sehingga terjadi perubahan amilopektin dari struktur cabang menjadi linier Zaragoza et al. 2010. Linierisasi amilopektin menjadi amilosa rantai pendek selama pemanasan
otoklaf tersebut menyebabkan peningkatan kadar amilosa dan penurunan kadar amilopektin Moongngarm 2013.
a b Gambar 9.
Pengaruh fermentasi dan siklus OC terhadap kadar amilosa a dan
amilopektin b TTM
Keterangan: Huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dengan taraf nyata λ5 , α= 5 , setelah dilakukan uji statistik dengan BNT pada SPSS 17.0
Notasi: K kontrol, tanpa fermentasi dan OC, OC-1S 1 siklus OC, OC-2S 2 siklus OC, F fermentasi, tanpa OC, FOC-1S fermentasi dengan 1 siklus OC FOC-2S fermentasi dengan 2 siklus OC.
Perlakuan fermentasi F, kombinasi fermentasi dengan 1 siklus OC FOC-1S dan fermentasi dengan 2 siklus OC FOC-2S berpengaruh nyata p0,05 menurunkan
kadar amilosa maupun amilopektin pada TTM Gambar 9. Penyebab utama penurunan kadar amilosa dan amilopektin adalah enzim amilase dan pululanase yang dihasilkan
kultur campuran BAL yang menghidrolisis amilosa pada ikatan linier α-1,4 dan
amilopektin pada ikatan percabangan α-1,6 selama fermentasi sebagaimana yang terjadi
pada tepung pisang tanduk Jenie et al. 2012 dan Nurhayati et al. 2014. Perhitungan analisis kadar amilosa TTM dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 5.
4.2.5. Kadar pati resisten TTM
Fermentasi pati dengan kultur campuran BAL tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar pati resisten RS. Pada penelitian ini terbukti bahwa fermentasi F
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata p0,05 terhadap kadar RS jika dibandingkan dengan kontrol tanpa fermentasi K. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan fermentasi F menyebabkan kadar RS menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol tanpa fermentasi Gambar 10. Rendahnya kadar RS pada
perlakuan fermentasi terjadi akibat hidrolisis pati resisten alami yaitu RS2 yang dimanfaatkan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan BAL Nurhayati et al. 2014.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh Gonzalez-Soto et al. 2007, Zaragoza et al. 2010 dan Moongngarm 2013 fermentasi BAL merupakan tahap pra perlakuan
sebelum pemanasan bertekanan-pendinginan yang bertujuan untuk memperoleh amilosa rantai pendek dengan DP 19-29 sebagai bahan baku pembentukan RS. Peningkatan
fraksi amilosa rantai pendek dengan DP 19-29 dapat dihasilkan melalui hidrolisis enzim amilase dan pululanase selama fermentasi pati dengan kultur campuran BAL.
Nilai DP tersebut dapat diperoleh baik dengan cara menghidrolisis amilosa secara
a b
e f
c d
a b
c d
e f
parsial dengan enzim amilase maupun memotong titik percabangan α-1,6 pada rantai
amilopektin dengan enzim pululanase Lehmann et al 2002. Perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan OC berpengaruh nyata p0,05
dalam meningkatkan kadar RS. Penambahan jumlah siklus pemanasan bertekanan- pendinginan juga memiliki pengaruh yang signifikan p0,05 dalam meningkatkan
kadar pati resisten. Hal ini dibuktikan oleh perlakuan 1 siklus pemanasan bertekanan- pendinginan OC-1S yang meningkatkan kadar RS sebesar 1,9 kali lipat dari 4,13
menjadi 7,92 jika dibandingkan dengan kontrol K. Sementara itu perlakuan 2 siklus pemanasan bertekanan-pendinginan OC-2S memberikan peningkatan kadar RS
yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,7 kali lipat dari 4,13 menjadi 11,15 dibandingkan dengan kontrol K Gambar 10. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
Sugiyono et al. 2009 dan Faridah et al. 2013 pada pati garut maupun Jenie et al. 2012 dan Nurhayati et al. 2014 pada tepung pisang tanduk. Peningkatan kadar pati
resisten juga dilaporkan oleh Hickman et al. 2009, dimana tiga siklus pemanasan bertekanan-pendinginan memberikan dampak peningkatan pati resisten tiga kali lipat
pada tepung jagung dan tepung gandum. Proses pemanasan bertekanan-pendinginan dapat menyebabkan terjadinya retrogradasi fraksi amilosa sehingga menyebabkan
terjadinya rekristalisasi dan pembentukan RS Sajilata et al 2006. Kristalisasi ini disebabkan oleh terbentuknya double helix di antara molekul-molekul amilosa sehingga
menyebabkan terjadinya pembesaran agregasi terhadap double helix pada molekul amilosa lainnya melalui ikatan hidrogen yang kompak sehingga membentuk kristal
Zaragoza et al 2010.
Gambar 10. Pengaruh fermentasi dan siklus OC terhadap kadar pati resisten TTM
Keterangan: Huruf yang sama pada diagram batang menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata dengan taraf nyata λ5 , α= 5 , setelah dilakukan uji statistik dengan BNT pada SPSS 17.0
Notasi: K kontrol, tanpa fermentasi dan OC, OC-1S 1 siklus OC, OC-2S 2 siklus OC, F fermentasi, tanpa OC, FOC-1S fermentasi dengan 1 siklus OC FOC-2S fermentasi dengan 2 siklus OC.
Perlakuan fermentasi dengan 1 siklus pemanasan bertekanan-pendinginan FOC- 1S berpengaruh nyata p0,05 meningkatkan kadar RS menjadi 2,8 kali lipat dari
4,13 menjadi 11,45 jika dibandingkan dengan kontrol K Gambar 10. Sementara itu perlakuan fermentasi dengan 2 siklus pemanasan bertekanan-pendinginan
FOC-2S mampu meningkatkan kadar RS menjadi 2,9 kali lipat dari 4,13 menjadi 11,76 dibandingkan dengan kontrol K Gambar 10. Perlakuan FOC-2S tidak
berbeda nyata p0,05 dalam meningkatkan kadar RS jika dibandingkan dengan FOC-
a b
c
a c
c
1S. Perlakuan FOC-1S terbukti dapat mengurangi jumlah siklus pemanasan bertekanan- pendinginan dengan tetap meningkatkan kadar RS tepung talas. Perhitungan analisis
kadar pati resisten TTM dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.2.6. Kadar serat pangan TTM