Model kelembagaan pemanfaatan sumberdaya tambang dan kaitannya terhadap pembangunan wilayah di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (studi kasus arah pengelolaan kebijakan ekonomi di sektor pertambangan pasca perubahan sebagian status kawasan taman n

(1)

MODEL KELEMBAGAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

TAMBANG DAN KAITANNYA TERHADAP PEMBANGUNAN

WILAYAH DI KABUPATEN BONE BOLANGO

PROVINSI GORONTALO

(STUDI KASUS ARAH PENGELOLAAN KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR PERTAMBANGAN PASCA PERUBAHAN STATUS SEBAGIAN KAWASAN TAMAN

NASIONAL BNW MELALUI RTRWP GORONTALO)

AMIR HALID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang dan Kaitannya Terhadap Pembangunan Wilayah Di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Studi Kasus Arah Pengelolaan Kebijakan Ekonomi Di sektor Pertambangan Pasca Perubahan Sebagian Status Kawasan Taman Nasional BNW Melalui RTRWP Gorontalo) adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Amir Halid H162070021


(4)

(5)

ABSTRACT

AMIR HALID Institutional Model for Utilizing Mining Resources and it’s relation to Regional Development in Bone Bolango Regency in Gorontalo Province. (Case Study of Governance Guidelines of Economy Policy at Mining Sector after Removing Part of National Park through Revision of Regional Planning of Gorontalo Province) Under supervision of AKHMAD FAUZI (Main Supervisor), BABA BARUS and SETIA HADI (Co-Supervisor).

Bone Bolango region located in Gorontalo Province covers an area of 188,006.43 Ha which consist of 142,664.38 Ha or 75,88% forest and 45,326,5 Ha or 24,22% is regional stated. The regency is endowed with rich mineral resources, yet it finds some difficulties in regional planning and developing in regional economics, based on existing land. The Government has already issued licenses for optimizing the mining resource called (Kontrak Karya) since 1971. In 2008 Minerals and Energy Resources Department calculated the deposit the value of mineral reached as much as $ 18,9 M, or equal with Rp 190 Trillion with price is 103,4/troy-once. Increased in mineral value and unclear land rights has created an un-fair competition and create conflicts over resources. This is impacted “institutional vacuum”. The Illegal Mining and social economy activities become informal institutional or shadow economy to fulfill the uncertainty of resources authority. The objectives of this study as follows: 1) provided historical perspective of changes in land ownership and to provide the map of identification, inventarization, occupied concession land using spatial analysis. 2) to analyze the economy feasibility of mining resources based on marketing structure and extraction aspects as well as at the ore, price and environmental fee and the effect for regional development using economics valuation and Hotelling model.3) developed an institutional framework for mining resources utilization for sustainable development using logistic regression analysis and institutional economic framewrok. Results are (1) the land use and land cover is dominated by forestry and agriculture is covered in Bulawa also Bone Raya sub districts. Property is covered in all sub districts. (2) sub district Bone Raya, Bulawa, Suwawa Timur, Bone and Bone Pantai sub district occupied in the land of consesion of this company. (3) the agriculture is covered in all sub districts, but Bone Raya and Bulawa is more much than the other sub districts. (4) Property also covered in all sub districts, such as Bone Raya, Bulawa and Bone sub districts. (5) illegal mining is more covered in Suwawa Timur sub district. Economic valuation showed that (1) IRR of investment is 21.3%, and NPV is $ 462.42 Billion, and payback period is 7,84 years, with the criteria of investment is evaluated by constant dollars. showed that production planning of gold, cooper, and silver of this company is feasible. (2) changed in discount rate of 5%, 8%, 10% and 15% will affect production on the first ten years only. The change of price from $ 900, $ 1200, $ 1600 to $ 2000 will tend to decrease extractio, yet it will not postpone the company for extraction planning. The change in environmental cost of 1%, 1,5%, and 5% will not change significantlt to the extraction. Variables that are significant to influence participation in mining sectors are age of respondent, education and socio-economics infrastructures. These will influence to reduce illegal mining and to form institutional framework. An institutional model is proposed to manage the mining revenues through multi stake holder institution.


(6)

(7)

RINGKASAN

AMIR HALID “Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang dan Kaitannya Terhadap Pembangunan Wilayah di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo (Studi Kasus Arah Pengelolaan Kebijakan Ekonomi disektor Pertambangan Pasca Perubahan Sebagian Status Kawasan Taman Nasional BNW Melalui RTRWP Gorontalo)”dibimbing olehAKHMAD FAUZI selaku ketua, BABA BARUS, SETIA HADI sebagai anggota.

Kabupaten Bone Bolango memiliki luas wilayah 188.006,43 Ha, terdiri dari 142.664,38 Ha atau 75,88% adalah kawasan hutan (kawasan Lindung) dan 45.326,5 Ha atau 24,22% adalah kawasan pemanfaatan (budi daya). Daerah ini mengalami kesulitan menyusun perencanaan dan implementasi pembangunan saat ini, antara lain bagaimana menata ruang yang telah memiliki izin pemanfaatan (kontrak karya pertambangan) sementara terdapat pemanfaatan oleh masyarakat dan telah memiliki fasilitas umum dan fasilitas khsus Pemerintah. Daerah penelitian ini diduga merupakan bagian dari pulau Sulawesi yang memiliki potensi pertambangan tinggi terutama tembaga, emas dan perak. Pada tahun 2006, Departemen ESDM telah menghitung cadangan sumberdaya mineral yang ada mencapai $10,493.577 atau sekitar Rp 100 Trliyun dengan kisaran harga emas $ 103 /troy,once, dan pada tahun 2008 total nilainya mencapai $ 18,9 Miliyar atau setara dengan nilai rupiah Rp 190 Triliyun dengan kisaran harga emas yang sama. Pada tahun 2010 diperkirakan nialinya terus mengalami kenaikan karena harga emas saat itu $ 1130,3 /troy/once. Diduga bahwa pemicu hubungan persaingan antara Pemerintah, pengusaha dan masyarakat di wilayah tersebut telah menjurus pada konflik sosial ekonomi bahkan telah masuk pada rana politik berawal dari persoalan ini. ketika terjadi “kekosongan” kelembagaan formal baik Departemen Kehutanan sebagai pengelola kawasan hutan maupun perusahaan sebagai pemegang konsesi pertambangan berakibat adanya klaim kepemilikan dan penguasaan oleh Penambangan emas tanpa ijin (PETI), pertanian, perkebunan dan pemukiman muncul sebagai kelembagaan informal atau ekonomi bayangan mengisi ketidakpastian status penguasaan SDA negara.

Adapun tujuan penelitian yaitu 1) Mendiskripsikan sejarah perubahan dan pemanfaatan kawasan serta tersusunnya peta identifikasi dan inventarisasi luasan pemanfaatan lahan di wilayah konsesi kontrak karya PT GM untuk mendapatkan ganti rugi yang adil dan layak bagi pemukiman, pertanian, perkebunan, hutan, dan pertambangan tanpa izin melalui model persentase luasan klaim lahan masing-masing Kecamatan dan Desa. 2) Menganalisis kelayakan ekonomi sumberdaya tambang ditinjau dari aspek struktur pasar dan aspek ekstraksi baik ekstraksi terhadap cadangan, harga dan nilai lingkungan dan dampaknya terhadap pembangunan wilayah. 3) Tersusunnya model kelembagaan pada pengelolaan sumberdaya tambang di daerah dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Adapun alat analisis yang digunakan pada metode penelitian


(8)

yaitu: 1) Analisis Spasial sederhana dan kajian sejarah (land tenure). 2) Valuasi Finansial dan Ekonomi Sumber daya Mineral. 3) Valuasi Ekonomi Sumberdaya Mineral Model Hotelling. 4) Kajian Kelembagaan dan hukum serta analisis Statistik Tabel frekuensi dan Kontigensi dan Analisis Statisitik Model Logistik.

Adapun output pada masing-masing alat analisis yaitu: Pertama analsis spasial dan land tenure: 1) peta tutupan lahan Nampak di dominasi oleh hutan, kemudian areal perkebunan yang menyebar di Kecamatan Bulawa dan Kecamatan Bone Raya, sedangkan PETI dan semakbelukar menyebar di Kecamatan Bone dan Bone Raya, selanjutnya pemukiman menyebar disemua Kecamatan namun paling banyak berada di Kecamatan Bone Raya. 2) Peta batas administrasi yaitu seluruh wilayah Kecamatan Bone Raya berada di Wilayah Konsesi, kemudian di disusul oleh Kecamatan Bulawa dan Suwawa Timur, serta Kecamatan Bone dan Kecamatan Bone pantai. 3) Peta Areal Pertanian menyebar di semua Kecamatan namun paling dominan yaitu di Kecamatan Bulawa, Kecamatan Bone Raya dan Kecamatan Bone. 4) Peta permukiman juga menyebar di semua Kecamatan namun paling banyak berada di Kecamatan Bone Raya dan Bulawa serta Kecamatan Bone. 5) Peta Pertambangan tanpa izin (PETI) lebih banyak berada di Kecamatan Suwawa Timur di Desa Bangio, kemudian dikecamatan Bulawa di Desa Mamungaa, Kecamatan Bone Raya serta Kecamatan Bone di Desa Waluhu..

Kedua valuasi ekonomi mineral : 1) Dengan internal rate of return (IRR) 21.39%, nilai Net Present Value (NPV) $ 462.42 juta, pay back period (PBP) selama 7.84 tahun. Kriteria-kriteria investasi yang dievaluasi berdasarkan analisis konstan dollar, dapat disimpulkan bahwa rencana produksi tembaga-emas PT.Gorontalo Minerals layak secara ekonomi karena nilai tersebut menunjukkan positif. 2) Pengaruh diskonto pada ekstraksi cadangan menunjukkan bahwa pada 10 tahun pertama adalah faktor perubahan diskonto sebesar 5%, 8%, 10% dan 15%. Hal ini cukup memiliki pengaruh terhadap nilai cadangan karena pada T1 ini kecenderungan untuk mengoptimalkan nilai ekstraksi semakin tinggi. Pengaruh perubahan harga pada ekstraksi dengan asumsi $ 900, $ 1200, $ 1600 dan $ 2000 nilai ekstraksi mengalami penurunan meskipun hal ini tidak akan menunda pengekstrasian dari pihak perusahaan. Selanjutnya ditemukan bahwa perubahan biaya lingkungan antara 1%, 1,5% dan 5% tidak memiliki perubahan (sama). Hal ini memungkinkan manajemen perusahaan meningkatkan biaya lingkungan sehingga pada akhir masa produsi perusahaan tidak akan banyak mengeluarkan biaya lagi kecuali untuk reklamasi dan revegetasi. Namun jika biaya lingkungan berbeda antara 1,5% dan 5% yaitu perbedaan yang signifikan terjadi pada periode 10 tahun pertama, namun pada periode kedua perbedaanya cenderung tidak signifikan lagi yaitu biaya lingkungan 1,5%( 47,02 juta ton) sedangkan biaya lingkaungan 5% yaitu (48.12 juta ton).

