan sewenang- wenang. Dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknnya masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum tersebut. Penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Demikian pula penegakan hukum harus memperhatikan keadilan. Sebab hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sebaliknya keadilan bersifat subyektif, individualistis dan tidak menyamaratakan. 26 Secara konsepsional, esensi dari arti penegakan hukum dari aspek fi losofi snya adalah terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah atau 23 Pasal 30 ayat 1 Huruf e angka 2 Perda No.32005 24 Kasus penataan Loloan Yeh Poh di Desa Kuta Utara, Kabupaten Badung Tahun 2007 yang dilakukan oleh PT Bali Unicorn Corporation selaku pihak kontraktor, pengerjaan proyek tidak dapat dilanjutkan karena berdasarkan Surat Keputusan Bu- pati Badung No.6372003: Loloan termasuk daerah limitasi yang tidak dapat dikembangkan untuk pembangunan. 25 Sudikno Mertokusumo, 1993.Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, , h. 1 26 Ibid JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 21 norma yang mantap dan diimplementasikan pada sikap tindak untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup. 27 Dengan demikan, penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagar pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara untuk menuju pada tujuan hukum yaitu kepastian hukum dan keadilan. Sejalan dengan konsepsi di atas, pada saat hukum akan ditegakan untuk menjamin adanya kepastian hukum, maka akan ada kemungkinan rasa keadilan masyarakat akan terganggu, sehingga dalam situasi yang demikian ada konfl ik atau benturan kepentingan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan masyarakat. 28 Sehubungan dengan hal tersebut, maka fokus kajian penegakan hukum aspek yuridisnya adalah dalam kaitannya dengan penerapan prinsip Tri Hita Karana dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali dan dalam Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.

3.1. Peraturan Daerah Bali Nomor 3 Tahun 2005.

Potensi dan daya dukung alam Bali yang terbatas menimbulkan permasalahan pada tataruang Bali. Permasalahan itu dapat dilihat pada pembangunan fi sik disepanjang jalan arteri sehingga dapat mengurangi dayatarik keindahan alam sekitarnya, alih fungsi lahan pertanian menjadi bangunan, ketimpangan pembangunan antar kabupaten, tumpang tindih pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan budidaya, serta ancaman terhadap pelestarian budaya daerah. Permasalahan-permasalahan tersebut menjadikan semakin rumitnya persoalan tataruang Bali yang menurut Ketua Badan Perencana Pembangunan Daerah Bali Bapeda Bali pada waktu itu, disebabkan oleh lemahnya kesadaran hukum serta kemampuan aparat dalam menegakan hukum sehingga belum mampu menjadikan hukum sebagai panglima dalam pembangunan. 29 Secara sosiologis dari akibat lemahnya kesadaran hukum dan kemampuan aparat dalam menegakan hukum dapat mengakibatkan munculnya persoalan pada daerah kawasan baru pembangunan jalan, munculnya pembangunan fi sik dan pelanggaran jalur hijau, mencerminkan tidak terkendalinya pemanfaatan ruang yang potensial merusak fungsi lingkungan. Telah terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diamanatkan dalam perundang-undangan yang berlaku, sehingga mengakibat pula telah terjadi ketidakserasian dan ketidakseimbangan hubungan sebagaimana tercermin dari unsur-unsur Tri Hita Karana. Kasus yang menjadi sorotan berbagai pihak adalah Vila Bukit Berbunga dan sejumlah Rumah Makan bermunculan di kawasan penyangga danau Beratan, Desa Bedugul, Kabupaten Tabanan. Demikian juga pelanggaran kawasan jalur hijau dan peruntukan tataruang disepanjang jalan Desa Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Permasalahan menjadi semakin rumit karena pengelolaan dan kewenangan penataan ruang dilakukan secara parsial oleh masing- masing kabupaten dan kota. Hal ini terbukti dari pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali yang baru sebagai pengganti RTRWP Bali Tahun 2005 yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan. Pembahasan menjadi alot karena kecenderungan pemerintah kabupaten dan kota menggali sumberdaya alam dengan mendorong pembangunan semata-mata untuk mengejar 27 Soerjono Soekanto,1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja Grafi ndo Persada, Jakarta, h. 5 28 Muchammad Zaidun, 2006. Tantangan Dan Kendala Kepastian Hukum Di Indonesia Kapita Selekta Penegakan Hukum Di Indone-

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Antara Indonesia Dengan Cina Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance Di Indonesia

3 83 204

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Sebagai Variable Moderating: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 56 121

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

0 0 14

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia_peer reviewer.

0 0 4