BENTUK-BENTUK CYBER TERRORISM A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 84 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM website palsu mengenai validitas kartu kredit seperti pada umumnya di situs-situs porno. c. E-mail. Teroris dapat menggunakan email untuk menteror, mengancam dan menipu, spamming dan menyebar virus ganas yang fatal, menyampaikan pesan di antara sesama anggota kelompok dan antara kelompok. d. Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer computer network system pihak sasaran. e. Cyber Sabotage and Extortion. Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. f. Membajak media dengan menunggangi satelit dan siaran-siaran TV Kabel utuk menyampaikan pesan-pesannya. Selain itu, teroris dapat mencari metode-metode untuk menyingkap “penyandian” signal-signal TV Kabel yang ada dan menyadap siarannya. Contoh kasus demikian adalah kasus “Captain Midnight” memanipulasi siaran HBO yang berjudul “The Falcon and Snowman”. g. Phreaker, merupakan Phone Freaker yaitu kelompok yang berusaha mempelajari dan menjelajah seluruh aspek sistem telepon misalnya melalui nada-nada frekwensi tinggi system multy frequency. Pada perkembangannya setelah perusahaan-perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat menggunakan komputer untuk mengendalikan jaringan telepon, para phreaker beralih ke komputer dan mempelajarinya seperti hacker. Sebaliknya para hacker mempelajari teknik phreaking untuk memanipulasi sistem komputer guna menekan biaya sambungan telepon dan menghindari pelacakan. h. Hacking untuk merusak sistem dilakukan melalui tahap mencari komputer foot printing dan mengumpulkan informasi untuk mencari pintu masuk scanning. Setelah menyusup, penjelajahan sistem dan mencari akses keseluruh bagian enumeration pun dilakuka. Kemudian, para hacker membuat backdoor creating backdoor dan menghilangkan jejak 7 . Selain hal-hal tersebut di atas Dikdik M. Arief Mansur dan Elsatris Gultom juga menambahkan pernyataan dari Michael Vatism yang menyatakan bahwa ada tiga cara komputer dapat dimanfaatkan oleh kaum teroris untuk melakukan aksinya. Pertama, komputer digunakan sebagai alat tool. Kedua, sebagai penerima atau alat bukti dan yang ketiga sebagai target. Contoh komputer dijadikan sebagai alat tool adalah membuat home page sebagai sarana propaganda, rekruitmen, mengumpulkan data informasi dari sektor privat atau data rahasia dam mengadakan hubungan dengan kelompok teroris lainnya. Di Indonesia bentuk kegiatan dunia cyber yang digunakan untuk melancarkan aksi terorisme ditemukan dalam laptop milik Imam Samudra pelaku Bom Bali I, disinyalir Imam Samudra melakukan propaganda, komunikasi, pendanaan terorisme melalui internet. Oleh karena itu Indonesia rasanya perlu untuk waspada terhadap munculnya fenomena kejahatan terorisme yang menggunakan komputer berbasis internet sebagai alat melancarkan aksi terorisme. 7 Cahyana Ahmadjayadi, makalah tahun 2003 “Dampak Teknologi Komunikasi dan Informasi Terhadap Kegiatan Teror- isme”; dalam Dikdik M. Arief Mansur dan Elsatris Gultom, op.cit., hal. 65-66. JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 85 V. MENYIKAPI FENOMENA CYBER TERRORISM Cyber terrorism mungkin memang belum muncul sebagai kejahatan biasa selayaknya kejahatan konvensional yang ada. Cyber terrorism sampai saat ini masih merupakan fenomena kecil dari kejahatan cyber yang harus diwaspadai. Yang menjadi inti dari tulisan ini sesungguhnya adalah mengenal sedikit mengenai cyber terrorism kemudian berupaya untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap munculnya kejahatan terorisme yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi sebagai salahsatu alat untuk melancarkan kejahatan. Mengingat penanggulangan terorisme telah menjadi komitmen bersama bangsa Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Oleh karenanya perang terhadap terorisme dengan segala bentuknya haruslah dilakukan secara komprehensif dengan melakukan pendekatan-pendekatan yang bersifat nasional maupun internasional. Hal tersebut patut untuk dilakukan