Ketiga Analisis model kelembagaan mengacu pada dua komponen utama yaitu Institutional Arrangement yang memiliki tuju sub-komponen yaitu prinsip human capital, prinsip kemitraan, prinsip tatakelola perusahaan yang baik, prinsip pendidikan, dan prinsip keterbukaan informasi serta prinsip pencegahan perusakan


(9)

lingkungan. Komponen berikut yaitu Institutional Governance memiliki sub-komponen yaitu Peranan hukum, partisipasi, keterbukaan, kesepakatan, kepekaan, dan keadilan serta dimana masing-masing sub komponen dipadukan dengan penjelasan naratif tentang hasil temuan dilokasi penelitian melalui uji Korelasi biasa dan hasil analisis Logistik yaitu Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah umur responden, nilai-p) (0.038) < alpha 10% maka umur berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 0.90. Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah responden berpendidikan sekolah lanjutan atas (SLTA), nilai-p) (0.079) < alpha 10% maka pendidikan sma berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 2.56. VariableX lain yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah responden berpendidikan tinggi (PT), nilai-p) (0.015) < alpha 10% maka pendidikan PT berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 15.19 . Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah responden mengikuti sosialisasi, nilai-p) (0.035)<alpha 10% maka mengikuti berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 12.78. Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah infrastruktur jalan, nilai-p) (0.027) < alpha 10% maka persepsi infrastruktur jalan berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 5.2. Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah sarana perhubungan, nilai-p) (0.003) < alpha 10% maka persepsi perhubungan jalan berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 4.71. Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah sarana perekonomian , nilai-p) (0.060) < alpha 10% maka persepsi perekonomian berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 0.29. variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah sarana olah raga, nilai-p) (0.066) < alpha 10% maka persepsi olah raga berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 3.02 . Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah posisi (pemilik PETI), nilai-p) (0.062) < alpha 10% maka posisi berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 0.062. Variable X yang berpengaruh nyata terhadap partisipasi adalah aktivitas sosek, nilai-p) (0.056) < alpha 10% maka aktivitas sosial ekonomi berpengaruh nyata terhadap partisipasi. Nilai odds ratio sebesar 0.40. Sub komponen model kelembagaan terakhir yaitu implikasi kebijakan pengembangan model kelembagaan pemanfaatan sumberdaya tambang dihasilkan satu kelembagaan yang dikenal dengan nama Dewan Tambang (Board Mining) dan memiliki orgaisasi eksekutif yang dinamakan Lembaga Multi Pihak (Institutional Multi stake Holder) dengan tiga tugas utama yaitu devisi Ekonomi, Devisi Sosial Budaya, dan Devisi Lingkungan.


(10)

(11)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


(12)

(13)

MODEL KELEMBAGAAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

TAMBANG DAN KAITANNYA TERHADAP PEMBANGUNAN

WILAYAH DI KABUPATEN BONE BOLANGO

PROVINSI GORONTALO

(STUDI KASUS ARAH PENGELOLAAN KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR PERTAMBANGAN PASCA PERUBAHAN STATUS SEBAGIAN KAWASAN TAMAN

NASIONAL BNW MELALUI RTRWP GORONTALO)

AMIR HALID

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup 1. Prof. Dr. Ir Affendi Anwar, M.Sc 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka

1. Prof. Dr. Ir. Nelson Pomalingo, M.Pd 2. Prof. Dr. Ir. Abrar Saling, M.Hum


(15)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Disertasi : Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang dan kaitannya terhadap Pembangunan Wilayah di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo

(Studi Kasus Arah Pengelolaan Kebijakan Ekonomi di sektor Pertambangan Pasca Perubahan Sebagian Status Kawasan Taman Nasional BNW Melalui RTRWP Gorontalo)

Nama : Amir Halid

NRP : H162070021

Program Studi : Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ketua

Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Anggota

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Pembangunan

Wilayah dan Perdesaan

Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(16)

(17)

PRAKATA

Dengan Rahmat Allah Swt, Penulis memanjatkan kehadira Ilahi Robbi, atas segala karunia dan Hidayah-Nya, sehingga penyusunan dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyelesaian tulisan ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pembimbing, Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi M.Sc. Dr. Ir Baba Barus M.Sc, Dr. Ir Setia Hadi M.Si, atas curahan waktu, bimbingan, arahan, nasihat dan motivasi moral sejak awal penulisan hingga selesainya disertasi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir Bambang Juanda M.S dan Prof Dr. Ir Afendi Anwar M.Sc sebagai penguji pada ujian tertutup, Prof. Dr. Ir Nelson pomalingo M.Pd dan Prof. Dr. Ir Abrar Saling M.H sebagai penguji luar pada ujian terbuka yang telah banyak memberikan masukan dan saran bagi disertasi ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir Suseno Kramadibrata, Ir. Sahrial Suandi M.M, Ahmaad Alyafi SE, Didik Hatmoko ST, dan seluruh karyawan PT Gorontalo Minerals juga Dr. Ir. Rudianto Ekawan (Alm), Ir Fadhila M.T. yang telah banyak memberikan informasi dan memberikan kesempatan kepada saya mengikuti pelatihan valuasi ekonomi minerals di Lembaga Ahli Pertambangan Indonesia (LAPI) di Bandung. Ucapan yang sama kepada Prof. Dr. Ir. Ketut Wantika, Dr. Ir.Andri Hernandi yang telah memberikan dorongan moral terhadap penyelesaian tulisan ini. Demikian pula saya ucapkan terimakasih kepada mahasiswa D1 Survei dan Pemetaan ITB antara lain Gusti, Rizki dan Esda yang telah membantu disaat pengedaran angket di wilayah pertambangan tanpa izin (PETI) yang menjadi lokasi penelitian dengan medan yang cukup berat dan sulitnya membangun komunikasi dengan para penambang tanpa izin karena adanya faktor kecurigaan.

Penghargaan dan ucapan terimakasih yang besar juga disampaikan kepada Ketua Program Studi PWD. Prof. Dr. Ir Bambang Juanda, Sekertaris Program Studi PWD 2010-2012 Dr. Ir Setia Hadi M.Si dan Sekertaris Program Studi Dr. Ir Eka Intan Kumala Putri M.Sc serta Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas curahan waktu, bimbingan, arahan dan nasehat sejak saya melangkahkan kaki menjadi mahasiswa PWD tahu 2007 hingga saat ini. Ucapan yang sama saya sampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian UNG Prof. Dr. Mahludin Baruwadi M.Si, Rektor UNG Dr. Syamsu Kamar Badu M.Pd, Ketua Program Studi Agribisnis Suprio Imran S.Pt. M.Si, Ahmad Fadli SE, M.Si, teman-teman seperjuangan yang telah selesai maupun yang menempuh studi di IPB telah banyak mendukung dan memotivasi.

Penghormatan dan ucapan terimakasih atas doa dan kasih sayang yang tidak akan pernah putus dari ibunda (alma) Raipah Wahidji dan ayahanda (alm) Halid Igirisa, isteri tercinta Sri Wahyuni Effendi dan Ananda Ibnu Syukron I’tisyam Halid, Veliya Ataya Taala Halid, Taqi Akilah Sahla Halid serta Kaka-kakak H. H. Neti Halid dan suami, Hapsah Halid dan suami, Dra.H Salma Halid M.Pd dan suami, Dra.


(18)

Hadjira Halid dan suami, Mun Halid, Aruji Halid dan Isteri. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman PWD 2007 Ir. Muhammad Saad M.Si, Dr. Bambang Triharsanto, M.Si. Dr. Junaidi Caniago M.Si, Mahyuddin Riwu S.Pt M.Si serta rekan-rekan mahasiswa PWD angkatan 2008, Juga buat Luh Putu Suciati SP, MSi mahasiswa PWD 2009, angkatan 2010 serta mahasiawa PWD angkatan 2011 yang telah banyak memberikan input pemikiran dalam tulisan ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap dan berdoa agar disertasi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

Amir Halid


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gorontalo tanggal 9 Januari 1972 anak ke 7 (terakhir) dari pasangan Halid Igirisa dan Raipah Wahidji. Pendidikan diploma ditempuh di Akademi Bahasa Asing Jurusan Bahasa Inggris ABA, UMI Makassar 1994. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Muslim Indonesia Makassar tahun 1999. Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi program Magister Sains di Program Studi Agribisnis Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis saat ini sebagai staf pengajar di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo sejak tahun 2005 hingga sekarang. Mata kuliah yang diasuh terutama Manajemen Produksi, Manajemen Agribisnis, Manajemen Strategi, Manajemen Pemasaran, Ekonomi Manajerial dan Bahasa Inggris Ekonomi.

Artikel ilmiah penulis sebagai bagian dari disertasi yang tela diterbitkan adalah sebagai berikut:

1. Preferensi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Tambang Oleh PT Gorontalo Minerals di Kabupaten Bone Bolango. Jurnal Agropolitan volume 5 Nomor 1 April 20012.

2. Inventarisasi Dan Analisis Identifikasi Penggunaan Lahan Berdasarkan Tumpang Tindih Lahan Kontrak Karya Pada PT Gorontalo Minerals. JATT Vol. 1. N0.1. April 2012: 46-60. ISSN 2252-3774.


(20)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan, Kegunaan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 13

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 14

1.3.3 Kegunaan Penelitian ... 14

1.4 Batasan Penelitian dan Kebaruan (Novelty) ... 15

1.4.1 Batasan Penelitian ... 15

1.4.2 Kebaruan (Novelty) ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Sumber Mineral Dan Pembangunan Ekonomi Wilayah ... 17

2.2 Hak dan Rezim Kepemilikan ... 20

2.3. Konflik Penguasaan Lahan Sebagai bagian Perilaku Kelembagaan ... 24

2.4 Pemetaan Potensi Sumberdaya Ekonomi Wilayah melalui Perubahan Peruntukan Kawasan ... 25

2.5 Valuasi Sumberdaya Mineral Sebagai Pendorong Pembangunan Wilayah ... 29

2.6 Konsep Dasar Pengelolaan Sumber Daya Alam ... 34

2.7 Kewenangan otonomi Daerah Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral ... 40

2.8 Peran Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Pasca Otonomi Daerah... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Kerangka Pikir ... 43

