Kinerja Pasar HASIL DAN PEMBAHASAN
71 pembelian dan penjualan, fungsi transportasi, penyimpanan, pengemasan dan
pengolahan. Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk setiap lembaga
pemasaran berbeda satu sama lainnya. Biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan oleh makelar rata-rata sebesar Rp 219,33 per kg yang terdiri dari beberapa
komponen biaya pemasaran antara lain yaitu biaya pengemasan, biaya pengangkutan transportasi, biaya sewa lantai jemur, biaya gudang penyimpanan,
serta biaya pemipilan. Ke tiga komponen terakhir merupakan biaya paket yang diberikan oleh pedagang besar kepada makelar sebagai bentuk ikatan kerjasama
antara makelar dengan pedagang besar. Hal ini dikarenakan pedagang besar membeli jagung pada makelar dalam bentuk jagung kering pipil dengan kadar air
18-14 persen. Biaya pengemasan merupakan biaya karung yang digunakan untuk
membawa jagung kering panen dari lahan petani ke gudang tempat makelar melakukan proses selanjutnya. Besarnya biaya pengemasan jagung yang
dikeluarkan makelar rata-rata sebesar Rp 13,33 per kg 6,08 persen dari total biaya pemasaran. Besarnya penggunaan biaya karung dipengaruhi oleh
besarnya jumlah produksi jagung yang dibeli makelar pada maing-masing petani. Dimana jagung yang dihasilkan petani dalam satu karung mampu memuat rata-
rata 75 kg. Transportasi merupakan hal yang dibutuhkan oleh makelar untuk
memindahkan jagung yang dibelinya pada petani menuju gudang penyimpanan milik pedagang besar yang pada umumnya di panggil bos. Biaya pengangkutan
transportasi yang dikeluarkan oleh makelar rata-rata sebesar Rp 5.600 per kuintal 25,53 persen dari total biaya pemasaran. Biaya ini mencakup biaya sewa
kendaraan yaitu angkutan pedesaan maupun kendaraan lain seperti mobil bak terbuka pick up, serta biaya bongkar muat biaya menaikkan dan menurunkan
barang dari angkutan setelah pembelian jagung dari petani ke pedagang besar dengan harga berkisar antara Rp 5000 ā Rp 7000 per kuintal tergantung lokasi
atau jarak pengangkutan. Biaya sewa lantai jemur, biaya sewa gudang penyimpanan, dan biaya
pemipilan jagung merupakan paket biaya pengolahan yang diberikan oleh
72 pedagang besar kepada para makelarnya untuk mengolah jagung yang dibeli
dari petani menjadi jagung kering pipil. Dari rata-rata 4,85 ton produksi jagung yang dibeli makelar pada petani, biaya paket pengolahan jagung yang dikeluarkan
oleh makelar sebesar Rp 15.000 per kuintal 68,39 persen dari total biaya pemasaran. Besarnya penggunaan biaya paket pengolahan dipengaruhi oleh
besarnya produksi yang dibeli makelar dan banyaknya kegiatan yang dilakukan untuk memproduki jagung kering pipil. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengolahan jagung ada tiga kegiatan dengan paket biaya rata-rata sebesar Rp 5.000 per kuintal per kegiatan.
Jagung kering pipil oleh makelar kemudian dijual pada pedagang besar dengan harga rata-rata Rp 2.180 per kg untuk kemudian menjualnya lagi pada
konsumen di Bali pengusaha pakan ternak dengan harga rata-rata sebesar Rp 3.190 per kg. Berdasarkan hal tersebut, terdapat marjin pemasaran sebesar
Rp 1.010 per kg. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai tambah rata-rata sebesar Rp 100 per kg dan keuntungan rata-rata sebesar Rp 910 per kg. Nilai
tambah yang diproleh berasal dari fungsi pembelian dan penjualan, transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas.
