Karakteristik Responden GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

48 Informasi deskripsi statistik terhadap karakteristik pedagang responden di lokasi pelatihan mencakup umur responden, pengalaman berusaha jagung, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan utama ataupun sampingan dari masing-masing pedagang, serta jumlah kepemilikan asset yang berupa pabrik atau gudang penyimpanan dan fasilitaslainnya. Adapun informasi tersebut disajikan dalam Tabel 6 berikut. Tabel 6 Karakteristik responden lembaga pemasaran jagung di Kabupaten Lombok Timur tahun 2012 No Karakteristik Responden Kisaran Pengumpul I Maklar Pengumpul II Tengkulak Pedagang Besar 1 Umur tahun 30 - 50 38,40 31,60 42,25 2 Lama Pendidikan tahun 9 - 12 10,20 9,60 11,25 3 Pengalaman berniaga tahun 3 - 12 6,20 5,40 13,25 4 Jumlah tanggungan keluarga orang 2 - 4 3,20 3,20 3,00 5 Pekerjaan orang a. Dagang jagung b. Dagang + Tani 1 - 14 1 - 14 100,00 80,00 20,00 75,00 25,00 6 Jumlah kepemilikan pabrik gudang unit 0 - 2 1,25 Sumber : data diolah Berdasarkan Tabel 6 diatas, menjelaskan bahwa tingkat pendidikan responden pedagang rata-rata sudah menamatkan SD dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP hingga SMA. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyerapan informasi usaha jagung yang dilakukan oleh responden baik walaupun masih rata-rata pada tingkat pendidikan SMA. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata pendidikan pedagang di atas 9 tahun, yang berarti pedagang responden memiliki kemampuan dalam penerapan perhitungan bisnis. Selain melakukan kegiatan berdagang, rata-rata sebesar 20 persen responden di tingkat tengkulak dan 25 persen responden di tingkat pedagang besar juga melakukan kegiatan bertani. Sedangkan rata-rata 85,71 persen dari total keseluruhan responden pedagang yaitu seluruh makelar, 80 persen tengkulak dan 75 persen responden pedagang besar bekerja murni sebagai pedagang hasil bumi yaitu jagung. Pada saat-saat tertentu khususnya pedagang besar, juga melakukan 49 transaksi terhadap komoditas lainnya yaitu gabah. Rata-rata pengalaman responden dalam usaha jual beli berdagang jagung pada tingkat makelar adalah 6 tahun, tengkulak 5 tahun dan di tingkat pedagang besar adalah 13 tahun. Dengan demikian rata-rata responden memiliki pengalaman yang relative cukup lama ssehingga diharapkan mampu menentukan keputusan yang akan diambil dalam berniaga jagung. Umur berkaitan dengan produktivitas kerja, dimana tingkat usia produktif berada pada kisaran umur 15-54 tahun. Usia pedagang responden berkisar antara 30 hingga 50 tahun atau rata-rata sebesar 38,40 persen pada tingkat makelar, 31,60 pada tengkulak, dan 42,25 persen pada tingkat pedagang besar. Hal ini berarti responden pedagang merupakan pekerja usia produktif yang masih mampu untuk berproduksi menghasilkan produkjasa. Jumlah tanggungan keluarga identik dengan besarnya biaya yang harus ditanggung oleh suatu rumah tangga. Responden pedagang rata-rata sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Semakin besar jumlah tanggungan keluarga, maka semakin besar pula biaya hidup yang harus dikeluarkan terutama jika mereka tidak teermauk dalam ussia prooduktif. Kepemilikan pabrikgudang penyimpanan pada 14 pedagang responden yang terlibat yaitu rata-rata sebesar 1 unit saja dan itu adalah milik pedagang besar yang merupakan lembaga pemasaran dengan kapaitas usaha yang lebih besar dibandingkan makelar dan tengkulak. Dengan kata lain, dari 14 responden lembaga pemasaran yang terlibat, hanya pedagang besar yang memiliki gudang dan pabrik pengolahan jagung menjadi jagung kering pipil. Dimana pabrik tersebut dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang mendukung dalam pemasaran jagung antara lain adanya gudang penyimpanan dan lantai jemur yang luas, serta mesin pemipilan jagung. Hal ini dikarenakan produk akhir yang dipasarkan oleh pedagang besar yaitu dalam bentuk kering pipil. Berdasarkan karakteristik dari responden lembaga pemasaran diatas, maka