Perilaku pasar Marjin Pemasaran

21 menurut Waite dan Trelogan 1951 dalam Sudiyono 2002 merupakan biaya dari jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari pemasaran. Dengan demikian, tinggi biaya pemasaran, dapat menyebabkan tingginya marjin pemasaran Kegiatan pemasaran produk dalam hal ini produk pertanian yaitu jagung, dalam pendistribusiannya hingga ke konsumen melibatkan lembaga pemasaran. Kegiatan yang dilakukan pada setiap lembaga pemasaran akan menyebabkan perbedaan terhadap harga jual, dimana semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut dari produsen hingga konsumen. Marjin pemasaran suatu komoditi per unit pada kurva marjin pemasaran Gambar 3, ditunjukkan oleh Pr - Pf, dimana Pr merupakan harga di tingkat konsumen dan Pf merupakan harga di tingkat petani. Marjin pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung dengan quantiti produk yang dipasarkan. Apabila produk mengalami proses pengolahan, quantity di petani dan konsumen harus setara equivalent. Pengertian ini menurut Asmarantaka 2012 merupakan pengertian yang sifatnya statis, karena hanya menganalisis biaya-biaya dari petani dan konsumen. Namun bila marjin dikalikan dengan jumlah komoditas yang ditawarkan maka hasilnya disebut Nilai Marjin Pemasaran atau Value Marketing Marginal VMM. Besarnya nilai marjin pemasaran dinyatakan dalam Pr - PfQr.f. Marjin pemasaran menunjukkan perbedaan harga yang terjadi di pasar. Sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr=Qf=Qrf. 22 Gambar 3 Kurva Marjin Pemasaran Sumber : Dahl dan Hammond 1977. Hal : 140 Nilai marjin pemasaran yang merupakan sekumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah value added. Sehingga semua proses bisnis dari aliran pemasaran mulai dari petani produsen primer sampai pada konsumen menurut Tomek dan Robinson 1990; Hammond dan Dahl 1977; Kohl dan Uhls 2002 dalam Asmarantaka 2012 mengandung pengertian dari konsep derived supply dan derived demand. Permintaan di tingkat petani atau derived demand Df merupakan permintaan turunan yaitu permintaan dari lembaga pemasaran karena adanya primary demand Dr dari konsumen akhir. Primary demand Dr yaitu respon permintaan dari konsumen akhir. Sedangkan penawaran di tingkat konsumen akhir atau derived supplay Sf merupakan penawaran turunan yaitu penawaran di tingkat pedagang atau pabrik pengolahan maupun pemasaran di tingkat pedagang eceran retail. Adanya keterlibatan lembaga-lembaga pemasaran yang menjalankan semua proses bisnis dan fungsi-fungsi pemasaran, sehingga besarnya marjin pemasaran dinyatakan dalam MT = Pr – Pf = biaya pemasaran + keuntungan lembaga pemasaran. Pendekatan ini disebut pendekatan dinamis, dikarenakan malakukan analisis pada fungsi pemasaran, biaya pemasaran, kelembagaan yang terlibat serta seluru sistim 23 yang berlangsung mulai dari petani primary supply sampai kepada konsumen akhir primary demand. Besar kecilnya marjin pemasaran sering dipergunakan sebagai kriteria untuk menilai apakah pasar sudah efisien atau belum. Apabila marjin pemasaran yang terjadi cukup tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : 1 Adanya penggunaan teknologi baru yang menyebabkan tingginya biaya produksi, 2 Adanya spesialisasi produksi yang menyebabkan bertambah tingginya biaya pengangkutan dan akibatnya margin pemasaran bertambah besar, 3 Adanya peningkatan kegunaan waktu dalam produk pertanian yang mengakibatkan adanya tambahan biaya untuk penyimpanan dan pengolahan, 4 Adanya kecenderungan konsumen, untuk mengkonsumsi barang dalam bentuk siap saji, sehingga mengakibatkan margin pemasaran bertambah besar, 5 Adanya kenaikan upah pekerja terutama dalam perdagangan eceran, dapat juga meningkatkan nilai margin pemasaran. Berdasarkan uraian tersebut maka tingginya marjin pemasaran dapat dipengaruhi oleh biaya pemasaran yang meliputi keseluruhan biaya produksi serta jenis produk yang dipasarkan. Namun tidak selamanya marjin pemasaran yang kecil adalah lebih efisien daripada marjin pemasaran yang besar. Hal ini dikarenakan indikator efisien sistim pemasaran selain marjin pemasaran antara lain adalah kepuasan dari konsumen, produsen, dan lembaga pemasaran. Dengan demikian marjin pemasaran dapat diukur secara absolut dan persentase dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.