Besarnya biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan oleh pedagang besar rata-rata sebesar Rp 10.000 per kuintal untuk komponen biaya tenaga kerja
pabrik yaitu biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penjemur, dan penyimpanan. Besarnya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan tergantung dari jenis produk dan
kualitas produk yang pasarkan kepada pedagang besar. Dengan kata lain, jika produk yang dipasarkan sudah berupa jagung kering pipil tetapi ternyata kadar air
sebesar 18 persen, maka biaya tenaga kerja hanya untuk kegiatan penjemuran dan penyimpanan sampai mendapatkan kadar air 14 persen sekitar 1-2 hari
penjemuran. Sehingga besarnya biaya tenaga kerja pabrik tergantung dari jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh buruh pabrik, yang biayanya sebesar Rp 5.000
per kuintal per kegiatan. Apabila dilihat dari besarnya nilai rasio keuntungan pada saluran satu
terhadap biaya pemasaran BC ratio, maka nilai rasio terbesar yaitu pada tingkat pedagang besar sebesar 9,10. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap ada
tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan untuk produksi jagung pipil sebesar
73 satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 9,10. Dengan kata
lain, bahwa usaha pemasaran jagung kering pipil yang dilakukan masih memberikan peluang keuntungan yang cukup tinggi sebagai tambahan sumber
pendapatan.
b. Saluran II
Saluran pemasaran jagung yang ke dua yaitu pemasaran jagung yang dilakukan oleh petani langsung kepada pedagang besar yang juga merupakan
pedagang antar pulau PAP, kemudian pedagang besar memasarkannya pada konsumen pabrik. Produk yang dipasarkan petani pada pedagang besar berupa
jagung kering panen untuk kemudian dipasarkan kembali oleh pedagang besar dalam bentuk jagung kering pipil. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 10,
menunjukkan bahwa pedagang besar membeli jagung petani dengan harga rata- rata sebesar Rp 1.153 per kg kering panen rata-rata Rp 1.648,35 per kg kering
pipil. Kemudian pedagang besar menjualnya pada konsumen pabrik pakan di luar provinsi NTB Bali dengan harga rata-rata sebesar Rp 3.269,23 per kg.
Dengan demikian, terdapat marjin pemasaran sebesar Rp 1.520,88 per kg dengan nilai tambahnya sebesar Rp 213,33 per kg dan keuntungan sebesar Rp 1.407,55
per kg. Nilai tambah yang diproleh pedagang besar berasal dari fungsi pembelian dan penjualan, fungsi transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan
serta fungsi fasilitas. Besarnya biaya pemasaran jagung yang dikeluarkan pedagang besar di
saluran ke dua ini rata-rata sebesar Rp 213,33 per kg. Adapun komponen biaya yang dikeluarkan hampir sama dengan pedagang I makelar yang meliputi biaya
pengemasan, biaya pengangkutan transportasi, dan biaya tenaga kerja pabrik yaitu untuk kegiatan penjemur, penyimpanan, dan pemipilan jagung.
Biaya pengangkutan transportasi merupakan biaya sewa kendaraan untuk mengangkut hasil produksi jagung petani menuju gudang penyimpanan, serta
biaya bongkar muat jagung. Alat angkutan yang digunakan berupa angkutan pedesan maupun kendaraan lain seperti mobil bak terbuka pick up bahkan
menggunakan truk dengan kapasitas 10 ton tergantung dari banyaknya produksi jagung yang diperoleh dari beberapa petani. Biaya pengangkutan yang
74 dikeluarkan oleh pedagang besar rata-rata sebesar Rp 5.000 per kuintal 23,44
persen dari total biaya pemasaran. Biaya pengemasan merupakan biaya karung yang digunakan untuk
membawa jagung kering panen dari lahan petani ke pabrik gudang penyimpanan untuk dilakukan proses selanjutnya yaitu penjemuran, dan pemipilan. Besarnya
biaya pengemasan jagung karung yang dikeluarkan oleh pedagang besar rata- rata sebesar Rp 13,33 per kg 6,25 persen dari total biaya pemasaran. Sama
halnya dengan makelar, biaya pengemasan jagung menggunakan karung yang dikeluarkan oleh pedagang besar tergantung dari jumlah karung yang
digunakan sesuai produksi jagung petani yang tiap karungnya mampu memuat hingga 75 kg.