dalam upaya menciptakan iklim masyarakat nasional maupun internasional yang tidak mengijinkan adanya terorisme tumbuh dan berkembang. Di lain sisi, penggunaan komputer khususnya disini laptop yang berbasis internet adalah merupakan hak setiap manusia yang mampu untuk itu. Ini berkaitan dengan apa yang namanya hak atas kebebasan informasi dan komunikasi yang memperoleh jaminan dari berbagai instrumen hukum internasional seperti UDHR 1948, the European Convention on Civil and Political Rights 1950; the International Covenant in Civil and Political Rights ICCPR, the American Convention on Human Rights 1969 dan the African Charter on Human and People’s Rights 1986. Akan tetapi meskipun demikian kebebasan akan informasi dan komunikasi ini tidaklah bersifat mutlak. Ini dilihat dari ajaran aliran fi lsafat hukum kodraf mengenai hak milik yang dikembangkan oleh Sonny Keraf dimana dalam ajaran tersebut diungkapkan hak untuk melakukan komunikasi dan hak atas informasi sebenarnya merupakan kewajiban sekaligus hak manusia untuk mempertahankan hidup manusia. Kodrat individual harus harmonis dengan kodrat sosial. Hak individual harus bersifat fungsi sosial dan tidak merusak atau merugikan individu lain dan masyarakat. Oleh karena itu sepatutnya dunia cyber haruslah dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya untuk menciptakan komunikasi dan informasi yang positif bukan sebaliknya menjadikan dunia cyber sebagai sarana untuk melakukan kejahatan terhadap individu lain. Hal ini nampaknya bertentangan dengan apa yang menjadi tujuan dari aksi terorisme yang lebih mengarah pada timbulnya ancaman perusakan fi sik maupun non fi sik yang merusak kelangsungan hidup orang lain dengan alasan mempertahankan hidup individu dan kolektif kelompoknya. Oleh karena itu penting rasanya untuk menciptakan suatu hukum ataupun peraturan hukum yang dapat dipergunakan untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan terorisme termasuk di dalamnya cyber terrorism. Berbicara mengenai hukum mengenai terorisme khususnya cyber terrorism, dunia internasional memang belum berhasil memiliki satu peraturan yang bersifat global yang dapat digunakan oleh semua bangsa sebagai pedoman. PBB memang pernah mengadakan suatu kongres di Havana sekitar tahun 1990 yang mengantarkan lahirnya Manual on the Prevention and Control of Computer Related Crime dan Vienna Declaration on Crime and Justice pada tahun 1994 dan Masyarakat Ekonomi Eropa juga mengeluarkan sebuah Council of Europe’s Convention on Cybercrime pada tahun 2001 yang sekiranya dapat dipergunakan untuk sementara bagi bangsa-bangsa yang ada didunia untuk menegakkan hukum bagi terorisme yang berbasis teknologi komputer dalam melaksanakan aksinya. Sedangkan jika menurut hukum nasional Indonesia, UU No. 15 Tahun 2003 tentang Fenomena Cyber Terrorism I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, Sh KERTHA PATRIKA • VOLUME 34 NOMOR 1 • JANUARI 2010 86 • JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM terorisme sampai saai ini adalah satu-satunya undang-undang yang dapat digunakan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana cyber terrorism guna menghindari terjadinya kekosongan hukum ini dapat kita temui dalam pengaturan pasal 6, 7, 9 dan pasal 11 serta pasal 12. cat. pen . Undang-undang terorisme ini dengan tegas menyatakan bahwa seseorang dianggap melakukan aksi terorisme dan dapat dijatuhi hukuman walaupun tindak pidana terorisme belum terjadi atau baru hanya sampai pada tahap maksud atau merencanakan. Dengan demikian dalam rangka menyikapi fenomena cyber terrorism di Indonesia, bilamana dikemudian hari terjadi cyber terrorism aparat penegak hukum dapat mempergunakan UU No. 15 Tahun 2003 tentang terorisme sebagai hukum yang berlaku. Hal ini dilakukan demi menjaga kepentingan orang banyak dan menghindari terjadinya kekosongan hukum mengenai cyber terrorism. Di sisi lain ada suatu pengharapan besar bahwa pemerintah akan melahirkan sebuah undang-undang mengenai cyber law yang nantinya dapat menjadi peraturan hukum bagi dunia cyber.