3.2 Hipotesis ... 45

3.3 Alur Penelitian ... 45

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 47


(21)

ii

3.7 Teknik Analisis Data... 49

3.7.1 Analisis Spatial dan Land Tenure ... 49

3.7.2 Analisis Tabel Frekuensi ... 52

3.7.3 Valuasi Sumberdaya Mineral (Tambang) ... 54

3.7.4 Valuasi Sumberdaya Tambang Model Hotelling ... 59

3.7.5 Analisis Regresi Model Logistik ... 62

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 65

4.1 Kondisi Kependudukan ... 65

4.1.1 Pertumbuhan Penduduk ... 67

4.1.2 Perkembangan Penduduk Menurut Kelompok Umur ... 68

4.1.3 Kepadatan Penduduk ... 69

4.1.4 Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 70

4.1.5 Proyeksi Kependuduk ... 71

4.2 Sektor Ekonomi ... 73

4.2.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 73

4.2.2 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 79

4.3 Struktur Ekonomi ... 81

4.3.1 Sektor Pertanian ... 81

4.3.2 Sektor Tambang dan Penggalian ... 82

4.3.3 Sektor Perdagangan ... 83

4.3.4 Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan ... 83

4.3.5 Sektor Jasa ... 83

4.3.6 Sektor Industri Pengolahan ... 84

4.3.7 Sektor Listrik dan Air Bersih ... 85

4.3.8 Keuangan Daerah ... 86

4.4 Ekologi Wilayah ... 88

4.4.1 Ekologi DAS ... 89

4.4.2 Ekologi Pantai ... 91

4.4.3 Ekologi Air Tanah ... 92

4.5 Tinjauan Demografi Lokasi Penelitian ... 93

4.5.1 Profil Rumah Tangga Responden ... 93

BAB V ANALIS SPASIAL DAN LAND TENURE ... 101

5.1 Analisis Land Tenure ... 101

5.1.1 Aspek Yuridis ... 101

5.1.2 Aspek Biofisik/Ekologi ... 105

5.1.3 Aspek Ekonomi, Sosial dan Budaya ... 106

5.1.4 Aspek Hukum dan Kelembagaan ... 107

5.2 Analisis Spasial ... 107

5.2.1 Analisis Identifikasi ... 108


(22)

iii

BAB VI VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA MINERAL ... 131

6.1 Valuasi Kelayakan Finansial ... 131 6.1.1 Biaya Kapital ... 134 6.1.2 Modal Kerja ... 137 6.2 Model Pembiayaan dan Pendapatan ... 138 6.2.1 Biaya Produksi ... 138 6.2.2 Pendapatan ... 140 6.3 Analisis Kelayakan ... 140 6.4 Analisis Sensitivitas... 142 6.4.1 Metode Deterministik ... 143 6.4.2 Metode Probabilistik ... 144 6.5 Kontribusi Ekonomi PT.Gorontalo Minerals Kepada

Pemerintah ... 147 6.6 Model Analisis Hotelling ... 152 6.6.1 Pengaruh Diskonto Pada Ekstraksi ... 153 6.6.2 Pengaruh Perubahan Harga Pada Ekstraksi ... 155 6.6.3 Pengaruh Biaya Lingkungan Terhadap Ekstraksi... 157

BAB VII MODEL KELEMBAGAAN SEBAGAI SINTESA KERANGKA RESOLUSI KONFLIK ... 161

7.1 Analisis Fakta dalam Pendekatan Institusional Governance ... 161 7.1.1 Peranan Hukum (Rule of Law) ... 161 7.1.2 Partisipasi (Participation) ... 168 7.1.3 Kesepakatan (Consensus Orientation). ... 169 7.1.4 Keterbukaan (Transparance) . ... 173 7.1.5 Kepekaan (Responsiveness) . ... 175 7.1.6 Keadilan (Equity). ... 180 7.1.7 Model Tata Kelola ... 188 7.1.8 Biaya Transaksi ... 188 7.2 Analisis Regresi Model Logistik Persepsi dan Kelembagaan .... 192

7.2.1 Regresi Partisipasi Versus Jenis Kelamin dan Umur dan Pekerjaan ... 192 7.2.2 Regresi Partisipasi Versus Model Advokasi Pemanfaatan

sumberdaya.Tambang ... 193 7.2.3 Binary Logistic Regression Partisipasi versus Persepsi

Responden Terhadap Sarana dan Prasarana di Wilayah Pemanfaatan Sumberdaya Tambang... 194 7.2.4 Binary Logistic Regression Partisipasi versus

Pertambangan Tanpa Izin ... 195 7.2.5 Binary Logistic Regression Partisipasi versus


(23)

iv

7.3 Analisis Yuridis dalam Pendekatan Institutional Arrangement.. 197 7.3.1 Prinsip Human Kapital ... 197 7.3.2 Prinsip Kemitraan ... 198 7.3.3 Prinsip Good Corporate Governance ... 198 7.3.4 Prinsip Pengembangan Komunitas ... 198 7.3.5 Prinsip Pendidikan... 199 7.3.6 Prinsip Keterbukaan informasi... 199 7.3.7 Prinsip Pencegahan Kerusakan Lingkungan ... 200 7.4 Sintesa Kerangka Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumber-

daya Tambang Sebagai Alternatif Resolusi Konflik di Kabupaten

Bone Bolango……… 201

7.4.1 Kerangka Resolusi ………... 201 7.4.2 Tujuan dan Kerangka Struktur Kelembagaan Dewan

Tambang serta Lembaga Multi pihak di Kabupaten

Bone Bolango... 203 7.4.3 Struktur Kelembagaan Dewan Tambang... 204

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN... 211

8.1 Simpulan ... 211 8.2 Saran ... 212 8.3 Rekomendasi ... 213

DAFTAR PUSTAKA ... 215


(24)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Nilai Ekonomi Sumberdaya Mineral dan Tambang di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2006 ... 5 Tabel 2 Nilai Ekonomi Sumberdaya Mineral Tahun 2008 ... 6 Tabel 3 Kumpulan Hak dan Posisi Aktor ... 24 Tabel 4 Model Peningkatan Kemandirian Ekonomi Lokal Terhadap

Tambang ... 33 Tabel 5 Pembagian Penerimaan SDA Menurut PP. No.104 Tahun 2000 .. 40 Tabel 6 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Analisis Variabel Indikator dan

Output Analisis Spasial dan Rapid Land Tanur Assesment

(RATA) ... 51 Tabel 7 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Analisis Variabel Indikator Dan

Output Analisis Tabel Frekuensi Dan Analisis Tabel Silang ... 53 Tabel 8 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Analisis Variabel

Indikator dan Output Valuasi Sumberdaya Mineral di Wilayah

KK PT Gorontalo Mineral 2014-2044 ... 58 Tabel 9 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Analisis Analisis

Variabel Indikator dan Output Analisis Valuasi Ekonomi

Tambang Model Hotelling ... 61 Tabel 10 Tujuan Penelitian, Data Dasar, Sumber Data, Analisis Analisis

Variabel Indikator dan Output Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Kesiapan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang di

Wilayah Konsesi Kontrak karya PT Gorontalo Minerals ... 63 Tabel 11 Jumlah Penduduk Kabupaten Bone Bolango dirinci per

Kecamatan Tahun 2005 /d 2010... 66 Tabel 12 Perkembangan Jumlah Penduduk Setiap Tahun di Kabupaten

Bone Bolango Tahun 2007 s/d 2010 ... 67 Tabel 13 Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Beban

Ketergantungan di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2009 ... 68 Tabel 14 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Tahun 2010 di Kabupaten

Bone Bolango ... 69 Tabel 15 Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2009 di Kabupaten Bone

Bolango ... 70 Tabel 16 Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Bone Bolango Tahun

2011 –2031... 72 Tabel 17 Perkembangan PDRB (Atas Dasar Harga Berlaku) Menurut

Lapangan Usaha di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2005 –


(25)

vi

Tabel 18 Perkembangan PDRB (Atas Dasar Harga Konstan) Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2005 –

Tahun 2011 ... 77 Tabel 19 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen) Di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2008-2010 ... 78 Tabel 20 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga

Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Persen) Di Kabupaten Bone Bolango ... 79 Tabel 21 Nilai LQ Sektor-Sektor Ekonomi di Kabupaten Bone Bolango

Tahun 2005– Tahun 2007 ... 80 Tabel 22 Jumlah Industri Kecil di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2009 .. 84 Tabel 23 Pelanggan Listrik Menurut Unit Kerja Di Kabupaten Bone

Bolango Tahun 2005 - 2008 ... 85 Tabel 24 Banyaknya Pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2008-2009 ... 86 Tabel 25 Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di

Kabupaten Bone Bolango Tahun 2009-2010 ... 87 Tabel 26 Nama-Nama Sungai Besar dan Kecil di Kabupaten Bone

Bolango ... 91 Tabel 27 Data Pembangunan Sumur Bor di Kabupaten Bone Bolango ... 92 Tabel 28 Data Daerah Irigasi (DI) di Kabupaten Bone Bolango Tahun

2005 ... 93 Tabel 29 Jumlah Kepala Keluarga ... 94 Tabel 30 Tingkat Pendidikan ... 95 Tabel 31 Pekerjaan Utama Responden ... 96 Tabel 32 Pekerjaan Sampingan Responden ... 97 Tabel 33 Umur Anggota Rumah Tangga Keluarga ... 98 Tabel 34 Jumlah Anggota Rumah Tangga Keluarga ... 98 Tabel 35 Anggota Keluarga Rumah Tangga Responden yang Sedang

Sekolah ... 99 Tabel 36 Jumlah Anggota Keluarga Umur Produktif ... 100 Tabel 37 Sampel Penelitian dan Titik Koordinat Lokasi 1, 2 dan 3

Kecamatan Bulawa , Bone Raya dan Kab Bone Bolango ... 110 Tabel 38 Lokasi Sampel Pengamatan Lanjutan di Kecamatan Suwawa

Timur dan Enclove Pinogu Kabupaten Bone Bolango ... 112 Tabel 39 Luas Penguasaan Lahan di Kecamatan Suwawa Timur ... 122 Tabel 40 Luas Penguasaan Lahan di Kecamatan Bone ... 123


(26)

vii

Tabel 41 Luas Penguasaan Lahan di Kecamatan Bone Raya ... 125 Tabel 42 Luas Penguasaan Lahan di Kecamatan Bulawa ... 127 Tabel 43 Luas Penguasaan Lahan di Kecamatan Bone Pantai ... 129 Tabel 44 Prospek Mineralisasi Kecamatan Tombulilato ... 131 Tabel 45 Perkiraan Biaya Kapital PT. Gorontalo Minerals ... 136 Tabel 46 Prosentase Biaya Kapital Digunakan Pada Fase Konstruksi ... 137 Tabel 47 Perkiraan Biaya Operasi ... 139 Tabel 48 Asumsi untuk Perhitungan Pendapatan Bersih ... 141 Tabel 49 Probabilitas NPV Tembaga Emas dan Perak ... 145 Tabel 50 Kontribusi Ekonomi PT. Gorontalo Minerals ... 148 Tabel 51 Skema Bagi Hasil Ke Daerah ... 149 Tabel 52 Skema Bagi Hasil Sesuai Peruntukan ... 150 Tabel 53 Dana Bagi Hasil Atas Pengenaan Royalty ke Kabupaten Bone

Bolango, Kab/kota Sekitar serta Provinsi Gorontalo ... 151 Tabel 54 Pengaruh Diskonto Terhadap Ekstraksi ... 153 Tabel 55 Nilai Diskonto Terhadap Ekstraksi ... 154 Tabel 56 Pengaruh Perubahan Harga Pada Ekstraksi ... 156 Tabel 57 Pola Ekstraksi Pada Tingkat Harga yang Berbeda ... 157 Tabel 58 Pengaruh Ekstraksi Pada Biaya Lingkungan Berbeda ... 158 Tabel 59 Pola Ekstraksi Pada Biaya Lingkungan Berbeda ... 159


(27)

(28)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Bone Bolango ... 2 Gambar 2 Peta Aktivitas Geologi di Pulau Sulawesi ... 3 Gambar 3 Peta Potensi Cu-Au-Ag di Provinsi Gorontalo ... 4 Gambar 4 Peta Blok 1 dan 2 Kontrak Karya PT.Gorontalo Mineral ... 7 Gambar 5 Peta Penunjukan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone ... 8 Gambar 6 Peta Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin di Lokasi Kontrak

