kembali hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar abu bb = x 100 Kadar abu bk =
−
x 100 dengan: a = bobot sampel awal g; b= bobot abu g
3.7.7.3. Kadar Lemak SNI 01-2891-1992
Kadar lemak TTM dianalisis dengan menggunakan soxhlet. Labu lemak dikeringkan di dalam oven 105
C selama 15 menit, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sebelum digunakan. Sebanyak 1-2,0 g sampel pati garut dimasukkan
ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi sampel disumbat dengan kapas, kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu tidak lebih dari 80
C selama ± 1 jam. Selongsong kertas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak.
Lemak dalam sampel diekstraksi dengan heksana selama ± 6 jam. Heksana disuling sehingga diperoleh ekstrak lemak. Ekstrak lemak di dalam labu lemak kemudian
dikeringkan dalam oven 105
C selama 12 jam, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang beratnya. Pengeringan diulangi sampai diperoleh bobot
tetap. Kadar lemak TTM dihitung dalam basis basah bb dan basis kering bk dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar lemak bb =
−
x 100 Kadar lemak bk =
−
x 100 dengan: a = bobot labu lemak setelah proses ekstraksi g; b = bobot labu lemak
sebelum proses ekstraksi g; dan c = bobot sampel g
3.7.7.4. Kadar Protein AOAC 2012 960.52
Kadar protein TTM dianalisis dengan menggunakan metode Kjeldahl. Sebanyak 100-250,0 mg sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl kemudian ditambahkan
dengan 1,9 ± 0,1 g K
2
SO
4
, 40,0 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 mL H
2
SO
4
pekat, dan 2-3 butir batu didih. Sampel dipanaskan dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai
mendidih selama 1-1,5 jam sampai diperoleh cairan jernih. Setelah didinginkan, isi labu dipindahkan ke dalam labu destilasi dengan dibilas menggunakan 1-2,0 mL air
destilata sebanyak 5-6 kali. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi kemudian ditambahkan dengan 8-10 mL larutan 60 NaOH - 5 Na
2
S
2
O
3
. Di tempat yang terpisah, 5,0 mL larutan H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator merah metil-biru metil dimasukkan ke dalam erlenmeryer. Labu erlenmeyer kemudian diletakkan di bawah
kondensor dengan ujung kondensor terendam di bawah larutan H
3
BO
3
. Proses destilasi dilakukan sampai diperoleh sekitar 15,0 mL destilat. Destilat yang
diperoleh diencerkan sampai 50,0 mL dengan akuades, kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N yang telah distandarisasi sampai terjadi perubahan warna
menjadi abu-abu. Volume larutan HCl 0,02 N terstandar yang digunakan untuk titrasi dicatat. Tahap yang sama dilakukan untuk larutan blanko sehingga diperoleh
volume larutan HCl 0,02N untuk blanko. Kadar protein dihitung berdasarkan kadar
nitrogen N. Kadar protein TTM dihitung dalam basis basah bb dan basis kering bk dengan menggunakan faktor koreksi 6,25 sebagai berikut:
Kadar N =
− ,
W
x 100 dengan : v1= volume larutan HCl untuk sampel mL; v2=volume larutan HCl untuk
blanko mL; N
HCl
= konsentrasi larutan HCl 0,02N, w=berat sampel mg Kadar protein bb = N x faktor konversi 6,25
Kadar protein bk =
−
x 100
3.7.7.5. Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat TTM dihitung dalam basis basah bb dan basis kering bk dengan metode by difference sebagai berikut:
Kadar karbohidrat bb = 100 – air+ abu+ lemak+ protein
Kadar karbohidrat bk =
−
x 100
3.7.8. Kadar total pati Dubois et al. 1956