VI. PENUTUP Simpulan

Berdasarkan wacana di atas, penulis menemukan beberapa kesimpulan-kesimpulan yang dapat membantu mempermudah pemikiran mengenai Cyber Terrorism yaitu : 1. Cyber Terrorism di Indonesia belum pernah terjadi namun indikasi kearah itu sudah pernah ada. Ini dapat dilihat dari ditemukannya upaya komunikasi teroris melalui internet dan propaganda dalam laptop Imam Samudra salah seorang pelaku Bom Bali I. 2. Permasalahan Cyber Terorrism tidak dapat dipandang dengan sebelah mata mengingat kemajuan teknologi dan sistem informasi yang terus berkembang dengan pesat. Teknologi dan sistem informasi yang maju dipandang dapat membantu atau memudahkan pelaksanaan daripada aksi terorisme. 3. Tidak adanya pemahaman yang sama mengenai terorisme menyulitkan juga dalam memberikan pemahaman terhadap Cyber Terrorism. Yang dapat dipahami adalah cyber terrorism merupakan bentuk lain dari terorisme yang mempergunakan teknologi dan sistem informasi komputer dan internet sebagai alat untuk melancarkan aksi terorisme . Dengan kata lain Sebagai bentuk lain dari terorisme, cyber terrorism memiliki sedikit kesamaan dengan terorisme, yaitu sama-sama kejahatan atau tindak pidana yang menyerang objek-objek vital strategis hanya saja pelaksanaan cyber terrorism umumnya lebih mudah dan lebih sedikit memerlukan biaya. 4. Tidak adanya peraturan mengenai dunia cyberCyber Law menjadi salahsatu faktor penyebab tingginya tingkat kejahatan dalam dunia cyber. Hal ini juga menjadi faktor penentu terjadinya Cyber Terrorism. 5. Untuk saat ini UU No. 15 Tahun 2003 tentang Terorisme adalah satu-satunya peraturan perundang-undangan yang dapat diberlakukan terhadap tindak pidana Cyber Terrorism. JURNAL ILMIAH FAKULTAS HUKUM • 87 Saran Ada beberapa saran yang ingin penulis sertakan berkaitan dengan wacana ini yaitu : 1. Bangsa Indonesia hendaknya jangan melupakan ideologi bangsa yakni Pancasila yang merupakan pedoman falsafah hidup bangsa Indonesia yang mempersatukan seluruh manusia Indonesia dalam suatu bangsa meski ada dalam perbedaan suku dan agama. 2. Cyber Terrorism memang belum pernah terjadi di Indonesia tetapi sekiranya hal ini perlu diwaspadai oleh kita bangsa Indonesia mengingat adanya pernyataan bangsa kita saat ini menjadi surganya para teroris. Jangan sampai kelemahan karena ketiadaan undang-undang menjadi dasar teroris untuk berani melakukan aksi terorisme di Indonesia. Oleh karena itu menjadi agenda penting bagi pemerintah untuk melahirkan suatu peraturan mengenai dunia cyber yang mencakup segala aspek hukum yang ada. DAFTAR PUSTAKA Alvin Toffl er, Kejutan Masa Depan “Future Shock”, PT. Pantja Simpati, Jakarta, 1992 Abdul Wahid dan Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara Cyber Crime, PT. Refi ka Aditama, Bandung, 2005. Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara “Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia”, PT. RajaGrafi ndo Persada, Jakarta, 2006. Dikdik M. Arief Mansur dan Elsatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, PT. Refi ka Aditama, Bandung, 2005. Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, PT. RajaGrafi ndo Persada, Jakarta, 2003. I Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi, CV. Yrama Widya, Bandung, 2004. Mardjono Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan, Kumpulan Karangan Buku Kesatu, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum dh Lembaga Kriminologi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984. Oka Metria, K, Terorisme Internasional Dalam Kerangka Teori Hukum Internasional Suatu Analisis Teori, Majalah Ilmiah Universitas Udayana, Pusat Penelitian Univ. Udayana, Denpasar, 1988 Oppenheimer-Lauterpacht, International Law, A Treaties, Vol. 1: Peace, Longmans, London, 1960. UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Terorisme. Fenomena Cyber Terrorism I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, Sh

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social Responsibility Antara Indonesia Dengan Cina Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good Corporate Governance Di Indonesia

3 83 204

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Struktur Kepemilikan Sebagai Variable Moderating: Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 56 121

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia.

0 0 14

A hybrid framework suatu alternatif pendekatan CSR (Corporate Social Responsibility) di Indonesia_peer reviewer.

0 0 4