Karya ... 9 Gambar 7 Overlay Peta Rekomondasi Perubahan Kawasan Hutan

Dengan Peta Kawasan Hutan Yang Dimutakhirkan Dalam

RTRWP Gorontalo ... 10 Gambar 8 Peta Penunjukan Kawasan Hutan Kabupaten Bone Bolango ... 11 Gambar 9 Skema Keterpaduan Konsep ... 23 Gambar 10 Kerangka Analisis dan Pendekatan Aktor ... 24 Gambar 11 Proses Pengembangan Wilayah ... 35 Gambar 12 Interaksi Ekonomi - Lingkungan Hidup dan Tujuan

Pembangunan ... 36 Gambar 13 Kaitan Antara Fungsi Produksi dan Fungsi Manajemen ... 38 Gambar 14 Matrik Manajemen Kebijakan Versus Sumberdaya ... 39 Gambar 15 Kerangka Pikir Penelitian ... 44 Gambar 16 Alur Penelitian ... 46 Gambar 17 Peta Lokasi Sampel Wilayah Tumpang Tindih (Berhimpitan

Langsung) dengan Konsesi Kontrak Karya PT Gorontalo

Minerals Dan Penambang Tanpa Izin ... 47 Gambar 18 Alur Pemikiran Analisis Spatial ... 50 Gambar 19 Peta Citra Satelit Spot4 Lokasi Penelitian di Kabupaten Bone

Bolango ... 109 Gambar 20 Peta Prospek dan Penelitian Eksplorasi Sungai Mak

PT.Gorontalo Minerals ... 113 Gambar 21 Peta Prospek dan Penelitian Eksplorasi Wilayah Cabang Kiri

PT.Gorontalo Minerals ... 114 Gambar 22 Peta Wilayah Administrasi Lokasi Penelitian Konsesi

Kontrak Karya PT.Gorontalo Minerals ... 115 Gambar 23 Peta Pertambangan Tanpa Izin (PETI) ... 116 Gambar 24 Permukiman yang Berhimpitan Langsung dengan Peta


(29)

x

Gambar 25 Peta Areal Pertanian yang Berhimpitan Langsung dengan

Konsesi Kontrak Karya PT Gorontalo) Minerals ... 119 Gambar 26 Peta Penutupan Lahan di Wilayah Konsesi Kontrak Karya PT

Gorontalo) Minerals ... 120 Gambar 27 Grafik Penguasaan Lahan Di Kecamatan Suwawa Timur ... 122 Gambar 28 Grafik Penguasaan Lahan Di Kecamatan Bone ... 124 Gambar 29 Grafik Penguasaan Lahan Di Kecamatan Bone Raya ... 126 Gambar 30 Grafik Penguasaan Lahan Di Kecamatan Bulawa ... 128 Gambar 31 Grafik Penguasaan Lahan Di Kecamatan Bone Pantai ... 130 Gambar 32 Grafik Sensitivitas ... 143 Gambar 33 Grafik Frekuensi Probabilitas NPV Tembaga ... 145 Gambar 34 Grafik Frekuensi Probabilitas NPV Emas ... 146 Gambar 35 Grafik Frekuensi Probabilitas NPV Perak ... 146 Gambar 36 Grafik Pengaruh Diskonto Pada Ekstraksi Cadangan ... 155 Gambar 37 Grafik Ekstraksi Pada Tingkat Harga Berbeda ... 157 Gambar 38 Grafik Pengaruh Ekstraksi Pada Biaya Lingkungan Berbeda .. 159 Gambar 39 Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang di


(30)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Inventarisasi Luasan Lahan Berhimpitan Langsung Dengan Konsesi

Kontrak Karya PT Gorontalo Mineral di Tingkat Desa ... 221 2. Inventarisasi Luasan Lahan Berhimpitan Langsung Dengan Konsesi

Kontrak Karya PT Gorontalo Mineral di Tingkat Kecamatan ... 223 3. Proyeksi Aliran Kas PT. GM Berdasarkan Analisis Dollar Konstan ... 224 4. Binary Logistic Regression: Partisipasi Versus Jenis Kelamin, Umur

dan Pekerjaan Responden ... 227 5. Binary Logistic Regression: Partisipasi Versus Model Advokasi

Pemanfaatan Sumberdaya Tambang... 228 6. Binary Logistic Regression: Partisipasi Versus Persepsi Responden

Terhadap Sarana dan Prasarana di Wilayah Pemanfaatan

Sumberdaya Tambang ... 229 7. Binary Logistic Regression: Partisipasi Versus Pertambangan Tanpa

Izin ... 230 8. Binary Logistic Regression Partisipasi versus Kelembagaan yang

Efektif dalam Penyelesaian Konflik ... 232 9. Sebaran Sampel Lokasi Pengambilan Data ... 233 10. Tahun Mulai Penambangan Tanpa Izin (PETI) ... 234 11. Hubungan PETI dengan TN Bogani Nani Wartabone ... 234 12. Posisi Penambang Tanpa Izin (PETI) ... 235 13. Hubungan PETI Dengan Para Pihak ... 235 14. Kenyamanan Bekerja PETI ... 235 15. Dukungan Para Pihak ... 236 16. Penggunaan Mercury dan Cianida ... 236 17. Penertiban Penambang Tanpa Izin (PETI) ... 236 18. Konsesi Lahan Perusahaan PT Gorontalo Mineral ... 237 19. Kohesivitas Antar Masyarakat dengan PT Gorontalo Minerals ... 237 20. Organisasi untuk Fasilitasi Konflik ... 237


(31)

xii

21. Konflik Perusahaan dengan Pemerintah ... 238 22. Kohesivitas Pemerintah dengan Masyarakat ... 238 23. Organisasi kemasyarakatan Fasilitasi konflik Pemerintah dan

Masyarakat ... 238 24. Bentuk-Bentuk Konflik ... 239 25. Alternatif Penyelesaian Konflik ... 239 26. Partisipasi Responden Pada Advokasi Pemanfaatan Sumberdaya

Tambang ... 240 27. Intensitas Mengikuti_Penyuluhan ... 240 28. Kemampuan Menyerap Materi Advokasi ... 240 29. Sifat Dukungan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang ... 241 30. Bentuk dan Dukungan Pemanfaatan Sumberdaya Tambang ... 241 31. Keterlibatan Dalam Organisasi ... 241 32. Frekuensi Kehadiran dalam Rapat Organisasi ... 242 33. Keterlibatan dalam Memberikan Saran ... 242 34. Pemahaman Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Tambang ... 242 35. Perubahan Status Kawasan ... 243 36. Awal Informasi Adanya Potensi Tambang Emas ... 243 37. Pemahaman Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Tambang ... 243 38. Informasi Status Kontrak Karya... 244 39. Peran Informal Leader (Tokoh Masyarakat) ... 244 40. Organisasi Sosial Budaya ... 244 41. Syarat Organisasi Sosial Budaya ... 245 42. Manfaat Organisasi Sosial Budaya ... 246 43. Kelengkapan Organisasi yang Diikuti ... 246 44. Manfaat Organisasi Sosial Budaya ... 246 45. Syarat Organisasi Menjaga Lingkungan ... 247


(32)

xiii

46. Organisasi Pelestarian Lingkungan ... 247 47. Kearifan Lokal Dalam Penyelesaian Konflik ... 248 48. Syarat Kearifan Lokal Pada Organisasi Sosial ... 248 49. Peran Organisasi dalam Penyelesaian Konflik ... 248 50. Syarat dimiliki Organisasi dalam Penyelesaian Konflik ... 249 51. Waktu Terbentuk Lembaga Ekonomi ... 249 52. Posisi Dalam Lembaga Ekonomi ... 250 53. Organisasi Sosial Ekonomi ... 250 54. Kegiatan Ekonomi Masyarakat... 252 55. Organisasi Sosial Ekonomi dan Kemasyarakatan Banyak Diikuti ... 252 56. Organisasi Sosial Ekonomi dan Kemasyarakatan Banyak Manfaat ... 253 57. Bentuk Manfaat Organisasi Sosial Ekonomi Dan Kemasyarakatan... 254 58. Persepsi Terhadap Sarana ... 255 59. Persepsi Terhadap Sarana Perekonomian ... 255 60. Persepsi Terhadap Sarana Kesehatan ... 255 61. Persepsi Terhadap Sarana Pendidikan ... 256 62. Persepsi Terhadap Sarana Penerangan ... 256 63. Persepsi Terhadap Sarana Air Bersih ... 256 64. Persepsi Terhadap Sarana Olahraga ... 257 65. Tatakelola Sumberdaya Tambang yang Aktual ... 257 66. Biaya Perlindungan PETI ... 257 67. Bentuk dan Skema Biaya Perlindungan PETI ... 258 68. Lembaga Pemberi Bantuan ... 258 69. Responden Merasa Terbantu ... 258 70. Peningkatan Usaha... 259 71. Pemahaman Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Tambang ... 259


(33)

xiv

72. Peran Tokoh Menerima Keluhan Masyarakat... 259 73. Organisasi Sosial Budaya ... 260 74. Alasan Perlu Adanya Organisasi Sosial Budaya ... 260 75. Kepemilikan Lahan Kering ... 261 76. Kepemilikan Lahan Bagi Hasil ... 261 77. Sejarah kepemilikan Lahan ... 261


(34)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengesahan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada tanggal 12 Juni 2009 oleh Presiden Republik Indonesia berikut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara tujuannya antara lain untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang ketentuan pokok pertambangan di zaman orde baru yang telah banyak menimbulkan polemik karena motif kebijakan politik ekonomi.

Hal ini disebabkan karena pada ketentuan pelaksanaan pertambangan Undang-Undang Pokok Pertambangan jaman orde baru bersifat liberal dan kapitalis. Bagi investor asing Undang-Undang ini cukup memberikan angin segar untuk melakukan investasi dalam bentuk kontrak karya, sedangkan bagi pemerintah merupakan sektor yang cukup signifikan dalam memberikan kontribusi ekonomi bagi peningkatan penerimaan negara, dan bagi para-pihak hal ini menjadi sensitif bahkan telah menimbulkan isu-isu negatif bagi lingkungan dan menimbulkan kemiskinan serta ketimpangan wilayah.

Undang-Undang Mineral dan Batubara yang baru sangat diharapkan berfungsi sebagai pilar dan lokomotif baru yang memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada pemerintah. Undang-Undang ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan dalam mengelola sumberdaya mineral, namun hal ini merupakan tantangan sekaligus kesempatan untuk mewujudkan desentralisasi politik dan bukan hanya sekadar desentralisasi manajemen. Hal ini merupakan babak baru dalam penataan kelembagaan pemerintahan daerah. Kebijakan dan program yang sentralistis tidak dapat ditempatkan lagi sebagai pendekatan pembangunan, yang pada akhirnya memunculkan persoalan-persoalan baru dan mengganggu kinerja pemerintah daerah.

Eksistensi Undang-Undang Minerba dan turunannya belum sepenuhnya dapat menyelesaikan persoalan pembangunan ekonomi di sektor pertambangan yang berwawasan lingkungan bahkan terkesan tidak memberikan dampak positif


(35)

2

terhadap pembangunan wilayah karena masih menyisahkan beberapa persoalan mendasar yang belum terakomodir di dalamnya, antara lain mengenai tidak jelasnya aspek kelembagaan yang menjadi wadah para pihak untuk memanifestasikan amanat Undang-Undang Minerba yaitu tidak lepas dari amanat pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945 sebagai dasar penguasaan dan pengelolaan sumberdaya berdasarkan demokrasi ekonomi.