dapat dikatakan bahwa pedagang yang terlibat dalam pemasaran jagung di lokasi penelitian memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan perhitungan- perhitungan ekonomi yang dijalankannya, sehingga selain mampu menjadi 50 sumber pendapatan keluarga, juga mampu menjadikan usahanya lebih berkembang menjadi lebih baik lagi. Lembaga pemasaran merupakan pelaku dalam sistim pemasaran yang melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran Asmarantaka, 2012. Berdasarkan kegiatan pemasaran tersebut, maka aktifitas bisnis jagung di lokasi penelitian melibatkan : 1. Pedagang besar Pedagang besar yang terlibat dalam pemasaran jagung merupakan pedagang yang membeli jagung dari pedagang pengumpul I makelar. Namun tidak menutup kemungkinan untuk membeli jagung dari pedagang pengumpul II tengkulak, maupun pembelian langsung pada petani jagung. Pedagang besar yang terlibat dalam pemasaran jagung ini sebanyak 4 orang pedagang yang berlokasi di desa dan kecamatan produksi jagung. Umumnya pedagang besar melakukan transaksi secara tunai dengan tengkulak dan petani, sedangkan makelar telah dibayar di awal sebagai modal untuk pembelian jagung pada petani. Lembaga ini pun sangat aktif dalam mencari jagung di kecamatan sekitar tempat tinggal hingga luar kecamatan. Pedagang besar dalam kegiatannya melibatkan beberapa tenaga kerja yaitu rata-rata 6 orang karyawan tetap pabrik. Lembaga pemasaran ini selain melakukan kegiatan pembelian jagung, juga melakukan pengolahan jagung dari kering panen menjadi jagung kering pipilan dengan mutu yang sesuai dengan permintaan pesanan dari konsumen yang dalam hal ini adalah pengusahapedagang dari luar Provinsi NTB Provinsi Bali. Berdasarkan uraian di atas, maka pedagang besar dapat dikatakan sebagai pedagang perantara merchant middlemen yaitu individu pedagang yang melakukan penanganan berbaggai fungsi pemasaran dalam pembelian dan penjualan jagung dari produsen ke konsumen, serta memiliki kekuasaan terhadap produk tersebut Asmarantaka, 2012. Fungsi pemasaran yang dilakukan adalah membeli dan menjual produk yang merupakan fungsi pertukaran, aktifitas fungsi fisik pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan transportasi, serta aktifitas fungsi fasilitas sortasi, resiko, pembiaya, dan infoormasi pasar. 51 2. Pengumpul I Makelar Pengumpul I yang terlibat dalam pemasaran jagung ini adalah Makelar. Makelar merupakan salah satu lembaga perantara yang membeli jagung dari petani. Akan tetapi pembelian juga dapat dilakukan pada tengkulak maupun pedagang pengumpul lainnya. Makelar yang terlibat dalam pemasaran jagung ini sebanyak 5 lima orang pedagang dan merupakan lembaga pemasaran yang juga melakukan kegiatan transaksi pembelian jagung di lahan petani. Setelah ada kesepakatan harga, jagung langung dipanen kemudian ditimbang dan dilakukan pembayaran pada hari itu juga. Lembaga ini berlokasi di desa yang merupakan daerah produksi jagung. Makelar umumnya melakukan transaksi secara langsung pada petani dengan pembayaran tunai dan pemanenan jagung dilakukan hari itu juga atau kesokan harinya. Lembaga ini pun sangat aktif dalam mencari jagung di daerah sekitar tempat tinggal bahkan sampai ke luar kecamatan. Makelar umumnya merupakan perpanjangan tangan dari pedagang besar dengan berbekal modal yang diberikan oleh pedagang besar. Lembaga ini selain melakukan kegiatan pembelian jagung, juga melakukan pengolahan dari jagung kering panen menjadi jagung kering pipilan dengan mutu yang sesuai dengan permintaan pesanan dari pedagang besar. Berdasarkan penjelasan di atas, aktifitas fungsi pemasaran yang dilakukan oleh makelar yaitu fungsi pertukaran pembelian dan penjualan, fungsi fisik pengolahan, pengemasan, penyimpanan, dan transportasi, dan fungsi fasilitas sortasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Berdasarkan hal tersebut, lembaga pemasaran ini dapat dikatakan sebagai agen perantara agen middlemen yang menurut Asmarantaka 2012 adalah individu pedagang yang hanya mewakili klien dalam melakukan penanganan produkjasa. Disamping itu, lembaga ini hanya menguasai produk dan mendapatkan pendapatan dari fee keuntungan dan komisi. 