Biaya tenaga kerja pabrik meliputi biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk membiayai tenaga kerja pabrik pada kegiatan penjemuran,
penyimpanan, dan pemipilan jagung. Dari rata-rata 6 ton produksi jagung yang di beli pada petani responden, besarnya biaya tenaga kerja pabrik untuk pengolahan
jagung menjadi jagung kering pipil rata-rata sebesar Rp15.000 per kuintal 70,31 persen dari total biaya pemasaran. Besarnya biaya tenaga kerja pabrik tergantung
dari jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh buruh pabrik yaitu sebesar Rp 5.000 per kuintal per kegiatan.
Sedangkan bearnya biaya tk yang dikeeluarkan untuk produk yg ddi beli pada leembaga pemaaran
Apabila dihitung rasio keuntungan pedagang besar terhadap biaya pemasaran BC rasio maka nilai rasionya sebesar 5,60 yang berarti bahwa setiap
ada tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang besar untuk memasarkan jagung kering pipil sebesar satu rupiah, maka akan mendapatkan
keuntungan usaha sebesar Rp 5,60.
c. Saluran III
Kegiatan pemasaran jagung pada saluran ke tiga dimulai dari pemasaran jagung oleh petani kepada pedagang II tengkulak, kemudian dipasarkan kembali
pada pedagang besar, dan akhirnya pada konsumen pabrik. Produk yang dipasarkan petani kepada pedagang II tengkulak berupa jagung kering panen.
Pada tingkat pedagang II tengkulak, produk yang dipasarkan kepada pedagang besar tidak mengalami perubahan yaitu berupa jagung kering panen.
75 Berdasarkan hasil penelitian, pedagang II tengkulak ternyata hanya
membeli dan menjual jagung dalam bentuk jagung kering panen tanpa ada pengolahan lagi terhadap produk jagung yang di beli pada petani. Jagung yang
dibeli pada petani dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.085,71 per kg kering panen rata-rata Rp 1.551,02 per kg kering pipil kemudian dinjual oleh
tengkulak pada pedagang besar dengan harga rata-rata sebesar Rp 1.500 per kg kering panen rata-rata Rp 2.142,86 per kg kering pipil. Berdasarkan hal
tersebut, terdapat marjin pemasaran sebesar Rp 591,84 per kg dengan nilai tambah yang diperoleh rata-rata sebesar Rp 67,62 per kg dan keuntungan Rp
524,22 per kg kering pipil. Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi pembelian, penjualan, dan fungsi transportasi.
Besarnya biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang II tengkulak yaitu rata-rata sebesar Rp 67,62 per kg dengan komponen biaya pemasarannya
antara lain yaitu biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan transportasi. Biaya pengemasan yang dikeluarkan tengkulak adalah biaya karung yang digunakan
untuk membawa hasil jagung yang akan dipasarkan pada pedagang besar. Besarnya biaya pengemasan jagung kering panen yang dikeluarkan rata-rata
sebesar Rp13,33 per kg 19,72 persen dari total biaya pemasaran. Biaya pengangkutan transportasi yang dikeluarkan oleh pedagang II
tengkulak rata-rata sebesar Rp 5.429 per kuintal. Biaya ini merupakan biaya pemasaran jagung terbesar yang dikeluarkan oleh tengkulak dari total biaya
pemasaran yaitu sebesar 80,28 persen. Biaya trasportasi terdiri dari biaya sewa mobil beserta biaya menaikkan dan menurunkan barang dari angkutan setelah
pembelian jagung dari petani ke pedagang besar. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pedagang II tengkulak
tidak melakukan pengolahan apapun pada jagung yang dibelinya dari petani, kemudian langsung dijualnya pada pedagang besar dengan harga rata-rata
sebesar Rp 1.500 per kg kering panen. Kemudian di tingkat pedagang besar, setelah mengalami proses pengolahan hasil menjadi kering pipil selama kurang
lebih 2-3 hari, kemudian jagung tersebut dijual kepada konsumen pabrik di bali dengan harga Rp 3.228,57 per kg kering pipil. Sehingga marjin pemasaran yang
