Regresi Partisipasi Versus Model Advokasi Pemanfaatan sumberdaya Tambang

200 Demikian pula pada pasal 139 berkaitan dengan kewajiban Menteri ESDM untuk melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan antara lain: a Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan. b Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi. c Pendidikan dan pelatihan; dan d Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemberitahuan, dan evaluasi penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara. Hasil pengamatan dilapangan bahwa prinsip keterbukaan informasi masih cukup terbatas untuk dapat diakses oleh masyarakat, terutama berkaitan dengan rencana anggaran dan produksi perusahaan pertambangan di suatu wilayah. Meskipun hal ini erat kaitannya dengan etika perolehan informasi namun komponen ini penting bagi masyarakat sebagai penerima manfaat dari usaha pertambangan. Oleh karena itu perlu adanya kelembagaan yang dapat menjembatani dua kepentingan tersebut.

7.3.7 Prinsip Pencegahan Perusakan lingkungan

Pada dasarnya pencegahan bermakna penanganan secara dini, oleh Karena itu pemegang IUP , IUPK dan KK wajib memenuhi ketentuan AMDAL danatau UKLUPL sebagaimana yang telah diatur pada pasal 37 dan pasal 38 Undang- Undang Minerba sehingga pencegahan dan perusakan lingkungan dapat diatasi secara dini. Demikian pula pasal 99 Undang Undang Minerba telah menegaskan bahwa setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi. Pada pasal 100 Undang Undang Minerba ayat 1 telah ditegaskan juga bahwa Pemegang IUP dan IUP wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dan jaminan pasca tambang. Pada ayat 2 Menteri, Gubernur, WalikotaBupati sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Kemudian pada ayat 3 menegaskan bahwa ketentuan sebagaimana pada ayat 2 diberlakukan apabila pemegang IUP dan IUPK tidak melaksanakan reklamasi dan pasca tambang sesuai denga rencana yang telah disetujui. 201 Pasal 145 ayat 1 Undang Undang Minerba lebih tegas lagi tentang masyarakat yang terkena dampak negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan yaitu a memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan; b mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat pegusahaan pertambangan yang menyalahi ketentuan. Bila disimak bahwa pencegahan secara dini maupun penyelesaian kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan usaha pertambangan pada pasal ini telah cukup maju namun lebih dituntut konsistensi dari semua pihak. Perlindungan hak-hak masyarakat yang terkena dampak negatif langsung telah tertuang dalam pasal 145 Undang Undang Minerba. Adanya jaminan ini dapat lebih bermakna apabila semua pihak manyadari akan pentingnya suatu kelembagaan bersama institutional multi stakeholders yang menjadi wadah bersama masyarakat untuk menyusun program, menerapkan program, mengevaluasi program dan mempertanggung jawabkan program serta wujud kegiatannya kepada masyarakat secara profesional.

7.4 Sintesa Kerangka Model Kelembagaan Pemanfaatan Sumberdaya

Tambang Sebagai Alternatif Resolusi Konflik di Kabupaten Bone Bolango Adapun sintesa yang telah diformulasi berdasarkan hasil analisis fakta dan telah diperkaya dengan pendekatan institutional arrangement dan institutional governance untuk mendukung kerangka resolusi dalam kasus yang diangkat dalam penelitian ini yaitu:

7.4.1. Kerangka Resolusi

Adanya ketidakpastian dalam pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah konflik konsesi pertambangan PT Gorontalo Minerals telah ada sejak awal terbentuknya kawasan konservasi, sejak statusnya sebagai Hutan Suaka Margasatwa pada tahun 1971 sampai berstatus Taman Nasional pada tahun 1991 sampai Kawasan TNBNW, dan berlanjut terus sampai saat ini. Berlangsungnya konflik yang telah berjalan selama 40 tahun, tanpa ada pemecahan yang tuntas, mengakibatkan secara defacto wilayah konflik tidak memiliki kejelasan tentang hak tenurial tenurial right atas kawasan dan sumberdaya tambang yang terkandung di dalamnya. Keadaan ini