komponen amilosa rantai pendek mampu berikatan dengan iodin I
2
sehingga membentuk warna biru tua kehitaman. Amilosa rantai pendek dengan DP 25-30
tersebut dapat dihasilkan dari hidrolisis amilopektin pada ikatan percabangan α-1,6
glikosidik oleh enzim pululanase Srichuwong et al. 2005 dan Faridah et al. 2010. Hasil analisis korelasi antara gula pereduksi dengan pati resisten menunjukan
bahwa kedua variabel tersebut memiliki tingkat korelasi yang sangat lemah dengan nilai koefisien yaitu R = 0,132 Gambar 13 g. Dengan demikian peningkatan kadar gula
pereduksi dalam pati talas tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kadar pati resisten selama pengolahan. Korelasi ini sesuai dengan laporan Zaragoza et al. 2010
dan Moongngarm 2013. Beberapa faktor lain yang berpengaruh dalam penurunan kadar pati resisten pada TTM diantaranya adalah kadar lemak dan protein. Kadar
protein dan lemak pada pati talas berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi dan kadar pati resisten yang terbentuk. Kadar lemak 0,64-0,74 dan protein 1,87-2,53 pada talas
akan menghambat proses retrogradasi pati talas sehingga menyebabkan rendahnya kadar pati resisten pada TTM. Moongngarm 2013 melaporkan bahwa setelah dilakukan
hidrolisis protein dan lemak, maka kadar pati resisten meningkat secara signifikan.
Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kadar pati resisten dalam basis bobot sampel TTM memiliki korelasi yang sangat kuat hampir sempurna terhadap
kadar pati resisten dalam basis total pati dengan nilai koefisien korelasi mencapai R = 0,998 Gambar 13 h. Hasil ini membuktikan bahwa terjadinya peningkatan kadar pati
resisten dalam sampel sangat berkorelasi positif terhadap peningkatan kadar pati resisten dalam total pati Tabel 12. Korelasi ini sesuai dengan laporan Zaragoza et al.
2010 dan Moongngarm 2013. 4.3. Sifat Prebiotik Tepung Talas Modifikasi
Pengujian sifat prebiotik dilakukan pada TTM terpilih dengan perlakuan fermentasi dengan 1 siklus OC FOC-1S karena memiliki kadar RS yang tinggi dan
tidak berbeda nyata dengan perlakuan OC-2S maupun FOC-2S. BAL probiotik yang diujikan yaitu L. plantarum D-240 dan L. acidophilus LIPIMC-080 telah diklaim
sebagai bakteri probiotik yang bermanfaat bagi sistem pencernaan manusia Huebner et al. 2007 dan Robertfroid et al. 2007. Kedua BAL tersebut memiliki sifat
mikroaerofilik sampai anaerobik fakultatif. Pada penelitian ini juga dilakukan evaluasi sifat prebiotik terhadap tepung talas kontrol tanpa fermentasi. Pengujian sifat prebiotik
yang dilakukan meliputi: ketahanan RS terhadap cairan lambung artifisial, viabilitas bakteri asam laktat, efek prebiotik dan indeks prebiotik, serta aktivitas prebiotik TTM
terhadap bakteri penyebab diare.
4.3.1. Ketahanan RS terhadap cairan lambung artifisial
Analisis ketahanan pati resisten RS terhadap cairan asam lambung artifisial dilakukan pada isolat RS dari tepung talas modifikasi pada variasi pH 1, 2, 3, 4 dan 5.
RS diisolasi dari 6 varian perlakuan yaitu K kontrol, tanpa fermentasi dan OC, OC-1S 1 siklus OC, OC-2S 2 siklus OC, F fermentasi, tanpa OC, FOC-1S fermentasi
dengan 1 siklus OC FOC-2S fermentasi dengan 2 siklus OC.
Isolasi RS dilakukan secara enzimatis dengan metode Goni, 1996 yang dikombinasikan dengan metode
gravimetri sehingga menghasilkan rendemen RS sekitar 3,82 – 11,76 . Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa tingginya rendemen RS pada TTM berpengaruh nyata pada peningkatan ketahanan tepung talas terhadap hidrolisis oleh asam lambung
artifisial. Perlakuan pH asam pH 1 dengan waktu inkubasi yang semakin lama dapat meningkatkan jumlah RS terhidrolisis. Peningkatan jumlah RS terhidrolisis dianalisis
dengan meningkatnya kadar gula pereduksi seiring dengan semakin lamanya waktu inkubasi Gambar 14.
a b
c d
e
Gambar 14. Grafik ketahanan RS tepung talas modifikasi oleh asam lambung artifisial
pada a pH1, b pH 2, c pH 3, d pH 4, e pH 5
Notasi: K kontrol, tanpa fermentasi dan OC, OC-1S 1 siklus OC, OC-2S 2 siklus OC, F fermentasi, tanpa OC, FOC-1S fermentasi dengan 1 siklus OC FOC-2S fermentasi dengan 2 siklus OC.