timbul adalah sebesar Rp 1.085,71 per kg dengan nilai tambah rata-rata sebesar
76 Rp150 per kg dan keuntungan rata-rata sebesar Rp 935,71 per kg kering pipil.
Nilai tambah tersebut diperoleh dari adanya fungsi pembelian dan penjualan, transportasi, penyimpanan, pengemasan dan pengolahan, serta fungsi fasilitas.
Apabila dilihat dari besarnya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran BC ratio, maka nilai rasio terbesar yaitu pada tingkat pedagang besar sebesar
6,24. Ini mengindikasikan bahwa setiap ada tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar satu rupiah, maka akan mendapatkan keuntungan sebesar
Rp 6,24. Dengan kata lain, bahwa usaha pemasaran jagung yang dilakukan pedagang besar mampu memberikan peluang yang cukup tinggi sebagai tambahan
sumber pendapatan. Berdasarkan hasil analisis marjin pemasaran dalam Tabel 10 menunjukkan
bahwa pada level pemasaran yang sama yaitu pada tingkat pedagang pengumpul makelar dan tengkulak, biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh tengkulak
Rp 67,62 per kg lebih kecil bila dibandingkan dengan makelar. Hal ini dikarenakan tengkulak tidak melakukan pengolahan terhadap produk jagung yang
di beli pada petani sehingga komponen biaya pemasarannya hanya terdiri dari biaya pengemasan, dan biaya pengangkutan transportasi.
Marjin pemasaran tertinggi pada lembaga pemasaran, terletak pada saluran ke tiga yaitu rata-rata sebesar Rp 1.677,55 per kg. Hal ini dikarenakan jagung
yang dibeli dari pedagang II tengkulak membutuhkan biaya yang lebih besar dari makelar, dengan pembelian yang lebih mahal dibandingkan membeli
langsung pada petani. Kemudian marjin pemasaran terbesar kedua yaitu pada saluran pertama rata-rata sebesar Rp 1.568,57 per kg. Sedangkan marjin
pemasaran terendah yaitu pada saluran ke dua rata-rata sebesar Rp 1.520,88 per kg. Kecilnya marjin pemasaran pada saluran ke dua dikarenakan pedagang besar
dalam sistim pemasaran jagung melakukan pembelian langsung pada petani. Dengan kata lain, saluran ini merupakan saluran pemasaran terpendek dari saluran
pemasaran lainnya. Selain itu, total biaya pemasaran yang dikeluarkan dalam saluran ke dua ini pun adalah rendah rata-rata sebesar Rp 213,33 per kg.
Berdasarkan uraian tersebut, share harga yang diterima petani dapat dikatakan tidak terlalu tinggi yaitu rata-rata sebesar 49,76 persen.