Saat ini salah satu daerah Kabupaten di Indonesia yang sedang giat membangun adalah Kabupaten Bone Bolango yang dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bone Bolango dan Kabupaten Pohuwato (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4269). Kabupaten Bone Bolango memiliki luas 188.006,43 hektar dimana 142.664,38 hektar atau 75,88 persen adalah kawasan hutan (kawasan Lindung TN) sedangkan kawasan pemanfaatan (budidaya) 45.326,5 hektar atau 24.22 persen. Luasnya kawasan hutan ini akan mempersulit pemerintah Kabupaten Bone Bolango dalam merencanakan dan menyusun tata ruang. Hal ini nampak pada Gambar 1 berikut menunjukkan peta pola ruang Kabupaten Bone Bolango.

Sumber: BAPPEDA 2011


(36)

3

Berdasarkan aspek geologis Kabupaten Bone Bolango merupakan bagian aktivitas perbenturan lempengan Australia/Papua dengan lempengan Asia yang terjadi 15-25 juta tahun yang lalu. Kegiatan vulkanis dan tektonis mengakibatkan terbentuknya rangkaian pegunungan yang timbul dari dasar laut terangkat oleh lempengan Australia dan retakan dasar kristal lempengan Asia menimbulkan batuan yang berbeda antara bagian yang timbul dan tenggelam. Formasi vulkanis tertua dengan batuan vulkanis dasar terdapat di sebelah Timur dan Selatan lembah Dumoga dan membentuk rangkaian pegunungan ke pantai Utara Labuan Uki. Pada bagian Selatan Gunung Mogogonipa terdapat gunung-gunung kecil yang terdiri dari batuan lava, konglomerat, dan breccia. Gambar 2 menggambarkan aspek geologi di Pulau Sulawesi termasuk Kabupaten Bone Bolango.

Sumber: BAPPEDA 2011

Gambar 2. Peta Aktivitas Geologi di Pulau Sulawesi

Formasi geologi di wilayah ini (pulau Sulawesi) mengandung deposit mineral dengan nilai ekonomi yang tinggi yaitu batuan instrusi yang mengandung biji timah dan emas. Kabupaten Bone Bolango merupakan bagian dari proses rangkaian potensi tumbukan yang menyebabkan wilayah ini umumnya berbukit-bukit. Selain tumbukan yang berasal dari utara (Laut Sulawesi) juga terdapat tumbukan yang berasal dari sebelah timur pulau sulawesi. Adanya proses geologi seperti itu, menyebabkan di daerah ini terjadi mineralisasi sehingga menjadi salah


(37)

4

satu daerah potensial untuk pengembangan usaha pertambangan terutama di Kabupaten Bone Bolango. Pada awalnya pengembangan kawasan diarahkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime mover) yang memiliki kriteria sebagai daerah cepat tumbuh dibandingkan daerah lainnya. Kabupaten Bone Bolango memiliki sektor pertambangan cukup potensial untuk dijadikan unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar (hinterland). Hal ini nampak pada peta potensi sumberdaya mineral pada (Gambar 3).

Sumber: Dept. ESDM 2008

Gambar 3. Peta Potensi Cu-Au-Ag di Provinsi Gorontalo

Hasil eksplorasi potensi tambang di kawasan ini telah dilakukan sebelum adanya Surat Keputusan Penetapan kawasan ini menjadi Taman Nasional pada tahun 1991. Eksplorasi dimulai sejak tahun 1982 dan dari hasil eksplorasi pemerintah telah mengeluarkan data melalui Kementerian Pertambangan dan Energi RI bahwa kawasan tersebut termasuk dalam daftar cadangan nasional. Sejak tahun 2006 kawasan tersebut dapat dimanfaatkan dengan tanpa mengurangi fungsi ekologi yang terdapat di sekitar kawasan.

Pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah maupun swasta dan masyarakat dewasa ini nampaknya tidak terjalin suatu keterpaduan dalam hal pemanfaatan ruang. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan

Cu-Au-Ag

Cu-Au

Cu-Au-Ag


(38)

5

Daerah Cabang Kiri East

Sungai Mak

Kayu Bulan

Tulabolo jumlah Bijih (juta ton) 139,6 82 75 3,5

Kadar (%) 0,43 0,77 0,62 1,63

Kand. Logam (ton) 600,28 631,4 465 5,705 1.702.385

Nilai (103 US$) 2.701.260 2.841.300 2.092.500 25,672 7.660.732 Kadar (g/t) 0,58 0,39 0,53 4,8

Kand. Logam (ton) 80,97 31,98 24,75 16,8 154,5

Nilai (103 US$) 1.431.807 565.508 437.659 297.077 2.732.051 Kadar (g/t) - - - 94,5

Kand. Logam (ton) - - - 330 330

Nilai (103 US$) - - - 100.794 100.794 Total

Nilai

Nilai (103 US$)

4.133.067 3.406.808 2.530.159 297.103 10.392.783 Ag

Cu

Au

seperti meluasnya pemukiman kumuh, tidak efisiennya penggunaan lahan, rendahnya tingkat pelayanan umum dan kebersihan lingkungan. Dampak yang muncul adalah makin menyulitkan terjangkaunya pelayanan prasarana dan sarana dasar bagi masyarakat karena tidak adanya paduserasian antar kawasan.

Tabel 1 menunjukkan potensi sumber daya mineral di Kabupaten Bone Bolango yang memiliki nilai ekonomi yang cukup prospektif untuk dimanfaatkan meskipun hasil penelitian eksplorasi ini masih perlu diperkuat lagi akurasinya. Dengan asumsi perhitungan cadangan Au dan Cu pada tahun 2006, maka total jumlah sumberdaya mineral yang ada dalam kawasan tersebut sebesar $ 10,5 miliyar atau sama dengan nilai dalam Rupiah 100 Triliyun. Perhitungan ini dilakukan dengan asumsi produksi rata-rata (flat production) dengan nilai kontrak karya selama 30 tahun. Sesuai informasi yang diperoleh dan dalam kegiatan pertambangan jarang ditemui asumsi produksi rata-rata, biasanya produksi dalam kegiatan pertambangan selalu mengalami peningkatan (Ekawan, 2010 ).

Tabel 1. Nilai Ekonomi Sumberdaya Mineral dan Tambang ($ miliyar) di Kabupaten Bone Bolango Tahun 2006


(39)

6

Daerah Cabang Kiri East

Sungai Mak Kayu Bulan Tulabolo jumlah

Bijih (juta ton) 139,6 82 75 3,5

Kadar (%) 0,43 0,77 0,62 1,63

Kand. Logam (ton)

600,28 631,4 465 5,705 1.702.385

Nilai (103 US$)

4.970.318 5.227.992 3.850.200 47,236 14.095.746

Kadar (g/t) 0,58 0,39 0,53 4,8

Kand. Logam (ton)

80,97 31,98 24,75 16,8 154,5

Nilai (103 2.419.753 955,708 739,643 502,06 4.617.164

Kadar (g/t) - - - 94,5

Kand. Logam (ton)

- - - 330 330

Nilai (103 - - - 100.794 100.794

Total Nilai

Nilai (103 US$)

4.133.067 3.406.808 2.530.159 423,543 18.903.410 Cu

Au

Ag

Pada tahun 2008, Departemen Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) melakukan perhitungan ulang tentang cadangan sumberdaya mineral yang ada di kawasan tersebut dan hasilnya telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan seiring dengan harga logam mulia dan ikutannya mengalami kenaikan. Hasil perhitungan tersebut meningkat hampir 2 kali lipat dengan nilai cadanga sebelumnya yaitu sekitar $ 18,9 milyar atau setara dengan nilai rupiah Rp 190 trilyun. Data terperinci terdapat pada Tabel 2 berikut. Perhitungan ini akan terus meningkat seiring dengan harga logam mulia dan ikutannya di pasar dunia, karena harga di pasar dunia pada tahun 2008 berkisar $103,4/troy/once dan pada tahun 2010 harga emas di pasar dunia telah meningkat berkisar $ 1130,3 /troy/once.

Tabel 2. Nilai Ekonomi Sumberdaya Mineral Tahun 2008

Sumber: Dep.ESDM. RI 2008

Sementara itu pada kawasan tumpang tindih, Departemen Energi Sumber Daya Mineral mengeluarkan alokasi pemanfaatan sumberdaya emas berupa kontrak Karya Generasi II tahun 1971 berpayung pada Undang-Undang Pertambangan No 11 tahun 1967 kepada PT. Tropic Endeavour Indonesia. Wilayah kelola kontrak karya tersebut berada di blok 2 Tombulilato dengan luas lebih dari 26.000 hektar, dimana 14.000 hektar masuk dalam kawasan Taman


(40)

7

Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBWN). Namun demikian kawasan ini belum sempat dieksploitasi, jangka waktu kontrak karya tersebut berakhir dan diperbarui kembali melalui Kontrak Karya Generasi VII pada tahun 1998 (Gambar 4). Konsesi pertambangan tersebut dikuasasi oleh PT Gorontalo Mineral yang merupakan perusahaan patungan antara Internasional Minerals Company (80 persen) dan PT. Aneka Tambang (20 persen).

Gambar 4. Peta Blok 1 dan 2 Kontrak Karya PT.Gorontalo Mineral

Kawasan konservasi, termasuk Taman Nasional merupakan salah satu bentuk alokasi pemanfaatan sumberdaya alam yang bersifat sektoral. Penetapan kawasan konservasi oleh pemerintah (Kemenhut RI), melalui keputusan hukum yang sah. Namun di sisi lain keberadaan kandungan sumberdaya alam di wilayah melalui Kementerian ESDM, juga memberikan ijin kepada pihak-pihak tertentu untuk melakukan kegiatan ekstraksi di kawasan yang sama dengan keputusan hukum yang sah pula.

TNBNW merupakan kawasan konservasi yang terletak di dua Provinsi, yaitu Provinsi Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Utara, seperti yang ditetapkan melalui SK Menteri Kehutanan No.731/Kpts-II/91 jo SK Menteri Kehutanan No. 1068/Kpts-II/1992 jo SK Menteri Kehutanan No. 1127/Kpts-II/92. Kawasan ini memiliki luas 287.115 hektar. Kawasan TNBNW yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo meliputi luas kurang lebih 110.000 hektar, yang sebelumnya berupa Suaka Margasatwa Bone dengan


(41)

8

luas yang sama melalui SK Menteri Pertanian No. 746/Kpts/Um/12/1979, yang ditunjukkan pada (Gambar 5).