Perlakuan fermentasi F dan kontrol K menghasilkan rendemen RS yang rendah yaitu masing-masing 3,82 dan 4,13 dengan ketahanan terhadap asam
lambung artifisial yang paling rendah 80,44 dan 82,88 jika dibandingkan dengan
perlakuan lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar RS yang rendah akan memudahkan terjadinya hirolisis oleh asam lambung artifisial. Perlakuan pemanasan
bertekanan-pendinginan OC berperan meningkatkan ketahanan tepung talas terhadap asam lambung artifisial karena mampu menghasilkan rendemen RS yang lebih tinggi.
Semakin banyak jumlah siklus OC yang diaplikasikan semakin tinggi jumlah rendemen RS yang diperoleh sehingga ketahanan tepung talas terhadap hidrolisis asam lambung
artifisial juga semakin meningkat. Tepung talas dengan perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan menghasilkan rendemen RS yang tinggi yaitu OC-2S 11,15,
FOC-1S 11,45 , dan FOC-2S 11,76 dengan ketahanan terhadap asam lambung artifisial yaitu masing-masing 92,12; 90,45 dan 94,18 setelah diinkubasi selama 2
jam pada pH 2-4 Gambar 14. Perhitungan jumlah RS pada TTM yang terhidrolisis oleh simulasi asam lambung dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 12.
Bahan pangan yang masuk di dalam lambung berada dalam kondisi asam pH 2- 4 dan dilepaskan mencapai usus setelah 2 jam. Oleh karena itu ketahanan RS pada
tepung talas diuji dengan menggunakan cairan lambung artifisial pada pH berkisar 2-4 dengan masa inkubasi 2 jam. Tepung talas dengan perlakuan 2 siklus pemanasan
bertekanan-pendinginan OC-2S mampu dihidrolisis oleh asam lambung artifisial sebesar 9,64 - 11,25 pada pH 2 - 4. Tepung talas fermentasi dengan 1 siklus
pemanasan bertekanan-pendinginan FOC-1S dapat dihidrolisis oleh asam lambung artifisial sebesar 9,89 - 12.38 pada pH 2 - 4. Sementara itu tepung talas fermentasi
dengan 2 siklus pemanasan bertekanan-pendinginan FOC-2S dapat dihidrolisis asam lambung artifisial sebesar 5,93-10,96 pada pH 2 - 4. Dengan demikian diketahui
bahwa tepung talas OC-2S, FOC-1S dan FOC-2S memiliki ketahanan terhadap hidrolisis asam lambung artifisial lebih dari 87. Cummings dan Macfarlane 2002
melaporkan bahwa suatu bahan pangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber prebiotik jika 85 bahan pangan tersebut tidak dihidrolisis oleh cairan asam lambung sehingga
dapat sampai ke usus besar untuk difermentasi oleh bakteri probiotik. Hal ini menunjukkan bahwa tepung talas OC-2S, FOC-1S, dan FOC-2S merupakan sumber
prebiotik yang potensial.
Penelitian tentang ketahanan sumber prebiotik terhadap hidrolisis asam lambung artifisial telah dilakukan oleh Wichienchot et al. 2010 dan Nurhayati et al. 2014.
Nurhayati et al. 2014 melaporkan bahwa RS2 tepung pisang kontrol dan tepung pisang fermentasi spontan lebih stabil terhadap hidrolisis asam lambung artifisial jika
dibandingkan dengan RS3 baik dari tepung pisang modifikasi hasil dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan maupun tepung pisang modifikasi hasil fermentasi
spontan dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan. RS2 yang diisolasi dari tepung pisang dapat terhidrolisis sekitar 2 sedangkan RS3 dapat terhidrolisis hingga
4. Pada penelitian yang lain Wichienchot et al. 2010 melaporkan bahwa ketahanan kandidat prebiotik oligosakarida pitaya buah naga dapat tahan 96 terhadap hidrolisis
asam lambung artifisial. Glukooligosakarida yang dihasilkan oleh Gluconobacter oxydans NCIMB 4943 juga menunjukkan ketahanan 98.4 terhadap hidrolisis asam
lambung artifisial Wichienchot et al. 2006.
4.3.2. Viabilitas bakteri asam laktat