C. Ketinggian Tempat
Ketinggian tempat yang ideal untuk areal penanaman semangka adalah 100-300 m dpl. Tetapi kenyataannya semangka dapat ditanam di daerah dekat
pantai yang mempunyai ketinggian di bawah 100 m dpl dan di atas perbukitan dengan ketinggian lebih dari 300 m dpl.
2.2. Pengembangan Agribisnis
Agribisnis berperan sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Pengembangan agribisnis juga memiliki dampak yang lebih luas
dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lainnya. Agribisnis sangat erat kaitannya dengan pembangunan ekonomi rakyat, karena pertumbuhan agribisnis sebagian
besar akan melibatkan masyarakat secara luas. Hal ini juga berarti menciptakan kesempatan kerja dan menjadi bagian dari usaha pengentasan kemiskinan.
Pengembangan agribisnis merupakan salah satu andalan utama Indonesia untuk keluar dari krisis, memulihkan ekonomi yang sedang dilanda krisis dan
mengarahkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk membentuk struktur ekonomi Indonesia yang baru. Untuk itulah dibutuhkan kerjasama yang erat dari
semua puhak. Dalam pengembangan agribinis sama dengan pengembangan kegiatan
ekonomi lainnya yaitu membutuhkan kerjasama yang erat semua pihak. Dunia usaha tidak dapat melakukan pengembangan agribisnis jika tidak didukung oleh
peran pemerintah yang penuh inisiatif dan antisipatif. Demikian pula berbagai kebijakan pemerintah akan sulit diwujudkan jika para pengusaha tidak
menunjukkan kegiatan yang aktif dan progresif. Kekuatan sistem agribisnis terletak pada integrasi diantara para pelaku usaha yang ada di dalamnya.
Pengembangan agribisnis juga berkaitan dengan pengembangan wilayah serta pemerataan pembangunan antar wilayah. Melihat potensi agribisnis yang
merata di Indonesia, maka pengembangan agribisnis dapat menjadi sarana paling prospektif dalam kaitannya dengan otonomi daerah. Selain itu, pengembangan
agribisnis dapat mendorong ekspor, peningkatan laju pertumbuhan sektor pertanian on-farm dan mendorong perolehan nilai tambah.
2.3. Kemitraan Agribisnis
Kemitraan ubi jalar yang dilaksanakan PT Agro Inti Pratama AIP dengan petani mitra di kabupaten Kuningan Puspitasari,2003 diketahui bahwa
pelaksanaan pola kemitraan yang diterapkan adalah pola KOA Kerjasama Operasional Agribisnis dimana PT Agro Inti Pratama sebagai pihak perusahaan
mitra menyediakan pinjaman biaya atau modal, manajemen, dan pengadaan sarana produksi berupa bibit ubi jalar. Sedangkan petani mitra menyediakan
lahan, sarana dan tenaga. Manfaat pelaksanaan kemitraan bagi PT Agro Inti Pratama adalah untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku ubi jalar PT Galih Estetika dan menjaga kekontinuan suplai bahan baku tersebut serta untuk mengantisipasi lonjakan harga
ubi jalar di pasaran. Sedangkan manfaat bagi petani mitra adalah membantu petani dalam pengadaan bibit ubi jalar, pinjaman modal dan keterjaminan pasar.
Kemitraan ini masih dapat dijalankan oleh kedua belah pihak, karena masih membawa keuntungan bagi keduanya. Keuntungan yang dapat diperoleh
petani ubi jalar adalah terbantu dalam hal permodalan, dan pengadaan bibit serta keterjaminan pasar. Perusahaan pun dapat memperoleh suplai ubi jalar yang
dibutuhkannya. Penelitian Kurnia 2003 mengkaji pelaksanaan pola kemitraan antara
perusahaan agribisnis CV Mekar Dana Profitindo dengan petani bawng merah Brebes. Menurut hasil penelitian kondisi pelaku kerjasama, kondisi perusahaan
cenderung menunjukkan kekuatan yang terletak pada faktor pemasaran, keuangan dan sumberdaya manusia. Sedangkan kelemahan perusahaan terletak pada faktor
produksi serta penelitian dan pengembangan. Sebaliknya kondisi petani cenderung menunjukkan kekuatan pada faktor modal, produksi dan teknologi sedangkan
kelemahannya terletak pada manajemen dan pemasaran. Berdasarkan hasil analisis pemilihan pola kemitraan antara kedua pelaku,
pola kemitraan yang terpilih saat ini adalah Pola Inti Plasma. Pola Inti Plasma merupakan pola pola kemitraan yang dirasakan paling efektif oleh kedua pelaku
mengingat kondisi petani yang masih membutuhkan bantuan dari perusahaan dalam hal sarana produksi, serta bimbingan teknis dan non teknis dari perusahaan
yang dianggap lebih berpengalaman dalam menjalankan pertanian berskala besar. Kemitraan antara perusahaan dengan petani yang berlangsung selama ini
belum mengalami hambatan meskipun kemitraan yang terbentuk hanya berdasarkan kesepakatan lisan saja. Namun begitu jika hal tersebut dibiarkan
bukan tidak mungkin kemitraan yang terbentuk di kemudian hari akan mengalami permasalahan.