77 Tabel 10 Biaya, dan marjin pemasaran di Kabupaten Lombok Timur pada
MT Januari - April tahun 2012
Lembaga Pemasaran
Saluran I Saluran II
Saluran III Biaya
Harga Rpkg
Share Biaya
Harga Rpkg
Share Biaya
Harga Rpkg
Share
Petani
a. Harga jual 1.621,43
50,83 1.648,35
53,94 1.551,02 48,04
Tengkulak
a. Harga beli -
- -
- 1.551,02 48,04
b. Biaya pemasaran -
- -
- 67,62 2,09
c. Keuntungan -
- -
- 524, 22
16,24 d. Harga jual
- -
- -
2.142,86 66,37 Marjin pemasaran
tengkulak -
- -
- 591,84
Makelar
a. Harga beli 1.621,43
50,83 -
- - -
b. Biaya pemasaran 219,33
6,88 -
- - -
c. Keuntungan 339,24
10,63 -
- - -
d. Harga jual 2.180,00
68,34 -
- - -
Marjin pemasaran makelar
558,57 -
- - -
Pedagang besar
a. Harga beli 2.180,00
68,34 1.648,35
53,94 2.142,86 66,37
b. Biaya pemasaran 100,00
3,13 213,33
6,98 150,00 4,65
c. Keuntungan 910,00
28,53 1.407,55
39,08 935,71 28,98
d. Harga jual 3.190,00
100,00 3.268,23
100,00 3.228,57 100,00
Marjin pemasaran Pedagang besar
1.010,00 1.520,88
1.085,71
Total MP 1.568,57
1.520,88 1.677,55
BC rasio 9,10
5,60 6,24
78 Besar kecilnya biaya dan jenis produk dalam proses pemasaran jagung,
serta keuntungan yang diterima petani maupun pedagang juga mempengaruhi farmer share. Hal ini dikarenakan besarnya biaya pemasaran maupun jenis
produk yang dipasarkan akan mempengaruhi harga jual di retail ataupun pedagang besar selaku pedagang antar pulau.
Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 10, menunjukkan bahwa saluran pemasaran pertama memberikan bagian harga yang diterima petani farmer share
lebih tinggi yaitu rata-rata sebesar 50,83 persen bila dibandingkan dengan saluran pemasaran dua dan tiga. Nilai farmer share tertinggi ke dua yaitu pada saluran
pemasaran ke dua sebesar 50,42 persen, dan yang terendah adalah di saluran pemasaran ke tiga yaitu sebesar 48,04 persen. Tingginya bagian harga yang
diterima petani dipengaruhi oleh tingginya harga jual jagung petani terhadap harga jual pada pedagang besar sebagai lembaga pemasaran akhir di Provini NTB,
serta jumlah lembaga yang terlibat termasuk fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan pada tiap tingkatan lembaga pemasaran tersebut dalam satu saluran
pemasaran. Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam satu saluran
pemasaran jagung tidak selalu memiliki marjin pemasaran yang besar. Hal ini juga dipengaruhi oleh bentuk produk yang dipasarkan dan fungsi pemasaran yang
dilakukan masing-masing lembaga pemasaran. Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 7, menunjukkan bahwa semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat
ditambah lagi dengan bentuk produk yang dipasarkan berbeda, maka bagian harga yang diterima petani dari yang dibayarkan oleh konsumen sebagai nilai farmer
share akan semakin rendah.
6.4.2. Integrasi Pasar
3 lbr
Analisis pasar secara vertikal dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui keterpaduan yang terjadi antara harga pada pasar produsen
dengan harga pada pasar konsumen. Dengan kata lain, seberapa jauh pembentukan harga dalam suatu pasar komoditas jagung pada satu lembaga
pemasaran mampu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Dan untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi seberapa mampu dipengaruhi oleh
79 harga pasar konsumsi yaitu dengan menerapkan model dari Ravallion 1986
yang selanjutnya telah dikembangkan oleh Heytens 1986 adalah sebagai berikut :
P
it
= 1 + b
1
P
it-1
+ b
2
P
t
- P
t-1
+ b
3
- b
1
P
t-1
+ b
4
X
Dimana : P
it
= Harga jagung pada pasar lokal ke-i waktu t
P
it
-
1
= Harga jagung pada pasar lokal ke-i waktu t-1 P
t
= Harga jagung pada pasar acuan waktu t P
t-I
= Harga jagung pada pasar acuan waktu t-1 X =
Faktor musim atau faktor lain 1+b
1
= koefisien lag harga di tingkat pasar ke-i pada waktu t-1 b
2
= koefisien perubahan harga di pasar acuan pada waktu t dan t-1 b
3
-b
1
= koefisien lag harga di tingkat pedagang besar pada waktu t-1
Berdasarkan hasil analisis regresi terhadap model di atas Lampiran 4, maka dilakukan analisis terhadap integrasi pasar jagung secara vertikal dari pasar
lokal kepada pasar acuannya. Intergrai pasar jagung untuk jangka pendek di analisis dengan menggunakan Index of Market Connection IMC sebagaimana
disajikan pada Tabel 11. Tabel 11
Analisis integrasi pasar jagung dalam jangka pendek di Kabupaten Lombok Timur tahun 2012
Pasar local Pasar acuan
IMC Petani
Tengkulak Makelar
Pedagang besar 1,20
2,38 0,51
Tengkulak Pedagang besar 0,19
Makelar Pedagang besar
0,04 Hasil analisis pada Tabel 11 di atas, menunjukkan bahwa tiga pasar lokal
jagung yaitu petani, tengkulak, dan makelar secara vertikal memiliki hubungan keterkaitan harga dengan pasar acuannya dalam jangka pendek.
