Urgensi Politik. Urgensi administrasi

JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 105 Dari perspektif administrasi pengaturan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat akan memberi kejelasan ruang lingkup tugas dan wewenang, pengorganisasian dan pembiayaan. Ketidakjelasan ruang lingkup tugas dan wewenang akan dapat menimbulkan ketidakpastian tindakan yang dapat berakibat gubernur memasuki ranah urusan otonomi kabupatenkota atau tugas yang seharusnya dijalankan dalam posisi sebagai wakil pemerintah pusat tidak terlaksana dengan baik. Tugas dan wewenang hanya akan terlaksana dengan efektif jika diikuti dengan pengorganisasian yang relevan. Fungsi-fungsi pembinaan, pengawasan dan koordinasi menjadi dasar pengorganisasian ke dalam satu unit kerja yang fungsional, dan secara spesifi k melaksanakan tugas-tugas yang dielaborasi dari fungsi-fungsi yang ada. Urgensi administrasi terletak pada pengaturan fungsi-fungsi ke dalam satuan kerja yang melaksanakan tugas-tugas yang didekonsentrasikan kepada gubernur, bukan ke dalam unit kerja yang melaksanakan urusan- urusan daerah. Selain menghindari terjadinya duplikasi, pengorganisasian ke dalam satuan kerja yang berbeda dengan SKPD, juga akan lebih menjamin efektivitas kinerja pembinaan, pengawasan dan koordinasi. Pada aspek pembiayaan, urgensi pengaturan terletak pada jaminan pelaksanaan tugas-tugas secara berkelanjutan dengan dukungan anggaran yang pasti dan sepadan.

III. LANDASAN NORMATIF PENGATURAN

Pembagian wilayah menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 didasarkan pada ketentuan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen. Penjelasan pasal 18 menunjukkan bahwa daerah-daerah yang dibentuk bersifat otonom streek dan locale rechtsgemeenschappen atau bersifat administrasi belaka. Daerah yang dibentuk berdasarkan azas desentralisasi disebut daerah terdiri dan daerah tingkat I dan daerah tingkat II, sedangkan wilayah yang dibentuk berdasarkan azas dekonsentrasi disebut wilayah yang tersusun secara vertikal merupakan lingkungan kerja pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di daerah. Kepala daerah menjalankan dua fungsi dual role, yaitu fungsi sebagai kepala daerah otonom yang memimpin penyelenggaraan dan bertanggungjawab sepenuhnya tentang jalannya pemerintahan daerah, dan fungsi kepala wilayah yang memimpin penyelenggaraan urusan pemerintahan umum yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah. Kedudukan gubernur sebagai kepala wilayah yang menyelenggaran tugas-tugas pemerintahan umum, tetap relevan dan menjamin konstruksi pengaturan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah. Tugas dan wewenang yang dilakukan gubernur sebagai wakil pemerintah terbentuk karena urusan dekonsentrasi yang diletakkan pada provinsi, tugas dan wewenang dimaksud adalah tugas dan wewenang yang termasuk dalam ruang lingkup pemerintahan umum. Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak secara jelas mengatur tugas pemerintahan umum sebagai dekonsentrasi tetapi pengaturan tentang kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah harus diletakkan dalam konteks pemerintahan umum. Pasal 37 dan 38 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebenarnya tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengaturan dekonsentrasi karena tidak ada perintah dalam kedua pasal tersebut yang mengharuskan pengaturan dekonsentrasi. Kedua pasal dimaksud lebih tepat menjadi kaidah pengaturan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, dan mestinya pengaturan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat harus dipahami sebagai dekonsentrasi. Implementasi Yuridis Kedudukan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Cokorda Istri Anom Pemayun KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 106 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM Urgensi normatif pengaturan terletak pada mendudukan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dalam konteks dekonsentrasi. Pasal 37 dan 38 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 harus dipahami sebagai pengaturan tentang dekonsentrasi yang member kedudukan pada gubernur untuk menjalankan tugas dan wewenang pembinaan, pengawasan dan koordinasi atas jalannya pemerintahan daerah dan tugas pembantuan sebagai aspek-aspek pemerintahan umum.

IV. ASPEK-ASPEK YANG DIATUR

Pengaturan kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mencakup aspek-aspek ruang lingkup tugas dan kewenangan, pengorganisaian, dan pembiayaan.

1. Tugas dan Kewenangan.

Berdasarkan konstruksi tugas dan wewenang yang melekat pada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, baik yang melekat atributif maupun yang dilimpahkan kepada gubernur delegatif, aspek-aspek kewenangan yang perlu diatur meliputi kedua bentuk tugas dan kewenangan dimaksud.

a. Tugas dan kewenangan atributif

Tugas dan kewenangan atributif adalah tugas yang dapat dikategorikan sebagai tugas- tugas yang diserahkan kepada gubernur karena kedudukannya sebagai wakil pemerintah. Tugas ini tidak didasarkan pada pelimpahan tetapi melekat pada jabatan gubernur, meliputi tugas dan kewenangan sebagai berikut. 1 Pembinaan politik dalam negeri, mencakup segala upaya pembinaan ideologi negara, politik dalam negeri, dan kesatuan bangsa sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, meliputi kegiatan: - upaya-upaya pengamanan dan pengamalan ideologi negara, - upaya-upaya menciptakan politik dalam negeri yang stabil, - upaya-upaya pembinaan kesatuan bangsa. 2 Pembinaan ketentraman dan ketertiban umum, mencakup segala upaya untuk menciptakan suatu keadaan di mana pemerintah dan rakyat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur sesuai kebijakan ketentraman dan ketertiban yang ditetapkan pemerintah, meliputi kegiatan: - upaya-upaya menciptakan ketentraman dan ketertiban terhadap bentuk pelanggaran hukum yang menyebabkan terganggungan ketentaram dan ketertiban masyarakat. - upaya-upaya menciptakan ketentraman dan ketertiban terhadap gangguan ketentraman dan ketertiban yang disebabkan oleh bencana. - upaya-upaya pengaturan untuk mendorong terciptanya ketentraman dan ketertiban masyarakat. - upaya-upaya pengaturan kegiatan dalam rangka penaggulangan bencana. 3 Koordinasi, mencakup segala upaya untuk menciptakan integrasi, simplifi kasi, sinkronisasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan intansi vertikal dan penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota agar tercapai dayaguna dan hasilguna yang optimal, meliputi kegiatan:

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Antara Indonesia Dengan Cina Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance Di Indonesia

3 83 204

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Sebagai Variable Moderating: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 56 121

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

0 0 14

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia_peer reviewer.

0 0 4