3.1.5. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran menurut Shepherd 1962, merupakan suatu bentuk dari nisbah antara total biaya dengan total nilai produk yang dipasarkan. Indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran menurut Sudiyono 2002 adalah marjin pemasaran, harga di tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran serta intensitas persaingan pasar. Efisiennya suatu pemasaran menurut Raju dan Open 1982, Kohls dan Uhl 2002 dalam Asmarantaka 2009 akan dapat tercipta jika pihak-pihak yang terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen memperoleh suatu kepuasan. Semakin besarnya biaya pemasaran yang 24 dikeluarkan bila dibandingkan dengan nilai dari produk yang dijual menurut Shepherd 1962 akan menyebabkan pasar menjadi tidak efisien. Dengan kata lain, semakin besar biaya pemasaran yang dikeluarkan maka marjin pemasarannya akan semakin besar dan menyebabkan tidak efisiennya sistim pemasaran jagung yang berlangsung. Kohl and Uhl 1990 mengelompokkan efisiensi pemasaran produk agribisnis dalam dua bagian yaitu : 1. Efisiensi operasional, yaitu kondisi dimana perubahan dalam nisbah efisiensi pemasaran sebagai akibat perubahan biaya penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko, informasi pasar dan harga tanpa mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran, dimana biaya dan marjin pemasaran yang rendah lebih efisien tanpa mengurangi kepuasan konsumen. 2. Efisiensi harga, yaitu efisiensi yang menekankan pada kemampuan dari sistiem pasar dalam melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan memaksimumkan output. Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini korelasi harga diperoleh dari integrasi pasar. Integrasi pasar dapat menjelaskan seberapa jauh harga suatu komoditas mampu terbentuk pada suatu tingkat lembaga pemasaran yang dipengaruhi oleh harga pada tingkat lembaga pemasaran lainnya. Integrai pasar atau keterpaduan pasar menurut Asmarantaka 2009 merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga. Efisiensi harga merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuannya Pr akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya Pf. Adanya keterpaduan diantara beberapa pasar yang memiliki korelasi terhadap harga menurut Harris 1979 diindikasikan sebagai integrasi pasar. Keterpaduan pasar menurut Asmarantaka 2009 akan dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang akurat dan disalurkan dengan cepat ke pasar lainnya. Partisipan yang terlibat diantara pasar pasar acuan dan pasar pengikut memiliki 25 informasi yang lengkap dan rasional untuk digunakan dalam pengambilan keputusan perencanaan maupun kegiatan pemasaran selanjutnya. Dengan demikian, jika terjadi perubahan harga pada salah satu pasar maka akan menyebabkan perubahan pada pasar pengikutnya. Anilisis integrasi pasar dapat dibedakan atas dua jenis yaitu integrasi horizontal dan vertikal Asmarantaka, 2009; Sudiyono, 2002. Integrasi horizontal termasuk integrasi pasar spasial, temporal, dan harga silang. Integrasi ini digunakan untuk melihat keterkaitan harga antar pasar yang terpisah secara geografis atau wilayah. Sedangkan integrasi vertikal digunakan untuk melihat keterkaitan hubungan suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam satu rantai pemasaran. integrasi ini terjadi antara pasar produsen dengan pasar konsumen. Model keterpaduan pasar menurut Ravallion 1986 dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga pasar produksi mampu dipengaruhi oleh harga pasar konsumsi. Untuk mengukur pengaruh pada harga suatu pasar oleh harga pada pasar lain akan diterapkan model dari Ravallion 1986 yang selanjutnya dikembangkan oleh Heytens 1986. Model dimulai dengan membangun lag bersebaran autoregresi Autoregresive Distributed Lag yaitu : P it – P it-1 = α i-1 P it-1 – P t-1 + β i0 P t – P t-1 + α i + β i0 + β it – 1P t-1 + α i X t + µ it … 1 Dimana : P it = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t P it -1 = Harga jagung pada pasar lokal ke-i pada waktu t-1 P t = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t P t-1 = Harga jagung pada pasar acuan ke-i pada waktu t-1 X = Faktor musim atau faktor peubah lain Persamaan 1 menyatakan bahwa perubahan harga di suatu tempat adalah fungsi dari perubahan dalam selisih harga dengan pasar acuan waktu sebelumnya, perubahan harga pasar acuan pada waktu yang sama, dan ciri-ciri pasar setempat. Persamaan 1 dapat disusun kembali dengan menjelaskan parameter tersebut dengan baik. Misalkan koefisien pada persamaan 1 dilambangkan sebagai berikut :