Dari lima pasar acuan jagung yang ada, integrasi pasar yang lemah secara vertikal ada di dua pasar acuan
_ _
80
yaitu pada tingkat pedagang II tengkulak, dan pedagang I makelar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC petani ke tengkulak, dan petani ke makelar yaitu sebesar 1,20 dan 2,38
atau lebih besar dari 1. Lemahnya integrasi pasar yang terjadi disebabkan oleh banyaknya pedagang dari daerah lain yang juga melakukan transaksi jual beli jagung di lokasi
penelitian sehingga distribusi komoditas kurang lancar. Pada pasar lokal petani dengan pasar acuannya yaitu tengkulak, makelar dan
pedagang besar menunjukkan bahwa petani memiliki integrasi kuat hanya dengan pedagang besar sebagai pasar acuannya yang ditandai dengan nilai IMC sebesar 0,51 atau
bernilai kurang dari 1. Hal ini berarti, pembentukan harga jagung pada petani saat ini sangat dipengaruhi oleh harga di pedagang besar pada waktu sebelumnya. Namun
pembentukan harga di petani juga dipengaruhi oleh makelar, dan tengkulak meskipun memiliki hubungan keterkaitan yang lemah.
Pada pasar lokal tengkulak, menunjukkan hubungan antara tengkulak dengan pedagang besar. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
tengkulak memiliki integrasi yang kuat dengan pedagang besar sebagai pasar acuannya. Begitu pula hubungan yang terjadi pada pasar lokal makelar dengan
pedagang besar sebagai pasar acuannya. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai IMC tengkulak dan makelar yaitu sebesar 0,19 dan 0,04 atau bernilai lebih kecil dari 1. Artinya
yaitu pembentukan harga jagung yang terjadi pada tengkulak dan makelar saat ini sangat dipengaruhi oleh harga di pedagang besar pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, jika
terjadi perubahan harga sebesar Rp 1, maka harga di tingkat tengkulak dan makelar akan berubah sebesar 0,19 dan 0,04.
Berdasarkan hasil analis diatas dapat disimpulkan bahwa harga di pasar
lokal petani, tengkulak dan makelar sangat dipengaruhi oleh harga yang terjadi di pasar acuannya yaitu pedagang besar. Hal ini mengindikasikan bahwa penetapan
harga dan perubahan harga yang terjadi di pasar lokal memiliki hubungan yang kuat dengan pedagang besar. Artinya, jika terjadi perubahan harga di pedagang
besar sebelumnya, maka akan mempengaruhi harga di tingkat petani, makelar, dan tengkulak pada saat ini.
Hasil analisis regresi terhadap integrasi pasar jagung yang terjadi antara pasar lokal dengan pasar acuannya kemudian digunakan untuk menganalisis
integrasi jangka panjang yang ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien b
2
yang disajikan dalam Tabel 12.