Penelitian Saraswati 2002 mengkaji dampak pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra antara PT Bumi Mekar Tani dengan petani
kacang tanah di kabupaten Subang. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya total petani mitra lebih kecil jika
dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Sebelum bermitra, pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 sedangkan setelah bermitra
menjadi Rp. 352.069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan petani non mitra yaitu Rp. 403.711,86.
Kecilnya pendapatan petani mitra ini disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan yang menyebabkan biaya tunai petani mitra lebih besar
daripada sebelum bermitra dan petani non mitra. Total produksi yang lebih kecil akibat pengaruh musim kemarau juga merupakan salah satu faktor penyebabnya.
Dilihat dari segi pendapatan petani mitra, tidak terjadi peningkatan pendapatan yang diterima oleh petani mitra. Pendapatan petani mitra sebelum
mengikuti kemitraan justru lebih besar juka dibandingkan dengan saat mereka mengikuti kemitraan. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini, berasal
dari dalam kemitraan itu sendiri, yaitu pelunasan pinjaman petani mitra yang belum terselesaikan., disamping itu faktor-faktor dari luar kemitraan, seperti
pengaruh musim kemarau. Ulfa 2002, mengkaji tentang studi kemitraan sub kontrak pada usaha
kerajinan tikar mendong di sentra agroindustri di desa Ciakar, Kecamatan
Cibeureum, Kota Tasikmalaya. Pada usaha ini berkembang pola kemitraan subkontrak. Pola kemitraan ini diharapkan dapat membuka kesempatan kerja bagi
para tenaga kerja miskin yaitu petani dan buruh tani untuk memanfaatkan waktu luangnya yang tidak terserap disektor pertanian dan sektor lain seperti industri
garmen. Hasil dari analisis menunjukkaan bahwa faktor pendorong pengrajin
melakukan pola hubungan subkontrak dengan bandar lebih didominasi oleh masalah pasar atau akses terhadap pemasaran serta masalah pengrajin
menganggap bandar sebagai penolong usahanya walaupun pendapatan yang diterima kecil.
Selain menguntungkan para petani dan buruh tani miskin, pola kemitraan subkontrak juga menguntungkan masyarakat setempat. Usaha ini berperan dalam
menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita. Sehingga dalam hal kesempatan kerja, usaha kerajinan tikar mendonglebih memberikan peluang yang
besar bagi tenaga wanita untuk masuk dalam usaha ini. Dalam penentuan kemitraan PT Cipendawa Agroindustri Tbk. dengan
mitranya Said, 2001 dalam Kurnia 2003 dapat ditemukan berdasarkan tujuan- tujuan yang ada seperti tujuan kelangsungan usaha, integrasi bisnis, meningkatkan
daya saing dan pembinaan usaha kecil, pola yang menjadi pilihan adalah Joint Venture
, dimana masing-masing pihak memberikan modal dan membentuk badan usaha baru dengan manajemen yang disusun bersama.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu mengenai kemitraan agribisnis ada pelaksanaan kemitraan yang tidak menguntungkan bagi petani yang bermitra.
Ini dilihat dari tingkat pendapatan petani yang menurun setelah mengikuti kemitraan. Hal ini disebabkan tingginya harga benih dan pupuk dari perusahaan
sehingga menyebabkan biaya produksi petani menjadi lebih besar. Oleh karena itu program kemitraan menjadi tidak bermanfaat, padahal secara teori pelaksanaan
kemitraan harus dapat menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Dalam evaluasi pelaksanaan kemitraan antara petani semangka dengan CV
Bimandiri diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra.
III. KERANGKA PEMIKIRAN