3. Pengumpul II Tengkulak Pengumpul II yang terlibat dalam pemasaran jagung ini adalah tengkulak. Tengkulak merupakan lembaga yang juga secara langsung melakukan transaksi 52 pembelian jagung dengan petani. Aktifitas fungi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran pembeelian dan peenjualan, fungsi fisik pengemasan, dan tranportasi, serta fungsi fasilitas resiko, pembiayaan, informai pasar. Berdasarkan hal tersebut, maka lembaga pemasaran ini dapat dikatakan sebagai pedagang perantara merchant middlemen yaitu individu pedagang yang melakukan penanganan berbagai fungsi pemasaran dalam pembelian dan penjualan jagung dari produsen ke konsumen, serta memiliki kekuasaan terhadap produk tersebut Asmarantaka, 2012. Tengkulak yang terlibat dalam pemasaran jagung ini sebanyak 5 orang. Dalam kegiatan pemasaran, tengkulak biasanya melakukan transaksi dengan petani secara langsung di lahan, dengan sistim pembayaran tunai, ijon, maupun kontrak pembelian yang tidak tertulis dengan petani. Hasil panen jagung petani yang sudah dibayarkan akan dipanen setelah memperoleh pembeli atau setelah pembelian jagung sudah terkumpul cukup banyak dengan perhitungan pada efisiensi biaya transportasi. Pedagang pengumpul II tengkulak berlokasi di desa terutama daerah produksi jagung. Umumnya lembaga ini aktif mencari jagung di daerah sekitar tempat tinggalnya hingga luar kecamatan. Hal ini dikarenakan pengumpul II tengkulak dalam kegiatan pemasarannya bertindak sendiri tanpa ada memiliki pegawai. 4. Petani jagung. Petani jagung merupakan produsen jagung yang berlokasi di daerah penghasil jagung terutama pada lokasi penelitian di Kabupaten Lombok Timur. Dalam aktifitas pemasaran jagung, petani yang merupakan produsen hanya melakukan fungsi penjualan dan resiko. Selebihnya petani hanya melakukan kegiatan budidaya saja, yang diawali dari pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, serta kegiatan pemanenan pada beberapa orang petani responden. a. Pengolahan tanah. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk memperbaiki aerasi tanah, mengendalikan gulma, memutus siklus hidup hama, dan memudahkan aktivitas budaya lainnya. Pengolahan tanah oleh petani responden dilakukan 53 pada awal kegiatan penanaman, dengan menggunakan bajak dengan ternak maupun hand traktor. Namun dari 30 petani responden, 30 persen menggunakan bajak yang ditarik oleh sapikerbau, dan 17 persen menggunakan bajak mesin, sedangkan sisanya sebesar 53 persen adalah TOT tanpa olah tanah yaitu dengan melakukan penyemprotan herbisida menggunakan basmilang dan round-up rata-rata 1 – 1,5 literha. TOT dilakukan petani dikarenakan lahan untuk penanam jagung sudah bersih pasca panen padi pada musim tanam I, serta adanya kondisi lahan yang berbatu sehingga tidak memungkinkan untuk di bajak. b. Penanamaan Penanaman jagung adalah kegiatan penanaman benih ke dalam tanah yang dapat dilakukan secara manual maupun dengan banatuan alat dan mesin pertanian. Benih jagung yang di tanam oleh petani responden yaitu menggunakan benih unggul dengan varietas antara lain Bisi 2, Bisi 16, Bisi 816, SHS 4, Pionir, dan NK 33. Benih unggul ini di peroleh dari kelompok tani 73 persen dan 27 persen di beli sendiri oleh petani di kios- kios sarana produksi di desa bahkan di kota kecamatan atau luar kecamatan. Penggunaan benih jagung oleh petani responden rata-rata sebanyak 23 kg per hektar, dimana ini masih lebih tinggi dari rekomendasi yang dianjurkan badan litbang pertanian yaitu 20 kg per hektar. Penanaman jagung dilakukan dengan sistim tugal pada jarak tanam 75 x 40 cm, yaitu sebanyak 2 tanaman per rumpun. c. Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman jagung melibatkan beberapa kegiatan antara lain yaitu pemupukan, pengairan, penyemprotan, penyiangan dan pemangkasan. Sebanyak 47 persen responden petani menggunakan pupuk anorganik dan pupuk kandang sedangkan sisanya 53 persen hanya menggunakan pupuk anorganik yang terdiri dari urea, SP36, NPK, dan ponska. Penggunaan pupuk anorganik masih belum sesuai rekomendasi, dimana rata-rata penggunaan urea sebesar 447 kgha, SP36 sebesar 23 kgha, NPK sebesar 54 41 kgha, dan pupuk tambahan lain seperti ponska sebanyak 31 kgha dengan aplikasi pemupukan sebanyak dua kali pada umur tanaman 7-10 hari setelah tanam hst dan 4-5 minggu setelahh tumbuh mst. Kegiatan pemupukan dilakukan bersamaan dengan pangairan tanah dimana pemupukan dilakukan saat tanah dalam kondisi lembab. Kegiatan penyemprotan tanaman dilakukan oleh 73 persen petani responden dengan makud untuk pengendalian hama penyakit berupa hama wereng, belalang, dan ulat gerayak yang dikendalikan menggunakan confidor maupun canon. Kegiatan penyiangan, dilakukan oleh seluruh petani responden berdasarkan pemantauan gulma di lahan pertanaman. Petani responden melakukannya dengan cara penyemprotan herbisida asitrin, polaris, dan gramakuat untuk menekan jumlah penggunaan tenaga kerja. Sedangkan pemangkasan tanaman dilakukan pada bagian atas tongkol jagung agar mempercepat proses pengeringan jagung. kegiatan ini dilakukan 2 minggu sebelum panen atau + 85 hst. d. Panen Jagung yang dipanen dalam penelitian ini adalah dalam bentuk jagung kering panen dengan umur tanaman 86-96 hst hari setelah tanam. Selain itu, kelobot jagung telah mengering atau berwarna kuning, dan biji jagung terlihat mengkilap namun jika ditekan tidak meninggalkan bekas. Jagung yang akan di panen dikupas untuk kemudian dijemur sekitar 2-3 hari. Kegiatan panen jagung dalam penelitian ini ada dua sistim yaitu borongan dan sewa tenaga panen. Sebanyak 0,27 persen petani menyewa tenaga panen sedangkan sisanya 0,73 persen petani melakukannya dengan sistim borongan. Sistim borongan disini maksudnya adalah pedagang membeli jagung dengan membawa buruh panen, dan petani dikenakan biaya Rp15.000 – Rp 20.000 tergantung letak lahan jagung dan biaya ini akan dipotong dari jumlah pembelian jagung. Dikarenakan pedagang melakukan pembelian dengan ketentuan terima di pinggir jalan besar, serta tidak terseedianya gudang penyimpanan sehingga petani lebih banyak memilih menjual hasil jagungnya dengan sistim borongan. 55

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Saluran Pemasaran, dan Fungsi Pemasaran

Saluran pemasaran jagung menurut Soekartawi 2002 merupakan aliran barang dari produsen kepada konsumen. Saluran pemasaran jagung muncul dari adanya kebutuhan jagung pada daerah lain yang dibatasi oleh jarak yang jauh dari lokasi produksi jagung. Dimana dengan keterbatasan jarak yaitu di daerah yang jauh bahkan terpencil serta kondisi petani produsen dengan keterbatasannya akan modal, pengetahuan, dan prasaranasarana transportasi menyebabkan kemungkinan petani tidak mampu memperoleh hasil jagungnya dengan harga yang memuaskan. Produk jagung yang didistribusikan oleh petani responden 30 responden di provinsi NTB hanya sampai pada pedagang besar yang sekaligus merupakan pedagang antar pulau PAP. Selanjutnya pedagang besar menditribusikannya pada konsumn yang berada di luar Provinsi NTB. Aliran distribusi jagung yang terbentuk di Kabupaten Lombok Timur adalah sebagaimana yang disajikan dalam Gambar 6 berikut. Gambar 6 Arus komoditi jagung di Kabupaten Lombok Timur. Berdasarkan Gambar 6 di atas, terlihat bahwa petani melakukan pemasaran jagung melalui tiga lembaga pemasaran yaitu tengkulak, makelar dan pedagang besar. Dari produk jagung yang di pasarkan petani, menunjukkan IV PAP Pedagang Besar Pedagang I Makelar Petani T Pedagang II Tengkulak Konsume n Pabrik 23,3 33,3 I I II 43,4 56 adanya tiga pola saluran pemasaran jagung. Ke tiga pola saluran pemasaran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Saluran pemasaran I, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang I makelar, kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB Bali sebagai konsumen. 