81 Tabel 12 Analisis integrasi pasar jagung dalam jangka panjang di Kabupaten
Lombok Timur tahun 2012 Pasar local
Pasar acuan Koefisien b
2
Petani Tengkulak
Makelar Pedagang besar
0,49 0,13
0,16 Tengkulak Pedagang
besar 0,27 Makelar Pedagang
besar 0,78
Analisis integrasi pasar di tiga pasar lokal jagung petani, tengkulak, dan makelar dalam Tabel 12 di atas, menunjukkan adanya integrasi pasar jangka
panjang dengan pasar acuannya. Pada pasar lokal petani yaitu menunjukkan hubungan antara petani dengan tengkulak, makelar, dan pedagang besar. Hasil
analisis menunjukkan bahwa dalam jangka panjang petani memiliki integrasi dengan pasar acuannya yaitu tengkulak, maklar, dan pedagang besar. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai koefisien b2 untuk pasar acuan tengkulak sebesar 0,49, pasar acuan makelar 0,13, dan 0,16 pada pasar acuan pedagang besar. Berarti
dalam jangka panjang, harga jagung di tingkat petani dipengaruhi oleh harga jagung pada pasar acuannya yaitu tengkulak, makelar dan pedagang besar. Sama
halnya dengan pasar lokal petani, pada pasar lokal tengkulak juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang tengkulak memiliki integrasi dengan pedagang besar
sebagai pasar acuannya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien b
2
sebesar 0,27, yang berarti pembentukan harga jagung pada petani saat ini dipengaruhi
oleh harga di pedagang besar pada waktu sebelumnya. Pasar lokal makelar ke pedagang besar ternyata menunjukkan integrasi
pasar yang lebih kuat dibandingkan pasar lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien b
2
bernilai 0,78 yaitu mendekati nilai 1. Berarti dalam jangka panjang,
pembentukan harga jagung pada makelar saat ini sangat dipengaruhi oleh harga di tingkat pedagang besar pada waktu sebelumnya.
Tingginya nilai koefisieen b2 pada pasar ini dikarenakan adanya hubungan antara makelar dengan pedagang besar. Makelar
membantu pedagang besar dalam memperoleh jagung dari petani dengan dasar perjanjiankomitmen antar kedua belah pihak.
82 Berdasarkan analisis jangka panjang di atas, dari lima pasar acuan yang
ada pada pasar jagung secara vertikal menunjukkan adanya integrasi pasar jangka panjang antara pasar lokal petani, tengkulak, dan pedagang besar dengan pasar
acuannya yang memiliki hubungan keterkaitan harga yang kuat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien b
2
berkisar antara 0,13 ā 0,78 atau nilai koefisien b
2
mendekati satu. Artinya yaitu apabila terjadi perubahan parga pada pasar acuannya sebesar Rp 1, maka harga pada pasar lokal petani dari pasar
acuannya sebesar nilai koefisien b
2.
Dengan demikian, ini menjelaskan bahwa pembentukan harga jagung dalam jangka panjang secara vertikal pada pasar lokal
petani, tengkulak, dan makelar dipengaruhi oleh harga yang terjadi di pasar acuannya.
Inefisiensi terjadi pada pasar petani ke tengkulak dan pasar petani ke makelar dalam jangka pendek. Hal ini ditunjukan oleh nilai IMC tengkulak dan
makelar bernilai lebih besar dari 1. Petani dalam hal ini dirugikan dieksploitasi, oleh sebab itu kelompok tani yang ada hendaknya mampu berfungsi sebagai
fasilitator yang membantu anggotanya, terutama pada pemasaran hasil produksi jagung. Dengan demikian, kelompok tani akan mampu membantu meningkatkan
posisi tawar produk jagung yang dihasilkan oleh anggotanya. Sebaliknya dalam jangka panjang, pasar lokal petani integrasinya lebih baik dibandingkan jangka
pendek. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien b2 pada pasar acuannya dalam jangka panjang bernilai lebih besar dari 1. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa pedagang besar merupakan lembaga pemasaran jagung yang lebih cepat merespon perubahan harga pasar dalam jangka panjang dan jangka
pendek.