Gambar 5. Peta Penunjukan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Berdasarkan data di atas, maka wajarlah cadangan sumberdaya mineral ini menjadi target para pihak karena jumlah cadangan tersebut sangat menjanjikan kemaslahatan ekonomi yang apabila tidak diatur dengan baik potensi konflik terbuka sangat memungkinkan akan terjadi. Berdasarkan pengamatan di atas maka sangatlah mendesak untuk melakukan langkah pro-aktif dan antisipatif dalam rangka menyiapkan perumusan dan penetapan kebijakan penanganan konflik alokasi pemanfaatan sumberdaya alam yang sekaligus memberdayakan masyarakat lokal. Melalui kegiatan ini, pemerintah Kabupaten Bone Bolango berinisiatif untuk mencari bentuk-bentuk alternatif pemanfaatan sumberdaya alam yang mampu menyelaraskan kepentingan berbagai pihak menuju tiga tujuan utama: 1) merupakan pembelaan terhadap eksistensi sumberdaya alam dan lingkungan, 2) derajat kesejahteraan sosial masyarakat, dan 3) pertumbuhan ekonomi yang mampu menjamin daya hidup generasi mendatang. Namun demikian harapan tak akan terwujud tanpa dukungan konstruktif semua pihak berkepentingan. Hal ini nampak pada peta (Gambar 6) berikut yang


(42)

9

menggambarkan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah konsesi kontrak karya PT Gorontalo minerals di Desa Bangio Kecamata Suwawa Timur.

Gambar 6. Peta Kegiatan Pertambangan Tanpa Izin di Lokasi Kontrak Karya

Situasi ini pada gilirannya telah melahirkan hubungan persaingan antara negara dan masyarakat sekitar yang juga menjurus pada terjadi konflik , terutama ketika terjadi “kekosongan” kelembagaan formal baik TN sebagai pengelola kawasan konservasi maupun perusahaan sebagai pemegang konsesi pertambangan. Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) kemudian muncul sebagai kelembagaan informal atau ekonomi bayangan mengisi ketidakpastian status penguasaan SDA negara. Tindakan eksploitasi tersebut juga dimungkinkan sebagai bentuk kompensasi dan menjadi instrumen untuk memperoleh keadilan pemanfaatan SDA. Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa potensi pertambangan emas yang berada di kawasan TNBNW ini sebagai sumberdaya alam penting bagi daerah, yang jika memungkinkan untuk dimanfaatkan, dapat menjadi sumber pendapatan daerah untuk pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Persoalan dinamika pembangunan yang begitu tinggi yang berkaitan dengan pola pemanfaatan dan peruntukan ruang dan tuntutan Undang Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang maka untuk penataan kawasan lindung, pemerintah daerah berinisiasi untuk mencari solusi yang berdasarkan


(43)

Undang-10

Undang dan Peraturan Pemerintah melakukan kajian dan mengusulkan perubahan kawasan konservasi ini melalui Revisi Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo melalui proses di tingkat kabupaten agar menyampaikan peta usulan perubaha kawasan untuk ditandatangani oleh para Bupati dan Gubernur Gorontalo untuk diusulkan kepada menteri Kehutanan RI. Peta Rekomendasi Tim Terpadu dapat dilihat pada (Gambar 7).

Gambar 7. Overlay Peta Rekomondasi Perubahan Kawasan Hutan dengan Peta Kawasan Hutan yang Dimutakhirkan dalam RTRWP Gorontalo

Melalui mekanisme persetujuan DPR RI dan sesuai amanah Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 19 ayat 2, pada tanggal 25 Mei 2010 Menteri Kehutanan RI menetapkan peta perubahan dan penunjukan kawasan hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No.324 tahun 2010 tentang perubahan kawasan Hutan dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No 325 tahun 2010 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dalam Revisi Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo setelah proses dan tahapan kajian Tim Terpadu dalam memberikan pertimbangan rekomendasi ilmiah berdasarkan hasil kajian juga dikonsultasikan dengan komisi IV DPR RI. Hal tersebut nampak pada

Wilayah yg diturunkan statusnya


(44)

11

peta penunjukkan kawasan hutan Kabupaten Bone Bolango (Gambar 8). Perubahan Kawasan Hutan Konservasi di kabupaten Bone Bolango menarik untuk dikaji karena kawasan tersebut merupakan bagian kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang berada di wilayah administrasi Kabupaten Bone Bolango dengan isu pokok yaitu adanya pemukiman, perkebunan, peladangan berpindah, perambahan hutan, penambangan tanpa izin, penurunan kualitas air, adanya izin kontrak karya sebelum terbentuknya kawasan TN.

Gambar 8. Peta Penunjukan Kawasan Hutan Kabupaten Bone Bolango 2010

Mencermati persoalan diatas dihasilkan beberapa rumusan pemikiran yaitu: 1. Pembentukan Taman Nasional pada era tahun 80-an, pada dasarnya

dilakukan melalui suatu proses yang lebih menekankan efektivitas pembentukan fisik kawasan. Proses ini dibangun dalam kondisi keterbatasan data dan kurang mempertimbangkan kondisi dan proyeksi aspek sosial ekonomi daerah yang berkembang secara dinamis. Partisipasi para pihak di daerah dalam pembentukan dan perencanaan pengelolaan Taman Nasional kurang mendapatkan ruang termasuk pengesahan Taman Nasional BNW di Kabupaten Bone Bolango Tahun 1991, sehingga terkesan mengabaikan prinsip paduserasi antara kawasan.

Wilayah setelah diturunkan statusnya


(45)

12

2. Dalam perkembangannya, keberadaan Taman Nasional di suatu wilayah tidak terlepas dari dinamika interaksi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat di sekitarnya. Dinamika tersebut antara lain berwujud adanya konflik kepentingan, khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang berdampak pada terjadinya kerusakan lingkungan. Keberadaan kontrak karya pertambangan dan aktivitas 6.000 orang penambang tanpa izin (PETI) di zona rimba TNBNW dan enclave penduduk dalam kawasan TNBNW merupakan fakta dari konflik kepentingan tersebut.

3. Dalam kondisi status quo, dalam arti tidak dilakukan tindakan pengelolaan dan resolusi konflik, maka yang terjadi adalah keberlanjutan trend negatif status lingkungan. Kerusakan lingkungan akan semakin parah, karena berlangsung terus menerus dan semakin tidak terkendali.

4. Kawasan konservasi TNBNW yang secara legal merupakan kewenangan pemerintah pusat, secara faktual tidak dapat dipisahkan dengan peran daerah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian kawasan konservasi banyak bersumber dari luar kawasan, yang banyak terkait dengan kewenangan daerah. Oleh karena itu, pemecahan masalah pengelolaan TNBNW perlu pendekatan resolusi konflik yang diselenggarakan secara partisipatif multipihak, dan tidak cukup didekati secara parsial/sektoral berbasis kewenangan dan aturan formal semata.

5. Kepentingan daerah yang dilandasi oleh pasal 33 UUD 45, untuk pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakatnya memerlukan upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat diperoleh secara berkelanjutan. Upaya pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan pada batas-batas kelestarian lingkungan. Keserasian kepentingan ini akan mengurangi potensi konflik pemanfaatan sumberdaya alam, yang mana disatu sisi akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan disisi lain akan memberikan jaminan kemantapan kawasan perlindungan dan konservasi sekaligus menghilangkan stigma ketidakpastian pemanfaatan dan pengelolaan yang telah berjalan selama 40 tahun.


(46)

13

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diformulasi yaitu:

1. Perubahan pengelolaan kawasan pertambangan di Kabupaten Bone Bolango secara khusus telah membuka permasalahan yang kompleks terkait dengan kewenangan pengelolaan. Oleh karenanya, bagaimana dampak permasalahan-permasalahan masa lalu tersebut terhadap konflik pemanfaatan ruang dilahan konsesi kontrak karya saat ini?

2. Sejatinya sumberdaya tambang dapat menjadi pendorong kinerja pembangunan wilayah, namun dalam kasus sumberdaya tambang di Kabupaten Bone Bolango belum dapat dibuktikan. Apakah sumberdaya tambang menjadi faktor pendorong kinerja pembangunan wilayah layak dikelola secara profesional ?

3. Terdapat perubahan dan perbedaan dalam struktur kelembagaan sosial ekonomi serta sosial budaya dalam pemanfaatan sumberdaya tambang di era otonomi daera saat ini. Bagaimanakah model kelembagaan yang sesuai pada pengelolaan sumberdaya tambang di Kabupaten Bone Bolango?

1.3 Tujuan, Kegunaan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Atas dasar rumusan masalah, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Mendiskripsikan sejarah perubahan dan pemanfaatan kawasan serta

menyusun peta identifikasi dan inventarisasi luasan pemanfaatan lahan di wilayah konsesi kontrak karya PT Gorontalo Minerals untuk mendapatkan ganti rugi yang adil dan layak bagi pemukiman, pertanian, perkebunan, hutan, dan pertambangan tanpa izin melalui model persentase luasan klaim lahan masing-masing Kecamatan dan Desa.

2. Menganalisis kelayakan ekonomi sumberdaya tambang ditinjau dari aspek struktur pasar dan aspek ekstraksi baik ekstraksi terhadap cadangan, harga dan nilai lingkungan dan dampaknya terhadap pembangunan wilayah. 3. Tersusunnya model kelembagaan pada pengelolaan sumberdaya tambang

di daerah dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan wilayah yang berkelanjutan.


(47)

14

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

1. Bahan masukan bagi pemerintah untuk dapat membuat suatu komitmen antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, bahwa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam implementasi alih fungsi kawasan konservasi melalui revisi tata ruang wilayah Kabupaten Bone Bolango.

2. Bahan referensi bagi para pihak pada alih fungsi sebagian kawasan konservasi melalui revisi tata ruang wilayah provinsi Gorontalo dalam rangka mewujudkan tata ruang wilayah yang partisipatif, termasuk pada bagian wilayah provinsi lainnya.

3. Bahan publikasi bagi masyarakat yang baru ingin berpartisipasi dan mereka yang ingin mengetahui manfaat penataan ruang baik aspek ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan.

1.3.3 Kegunaan Penelitian

1. Menyajikan informasi peta identifikasi dan inventarisasi tutupan kawasan dan relasi sosial ekonomi yaitu pemukian, pertanian, perkebunan, penambang tanpa izin, kehutanan, semak belukar dan sungai .

2. Tertatanya arah langkah (road map) solusi konflik pada pemanfaatan potensi sumberdaya mineral dalam perencanaan pembangunan ekonomi di kabupaten Bone Bolango .

3. Menyajikan kondisi riil kelembagaan sosial ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung sarana dan prasarana sertan resolusi konflik sumberdaya tambang yang menjadi bagian dasar dari kebijakan pemerintah pada pemanfaatan potensi sumberdaya tambang di Kabupaten Bone Bolago.


(48)

15

1.4. Batasan Penelitian dan Kebaruan (Novelty)

1.4.1 Batasan Penelitian (Ruang Lingkup)

Adapun batasan penelitian diformulasi dalam beberapa item yaitu:

1. Perubahan-perubahan status kawasan yang mengarah pada ketidakpastian dikaji dan dianalisis pada batasan kepemilikan dan penguasaan lahan (land Tenure), dan pada eksisting kawasan baik penggunaan (land use), tutupan (land cover) serta luasan penguasaan dan pemanfaatan lahan.

2. Kelayakan ekonomi yang diarahkan untuk menjadi salah satu faktor pendorong pembangunan wilayah dianalisis aspek finansial dan asumsi royalti, pajak dan land rent secara makro, artinya proyeksi penerimaan daerah dari sektor pertambangan memiliki tantangan (obstacle) karena Undang-Undang dan peraturan Pemerintah yang mengatur dana bagi hasil ini menggunakan beberapa kriteria diantaranya fakator harga dimana faktor ini cukup dipengaruhi oleh mekanisme pasar yang berpusat di London Metal Exchange (LME) dan salah satu faktor yang menentukan yaitu pola ekstraksi yang dilakukan perusahaan terhadap cadangan tertambang baik dari aspek diskonto, harga dan nilai lingkungan.

