10 jagung dapat diawetkan untuk digunakan pada musim kemarau dimana
kondisi pakan terbatas. Adanya kondisi iklim NTB pada periode tertentu musim kemarau maka bioma hijauan hasil sampingan tanaman jagung tersebut
mempunyai kualitas yang baik dibandingkan dengan jerami padi. Biomasa yang dipanen pada umur 65-75 hari setelah tanam hst dapat menghasilkan
sebesar 70-100 ton per hektar. Pengembangan jagung sebagai komoditas unggulan Provinsi NTB
memperoleh dukungan dari pemerintah daerah melalui program PIJAR. Program pengembangan ini mendapat apresiasi dari masyarakat sebagai terobosan dalam
upaya meningkatkan taraf perekonomian NTB. Adapun capaian kinerja yang diperoleh hingga tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 menurut Munir 2010
yaitu peningkatan luas tanam jagung mencapai hingga 60 persen dan peningkatan produksi jagung mencapai 57,94 persen. Hal ini dikarenakan adanya perbaikan
teknologi budidaya, penggunaan benih ungggul bermutu hibrida, serta meningkatnya minat petani untuk menanam jagung.
2.2. Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya
2.2.1. Efisiensi Pemasaran
Sistim pemasaran yang efisien menurut Mardianto et al 2005 sangat dibutuhkan pada produk hasil pertanian guna peningkatan nilai tambah. Hal ini
terutama pada komoditas pangan yang merupakan salah satu sub sektor dalam perekonomian pertanian.
Pemasaran jagung dalam negeri dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi jagung sebagai bahan pangan selain beras maupun sebagai pakan
dan industri lainnya. Adanya ketidak efisienan dalam pemasaran menurut Ariani 2000; dan Tobing 1989 ditentukan oleh panjang pendeknya rantai distribusi
dan besarnya biaya pemasaran yang harus dilalui oleh lembaga pemasaran sebelumnya sampai ke konsumen. Selain itu, Effendi 1998 dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa kesulitan yang dihadapi oleh petani maupun pedagang untuk keluar masuk dalam sistim pemasaran juga merupakan suatu kendala belum
efisiennya sistim pemasaran.
11 Mushofa, Wahib dan Heru 2007; Siagian 1998 dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa rendahnya harga di tingkat petani produsen yang menyebabkan share harga yang diterima petani menjadi rendah mengindikasikan
belum tercapainya efisiensi operasional. Demikian pula dengan adanya penyebaran marjin yang tidak merata dengan indikasi pada tingginya marjin
yang diperoleh pedagang pengecer di pasar. Hal ini juga mengindikasikan bahwa terdapat pengeluaran biaya yang tinggi pula pada tingkat pedagang
pengecer di pasar. Muhandoyo dan Susanto 2007 dalam penelitiannya menganalis efisiensi
pemasaran hanya melihat dari sisi marjin pemasaran. Dalam hal ini, masing- masing saluran tataniaga dianalisis secara realistis membandingkan saluran
mana yang lebih efisien secara operasional. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi operasional dalam sistim pemasaran dipengaruhi oleh besarnya
biaya transportasi. Dengan artian bahwa pemasaran dapat efisien apabila biaya pemasarannya mampu ditekan, terutama biaya transportasi untuk pendistribusian
produk hingga ke konsumen. Menurut Suherty 2009 bahwa inefisiensi pemasaran antara lain ditandai
dengan margin pemasaran yang tinggi yang disebabkan oleh panjangnya saluran pemasaran. Dengan demikian harga yang diterima konsumen juga akan lebih
mahal. Selain itu, inefisiensi pemasaran menurut Fadhla 2008 juga di tandai dengan integrasi pasar vertikal yang lemah, dan adanya faktor lain seperti kondisi
sarana dan prasarana transportasi, serta keadaan sosial politik yang tidak kondusif. Akan tetapi berbeda dengan Marsiah 2009 yang mangatakan bahwa tinggginya
marjin pemasaran bukanlah suatu ukuran mutlak bahwa sistem pemasaran adalah inefisiensi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisien pemasaran menurut Ma’mun 1985 dalam penelitiannya antara lain yaitu ukuran pasar, jumlah pedagang
borongan yang terlibat dan jumlah konsumen. Selain itu, fungsi informasi pasar dalam sistim pemasaran merupakan faktor yang juga mempengaruhi efisiensi
pemasaran.