2. Saluran pemasaran II, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang besar, kemudian pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB Bali sebagai konsumen. 3. Saluran pemasaran III, adalah saluran pemasaran jagung dari petani kepada pedagang II tengkulak, kemudian menjualnya pada pedagang besar, dan akhirnya pada pengusaha pakan ternak di luar Provinsi NTB Bali sebagai konsumen. Berdasarkan ke tiga saluran yang terbentuk, rata-rata petani menjual produk jagungnya 160,30 ton dalam bentuk kering panen beserta tongkolnya kepada makelar, tengkulak dan pedagang besar. Jagung kering panen yang diperoleh dari makelar maupun tengkulak, oleh pedagang besar kemudian dijual dalam bentuk kering pipil kepada konsumen yaitu pengusaha pakan ternak di Bali sebagai campuran pakan bagi ternaknya. Pada saluran pemasaran satu, yaitu pemasaran jagung yang dilakukan oleh petani kepada pedagang pengumpul I makelar, kemudian dipasarkan kembali oleh makelar pada pedagang besar selanjutnya ke konsumen pabrik. Terdapat sepuluh orang petani responden 33,3 persen yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 48,5 ton langsung pada lima orang makelar. Oleh pihak makelar seluruhnya langsung dipasarkan kepada pedagang besar dalam bentuk produk jagung kering pipil untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada konsumen pabrik pakan yang berada di Bali. Pada saluran pemasaran ke dua, terdapat tiga belas orang petani responden 43,4 persen yang menjual hasil panen jagungnya sebesar 78 ton rata-rata 6 ton langsung pada empat orang pedagang besar yang merupakan pedagang antar pulau PAP. Dikarenakan produk akhir yang di pasarkan oleh empat pedagang besar pada konsumen pabrik adalah dalam bentuk jagung kering pipil, maka 57 produk jagung kering panen kemudian diolah menjadi jagung kering pipil sesuai dengan permintaan konsumen pengusaha pakan di Bali yaitu memiliki kadar air 15-14 persen. Untuk memperoleh kadar air tersebut, jagung pada petani responden sebelumnya dilakukan penjemuran 1 hingga 2 hari. Pada saluran pemasaran ke tiga, tujuh orang petani responden 23,3 persen menjual hasil panen jagungnya pada 5 orang tengkulak. Produksi yang dipasarkan petani pada tengkulak juga dalam bentuk jagung kering panen sebesar 33,80 ton rata-rata 4,8 ton. Oleh pihak tengkulak langsung dipasarkan kepada pedagang besar tanpa ada pengolahan perubahan bentuk produk melainkan masih berupa jagung kering panen untuk kemudian pedagang besar memasarkannya kepada konsumen pabrik pakan di Bali. Berdasarkan ke tiga saluran pemasaran tersebut, menunjukkan bahwa saluran pemasaran ke dua merupakan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani 43,4 persen dalam memasarkan hasil panennya. Saluran tersebut yaitu penjualan jagung petani langsung pada pedagang besar dalam bentuk jagung kering panen, kemudian dilanjutkan pada konsumen pabrik pakan. Selanjutnya disusul oleh saluran pemasaran pertama dan saluran pemasaran ketiga. Artinya bahwa petani memiliki akses untuk menjual produknya langsung pada pedagang besar, walaupun pada daerah tersebut juga terdapat pedagang lainnya yaitu makelar dan tengkulak. Beberapa faktor yang sering dijadikan keluhan oleh rata- rata petani dalam memasarkan jagungnya dalam bentuk kering panen tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu menjadi jagung kering pipil antara lain yaitu adanya keinginan petani untuk secepatnya mendapat balas jasa dari hasil usahataninya, adanya keterbatasan fasilitas seperti gudang penyimpanan dan mesin pemipilan jagung, serta adanya kebutuhan akan biaya yang digunakan untuk usahatani selanjutnya. Selain hal tersebut di atas, juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar antara petani dengan pedagang besar sehubungan dengan informasi mengenai nilai pasar sebenarnya dari jagung. Keterbatasan tersebut salah satunya yang membuat pedagang besar lebih dominan dalam menentukan harga pada saat transaksi atau penimbangan jagung. Hal yang biasa dilakukan oleh petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah dengan membatalkan