3. Pandangan kelembagaan (institutional minded) pada hakekatnya merupakan proses transformasi dari masukan yang nantinya dapat menghasilkan output berupa sumberdaya fisik, informasi, teknologi dan cara pengelolaan. Disis lain faktor geografis dan perilaku penambang tanpa izin (PETI) cukup mempengaruhi penelusuran data dalam penelitian ini. Oleh karena itu model kelembagaan dalam penelitian ini berada pada obyek yang masih pada stadia kelayakan ekonomi tambang (belum pada output dan stadia produksi), artinya kelembagaan dalam penelitian ini bermakna umum untuk jenis kasus yang ditimbulkan oleh konflik pemanfaatan dan penguasaan lahan. Tentulah jenis karakter persoalan kelembagaan tidak dapat digeneralisir adanya, tetapi dengan adanya karakteristik tersebut cukup beragam merupakan jalan masuk untuk mengelaborasi unsur-unsur pendekatan ilmiah, sehingga output dari penelitian dapat merekomondasikan unsur keragaman dan kecenderungan karakater persoalan kelembagaan itu secara relatif .


(49)

16

1.4.2 Kebaruan (Novelty)

Kebaruan (Novelty) penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengintegrasikan aspek sejarah dan aspek ruang (spasial) dalam konteks pemanfaatan dan penguasaan lahan di wilayah kontrak karya PT Gorontalo minerals dengan aspek kelembagaan sosial ekonomi masyarakat.

2. Penelitian ini juga yang pertama kali yang mengkombinasikan aspek valuasi ekonomi minerals dari analisis kelayakan finansial berdasarkan struktur pasar dengan analisis model Hotelling berdasarkan nilai ekstraksi untuk menghasilkan pengelolaan sumberdaya tambang yang terbaik.

3. Penelitian ini menghasilkan model kelembagaan pengelolaan sumberdaya tambang yang dapat diadopsi oleh para pihak di daerah untuk meminimalisir isu ketimpangan wilayah dan konflik pemanfaatan ruang.


(50)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Mineral Dan Pembangunan Ekonomi Wilayah

Fenomena “Penyakit Belanda” atau ”Dutch Desease” yakni fenomena yang menggambarkan daerah yang kaya dengan sumber daya alam namun mengalami pertumbuhan ekonomi yang lamban, sebenarnya bukan karena apa yang disebut sebagai “kutukan sumber daya” (resource curse) namun lebih karena ketidak-mampuan institusi dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut sehingga menimbulkan konflik yang pada akhirnya menggerogoti manfaat yang seharusnya dinikmati tersebut. Hal ini telah dilakukan di Norwegia dari tahun 1969 sampai 2001 negara ini mampu mengoptimalkan produksi sumberdaya mineralnya dalam rangka memperkuat sistem tatakelola pemerintahan, hukum, perekonomian, norma sosial, pertanian dalam arti yang luas, industri serta usaha jasa sehingga Norwegia dapat terhindar dari kutukan sumberdaya (Larsen, 2006). Keberadaan sumberdaya alam juga sering menimbulkan tidak stabilnya struktur ekonomi, bahkan pada daerah dengan sumberdaya alam sedikit.

Pada sisi lain daerah dengan sumberdaya alam yang kaya, ketidakstabilan ini semakin rapuh dan memicu konflik tehadap sumber daya alam yang lebih luas. Bahkan dalam skala tertentu perselisihan yang tidak ada hubungannya dengan sumber daya alam seperti masalah keluarga, bisa saja kemudian disalahkan pada keberadaan sumber daya alam dan timpangnya akses terhadap sumber daya alam. Hal ini sering terjadi pada beberapa daerah di Indonesia dimana sumber daya mineral yang dikelola oleh kuasa pertambangan menimbulkan gejolak sosial yang cukup hebat pada masyarakat ( Fauzi, 2006).

Mengacu pada Fauzi (2006) ada beberapa hal yang dapat dilakukan daerah untuk menghindari dan mencegah terjadi konflik atas akses dan pemanfaatan sumberdaya alam, khususnya mineral dan kaitannya dengan lingkungan. Pertama mereka melakukan apa yang disebut sebagai factor movement policy atau kebijakan pergerakan faktor produksi. Melalui program yang disebut sebagai solidarity alternative atau alternatif solidaritas, penerimaan dari berbagai sektor dikoordinasikan sedemikian rupa untuk mempermudah dampak penerimaan dari


(51)

18

industri pertambangan terhadap industri lain, khususnya industri primer yakni pertanian dan perikanan-kelautan. Kedua sektor ini amat rentan terhadap goncangan yang terjadi yang disebabkan oleh tumbuhnya industri pertambangan di daerah yang awalnya didominasi oleh sektor pertanian. Tenaga kerja pertanian kemudian lebih banyak terserap pada sektor pertambangan yang kemudian sektor ini terabaikan sehingga ketika tambang habis mereka tidak siap untuk kembali ke sektor pertanian. Semestinya sektor pertambangan menjadi komplemen bagi sektor pertanian, bukan sebagai substitusi. Artinya keduanya harus dikembangkan secara simultan melalui alternatif solidaritas ini. Kebijakan faktor “movement

policy” ini kemudian dibarengi juga oleh kebijakan yang disebut sebagai

spending effect policy”.

Mekanisme penyakit Belanda timbul karena adanya spending effect, yakni belanja publik yang sangat besar yang dihasilkan dari sektor pertambangan, akibatnya belanja publik untuk sektor primer menjadi terbengkalai sehingga menimbulkan keterpurukan pada sektor pertanian dan perikanan. Oleh karenanya untuk mengatasi dampak tersebut diperlukan kebijakan pengeluaran melalui disiplin fiskal. Pembayaran utang dilakukan secepat mungkin dan menetapkan mekanisme pendanaan (fund) di berbagai peluang investasi seperti pasar modal dan sebagainya (hal yang sama kini dilakukan oleh negara-negara Asia Tengah).

Kebijakan ketiga yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Belanda dan kutukan sumber daya adalah melalui spill-over loss policy dengan cara menganjurkan akumulasi pengetahuan tenaga domestik ketimbang asing dan dibarengi dengan investasi di bidang riset dan eksplorasi. Kebijakan ini dibarengi pula kebijakan di bidang pendidikan dan penelitian. Penerimaan dari sumber daya alam disalurkan untuk pendidikan dan penelitian serta pengembangan sehingga terjadi akumulasi pengetahuan khususnya dalam hal pengelolaan ekonomi sumberdaya alam.

Kebijakan berikutnya yang sangat mendukung untuk keluar dari penyakit Belanda dan kutukan sumber daya adalah kebijakan tenaga kerja (labor policy) dan kebijakan industri. Norwegia misalnya menetapkan sistim negosiasi upah yang terpusat (centralized wage negotiation system) untuk menghindari adanya konflik dan perbedaan upah yang tajam antarsektor pertambangan misalnya.


(52)

19

Kebijakan industri di Norwegia melakukan pemeliharaan dan peningkatan ( know-how) di bidang aktifitas industri. Kegiatan lebih ditekankan pada pengetahuan, technological progress dan human capital.

Kebijakan lain yang tidak kalah penting adalah meniru apa yang telah dilakukan oleh negara-negara Amerika Latin (Chili, Peru dan Brasil) dalam mengembangkan ekonomi mereka berbasis mineral belakangan ini. Setelah mengabaikan sumber daya alam mereka selama kurun waktu yang cukup lama dan menyadari adanya kebijakan yang keliru (misguided policy), negara-negara Amerika Latin kemudian memulai titik balik mereka pada tahun 1990an. Bank Dunia mencatat bahwa titik balik tersebut dipicu oleh berbagai reformasi di bidang investasi (khususnya di bidang pertambangan) dan peningkatan keamanan (security) di bidang investasi pertambangan.

Hal yang lebih utama lagi adalah Amerika Latin mengembangan tata kelola yang kuat dengan mengakomodasi kepedulian lingkungan khususnya yang menyangkut masalah hutan lindung dan kawasan konservasi. Jika memang nilai tambang di kawasan konservasi ini lebih rendah dari nilai jasa lingkungan yang ada di kawasan tersebut maka mereka tidak akan melakukan penambangan dan pemerintah memanfaatkan hutan lindung tersebut melalui mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan atau Payment for Environmental Services (PES). Dengan menggunakan mekanisme PES dan didukung oleh kelembagan yang kuat, bisa saja tambang tidak dilakukan di hutan lindung namun jasa lingkungan dari hutan lindung juga bisa mensejahterakan masyarakat sekitar.

Jika ini dilakukan memang ada beberapa keunggulan yang diperoleh yakni selain keuntungan ekologis berupa terjaganya fungsi-fungsi ekologis kawasan hutan, juga manfaat ekonomi bisa diperoleh sekaligus. Tambang dan sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kita miliki pada hakekatnya adalah anugerah Tuhan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Namun demikian diperlukan strategi pemanfaatan yang bijak melalui langkah-langkah kebijakan sehingga konflik atas sumber daya tersebut bisa diraup dan sumber daya alam dan jasa lingkungan bukan menjadi kutukan namun lebih menjadi berkah bagi penduduk yang ada di sekitarnya ( Fauzi , 2006).


(53)

20

Disisi lain kekuatan kepemimpinan (leadership) pemerintah dalam mengontrol Gross Domestic Product (GDP), investasi sumberdaya manusia, kesejahteraan melalui pendapatan per kapita memiliki hubungan yang erat antara ketergantungan sumberdaya mineral sebagai ukuran terhadap rasio ekspor minyak dan sumberdaya mineral melalui persentase keseluruhan ekspor. Model ini telah ditempuh oleh beberapa negara timur tengah seperti Irak, Libya dan Arab Saudi dalam menyusun strategi distribusi pendapatan negara atas pengelolaan sumberdaya mineral melalui kekuatan leadership pemerintah (Leonard, 2003).

2.2. Hak dan Rezim Kepemilikan

Salah satu unsur penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan kaitannya terhadap kelembagaan adalah masalah hak dan rezim kepemilikan. Hal ini didasarkan pada kondisi dimana sumberdaya alam ditempatkan sebagai barang publik, dimana hal kepemilikan tidak terdefinisi dengan jelas. Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah kelembagaan pada unsur hak kepemilikan dan biaya transaksi.

Definisi akses yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada (Peluso, 1996) yang mengartikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu (the ability to derive benefits from things). Definisi ini lebih luas dari pengertian klasik tentang properti, yang didefinisikan sebagai – hak untuk memperoleh manfaat dari sesuatu (the right to benefit from things). Akses dalam definisi Peluso mengandung makna “sekumpulan kekuasaan” (a bundle of powers) berbeda dengan properti yang memandang akses sebagai “sekumpulan

hak” (a bundle of rights). Sehingga bila dalam makalah properti ditelaah relasi properti utamanya yang berkenaan dengan klaim atas hak, maka dalam makalah tentang akses ditelaah relasi kekuasaan untuk memperoleh manfaat dari sumber daya termasuk dalam hal ini, namun tidak terbatas pada relasi properti.

Kekuasaan menurut (Peluso, 1996) terdiri atas elemen-elemen material, budaya dan ekonomi-politik yang berhimpun sedemikian rupa membentuk “bundel kekuasaan” (bundle of powers) dan “jaring kekuasaan” (web of powers) yang kemudian menjadi penentu akses ke sumberdaya. Implikasi dari definisi Peluso ini adalah bahwa kekuasaan yang inheren terkandung di dalam dan


(54)

21

dipertukarkan melalui berbagai mekanisme, proses dan relasi sosial akan mempengaruhi kemampuan seseorang atau institusi untuk memperoleh manfaat dari sumber daya. Mengingat elemen-elemen material, budaya, ekonomi dan politik tidak statis, maka kekuasaan dan akses yang terbentuk ke sumber daya juga berubah-rubah menurut ruang dan waktu.

Individu dan institusi mempunyai posisi yang berbeda-beda dalam relasinya dengan sumber daya pada ruang dan waktu yang berbeda (Peluso, 1996). Hak dan rezim kepemilikian (property rights), menurut (Fauzi, 2006), adalah klaim yang sah (secure claim) terhadap sumberdaya ataupun jasa yang dhasilkan dari sumberdaya tersebut. Hak kepemilikin dapat diartikan sebagai suatu gugus karakteristik yang memberikan kekuasaan kepada pemilik hak (Hartwick dan Olewiler, 1998). Karakteristik tersebut menyangkut ketersediaan manfaat, kemampuan untuk membagi atau mentransfer hak, derajat ekslusivitas dari hak, dan durasi penegakan hak (enforceability) (Perman et al., 1996).

Selanjutnya (Fauzi, 2010) mengatakan bahwa perlu juga dicermati bahwa meski hak kepemilikan menyangkut klaim yang sah, hak tersebut tidak bersifat mutlak. Hak kepemilikan sering dibatasi oleh dua hal, yakni hak orang lain dan hak ketidaklengkapan (incompleteness). Bisa saja kita tidak berhak melakukan penambangan mineral di pekarangan rumah kita, namun pihak lain dapat melakukannya. Ketidaklengkapan hak kepemilikan disebabkan oleh mahalnya biaya enforcement. Misalnya untuk kasus kehutanan, jika hutan ditebang ilegal, hak negara atas hutan dibatasi oleh mahalnya mengawasi hutan tersebut dan melakukan penegakan hukum atas tindakan ilegal tersebut.

Lebih jauh lagi Barzel (1993) dalam Fauzi (2006) menyatakan bahwa konsep hak kepemilikan terkait erat dengan biaya transaksi yang dikemukakan oleh Coase. Biaya transaksi sendiri diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh, mentransfer dan melindungi hak, jika biaya transaksi nol, hak kepemilikan terlengkapi, namun biaya transaksi tinggi, sangatlah sulit untuk menetapkan hak pemilikan karena potensi manfaat atas sumberdaya atau aset tidak akan diketahui. Dengan kata lain hak kepemilikan akan terkukuhkan jika kedua belah pihak (pemilik dan pihak lain yang tertarik memiliki aset), memiliki pengetahuan penuh atas nilai dari aset tersebut.


(55)

22

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa didalam sumberdaya alam sebagaimana dijelaskan oleh (Fauzi, 2006), antar sumberdaya (resource) dan rezim kepemilikan terhadap sumberdaya tersebut harus dibedakan dengan jelas, satu sumberdaya bisa saja mempunyai hak kepemilikan. Hak kepemilikan sumberdaya alam tersebut pada umumnya terdiri dari: state property dimana klaim kepemilikan berada ditangan pemerintah. Private property dimana klaim kepemilikan berada pada individu atau kelompok usaha (korporasi). Common property atau communal property dimana individu atau kelompok memiliki klaim atas sumberdaya yang dikelola bersama. Lebih lanjut lagi suatu sumberdaya alam bisa saja tidak memiliki klaim yang sah sehingga tidak bisa dikatakan memiliki hak kepemilikan, sumberdaya seperti ini dikatakan open access (Grimma dan Barkers, 1989).

Dengan pemahaman diatas, perbedaan antara hak kepemilikan dan akses terhadap sumberdaya semakin jelas. Dengan mengambil contoh dua tipe akses yang berbeda (open access) dan akses terbatas (limited access) maka secara umum ada beberapa kemungkinan kombinasi. Tipe pertama adalah tipe dimana hak pemilikan berada pada komunal atau negara dengan akses terbatas. Tipe kombinasi ini memungkinkan pengelolaan sumberdaya yang lestari. Tipe kedua adalah dimana sumberdaya dimiliki secara individu dengan akses yang terbatas. Pada tipe ini karakteristik hak pemilikan terdefinisikan dengan jelas dan pemanfaatannya yang berlebihan bisa dihindari. Tipe ketiga adalah kombinasi yang sebenarnya jarang terjadi dimana sumberdaya dimiliki secara individu namun akses dibiarkan terbuka. Pengelolaan sumberdaya ini tidak akan bertahan lama karena rentan terhadap intrusi dan pemanfaatan yang tidak sah sehingga sumberdaya akan cepat terkuras habis.

Pendapat para ahli diatas dapat diformulasi dalam suatu grand teori (state of the arth) yang diawali oleh Peluso (1996) menyatakan bahwa ada keterbatasan antara hak kepemilikan dan akses. Keterbatasan ini digambarkan dalam konsep keterpaduan antara pendapat Long (1996) melalui pendeketan aktor, Peluso (1996) pendekatan akses analisis dan Fauzi (2006) dengan pendekatan properti right. Konsep keterpaduan ini akan dilengkapi oleh dua unsur yaitu kebijakan konservasi yang membingkai ketiga keterpaduan konsep dan unsur


(1)

Lampiran 61. Persepsi Terhadap Sarana Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid buruk 47 56.6 90.4 90.4

sedang 2 2.4 3.8 94.2

baik 3 3.6 5.8 100.0

Total 52 62.7 100.0

Missing System 31 37.3

Total 83 100.0

Lampiran 62. Persepsi Terhadap Sarana Penerangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid buruk 25 30.1 48.1 48.1

sedang 15 18.1 28.8 76.9

baik 12 14.5 23.1 100.0

Total 52 62.7 100.0

Missing System 31 37.3

Total 83 100.0

Lampiran 63. Persepsi Terhadap Sarana Air Bersih

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid buruk 38 45.8 67.9 67.9

sedang 13 15.7 23.2 91.1

baik 5 6.0 8.9 100.0

Total 56 67.5 100.0

Missing System 27 32.5


(2)

Lampiran 64.. Persepsi Terhadap Sarana Olahraga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid buruk 32 38.6 60.4 60.4

sedang 11 13.3 20.8 81.1

baik 10 12.0 18.9 100.0

Total 53 63.9 100.0

Missing System 30 36.1

Total 83 100.0

Lampiran 65. Tatakelola Sumberdaya Tambang yang Aktual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid .00 1 1.2 1.3 1.3

Kurang Sesuai 6 7.2 7.9 9.2

Cukup Sesuai 43 51.8 56.6 65.8

Sangat Sesuai 26 31.3 34.2 100.0

Total 76 91.6 100.0

Missing System 7 8.4

Total 83 100.0

Lampiran 66. Biaya Perlindungan PETI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Tahu 1 1.2 3.0 3.0

Tidak 24 28.9 72.7 75.8

Ya 8 9.6 24.2 100.0

Total 33 39.8 100.0

Missing System 50 60.2


(3)

Lampiran 67. Bentuk dan Skema Biaya Perlindungan PETI

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tergantung

Kebutuhan

2 2.4 14.3 14.3

Tidak Menentu 10 12.0 71.4 85.7

Bagi Hasil 2 2.4 14.3 100.0

Total 14 16.9 100.0

Missing System 69 83.1

Total 83 100.0

Lampiran 68. Lembaga Pemberi Bantuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Lembaga donor 18 21.7 94.7 94.7

Swasta/CSR 1 1.2 5.3 100.0

Total 19 22.9 100.0

Missing System 64 77.1

Total 83 100.0

Lampiran 69 . Responden Merasa Terbantu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak Tahu 33 39.8 84.6 84.6

Tidak terbantu 1 1.2 2.6 87.2

Ya 5 6.0 12.8 100.0

Total 39 47.0 100.0

Missing System 44 53.0


(4)

Lampiran 70. Peningkatan Usaha

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Tahu 29 34.9 72.5 72.5

Tidak Meningkat

5 6.0 12.5 85.0

Ya 6 7.2 15.0 100.0

Total 40 48.2 100.0

Missing System 43 51.8

Total 83 100.0

Lampiran 71. Pemahaman Terhadap Pemanfaatan Sumberdaya Tambang

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tdk Tahu dan Tdk

Paham

25 30.1 32.1 32.1

Tahu dan Paham 53 63.9 67.9 100.0

Total 78 94.0 100.0

Missing System 5 6.0

Total 83 100.0

Lampiran 72. Peran Tokoh Menerima Keluhan Masyarakat

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tdk Menerima Keluhan 40 48.2 59.7 59.7

Selalu Menerima Keluhan

27 32.5 40.3 100.0

Total 67 80.7 100.0

Missing System 16 19.3


(5)

Lampiran 73. Organisasi Sosial Budaya

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Tidak 19 22.9 44.2 44.2

Ya 24 28.9 55.8 100.0

Total 43 51.8 100.0

Missing System 40 48.2

Total 83 100.0

Lampiran 74. Alasan Perlu Adanya Organisasi Sosial Budaya Frequen

cy Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 66 79.5 79.5 79.5

Banyak Hal Yang Bisa Dikembang

1 1.2 1.2 80.7

Dapat Mengembangkan Desa

1 1.2 1.2 81.9

dengan Adanya Organisasi ekono

1 1.2 1.2 83.1

Ekonomi RT terbantu 4 4.8 4.8 88.0

keberadaan di organisasi merup

1 1.2 1.2 89.2

Membantu memberikan modal

2 2.4 2.4 91.6

membantu Perekonomian 1 1.2 1.2 92.8

Memberi Penunjang pada Masyara

1 1.2 1.2 94.0

memenuhi Kebutuhan Masyarakat

1 1.2 1.2 95.2

Organisasi berpengaruh terhada

1 1.2 1.2 96.4

organisasi mendukung kemajuan

1 1.2 1.2 97.6

organisasi sebagai sarana peng

1 1.2 1.2 98.8

Sebagai Penghidupan Ekonomi Ma

1 1.2 1.2 100.0


(6)

Lampiran 75. Kepemilikan Lahan Kering

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1000.00 2 2.4 50.0 50.0

2000.00 1 1.2 25.0 75.0

10000.00 1 1.2 25.0 100.0

Total 4 4.8 100.0

Missing System 79 95.2

Total 83 100.0

Lampiran 76. Kepemilikan Lahan Bagi Hasil

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid .00 25 30.1 92.6 92.6

1.00 2 2.4 7.4 100.0

Total 27 32.5 100.0

Missing System 56 67.5

Total 83 100.0

Lampiran 77 . Sejarah kepemilikan Lahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Lahan garapan 5 6.0 29.4 29.4

Budel 11 13.3 64.7 94.1

milik sendiri 1 1.2 5.9 100.0

Total 17 20.5 100.0

Missing System 66 79.5