Sikap Responden 1. Sikap Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi
responden pernah mendapatkan informasi tersebut, baik dari media informasi, temankeluarga, petugas kesehatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahid 2007
yang menyatakan bahwa seseorang yang mendapatkan informasi dapat membantu mempercepat orang tersebut memperoleh pengatahuan yang baru.
Penulis juga berasumsi bahwa sebagian responden melakukan pengamatan pada saat tim medis melakukan upaya rehabilitasi karena responden mampu
menyebutkan dan mampu memberi alasan upaya rehabilitasi yang dilakukan oleh penderita pasca stroke.
Sebanyak 32,7 responden memiliki pengetahuan sedang tentang upaya rehabilitasi yang dilakukan penderita pasca stroke. Responden belum mampu
menguraikan dan menyebutkan alasan kenapa penderita menjalani beberapa upaya rehabilitasi. Responden mampu menyebutkan bahwa penderita menjalani psikoterapi
dan terapi bicara tetapi tidak mampu menjelaskan secara benar alasan kegiatan itu diperlukan oleh penderita.
5.4. Sikap Responden 5.4.1. Sikap Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi
Dari tabel 4.22. dapat diketahui bahwa seluruh responden setuju bahwa rehabilitasi membantu penderita stroke dapat melanjutkan hidup dengan
mengembalikan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yaitu sebanyak 100.
Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung penderita dalam menjalankan upaya rehabilitasi. Sebagaimana pendapat Harsono 1996 dalam upaya
Universitas Sumatera Utara
rehabilitasi yang paling diutamakan adalah mengembangkan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan.
Sebanyak 67,3 setuju bahwa keparahan stroke akan semakin meningkat jika tidak dilakukan tindakan rehabilitasi. Sikap responden ini menunjukkan bahwa
responden setuju dengan pendapat Harsono 1996 yang mengatakan bahwa salah satu prinsip rehabilitasi adalah tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari
yang diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi. Sebanyak 57,7 setuju bahwa rehabilitasi dilakukan tanpa batas waktu. Hal ini
menunjukkan bahwa sikap responden sesuai dengan pendapat Thomas 1995 yang mengatakan bahwa kepulihan masih dapat terjadi sampai dua tahun sesudah serangan
stroke, tetapi setiap perbaikan yang terjadi adalah merupakan hasil usaha penderita mempelajari gerakan tipuan dan bukan hasil perbaikan fungsi otak ataupun sistem
saraf. Sebanyak 96,2 setuju bahwa semua petugas rehabilitasi mempunyai tugas
masing-masing yang dapat membantu memulihkan kesehatan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung bahwa dalam upaya rehabilitasi
terdapat tim dari berbagai disiplin ilmu untuk menjalankan program rehabilitasi yaitu, dokter rehabilitasi, perawat rehabilitasi, okupasional terapis, terapis bicara, dan
fisioterapis. Sebanyak 96,2 setuju bahwa pola makan berpengaruh dalam masa
rehabilitasi stroke. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden sesuai dengan pendapat Thomas 1995 yang mengatakan bahwa penderita stroke yang memiliki
keterbatasan gerak menyebabkan kenaikan berat badan sehingga penderita semakin
Universitas Sumatera Utara
susah untuk bergerak dan keadaan ini akan menjadi lingkaran setan buat kesehatan penderita. Pemecahan masalah adalah dengan mengurangi makanan, makan sedikit-
sedikit dan teratur dan sedapat mungkin banyak bergerak. Sebanyak 57,7 setuju bahwa penderita pasca stroke mengalami depresi dan
frustasi. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung pendapat Lumban Tobing, SM., 1998 yang mengatakan bahwa penderita yang tadinya aktif, dapat
bekerja, dapat berjalan, berbicara, memberi nasehat, memberi biaya tiba-tiba tidak berdaya, pingsan, lemah, tergeletak di tempat tidur, harus menginap di rumah sakit.
Penyakit ini memaksa penderita menjadi tergantung kepada orang lain, dalam kebutuhan dasar tertentu juga menimbulkan depresi dan berkurangnya harga diri.
Lumban Tobing, SM., 1998 Sebanyak 82,7 setuju bahwa manejemen stress sangat dibutuhkan bagi
penderita stroke. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden setuju dengan pendapat Thomas 1995 yang mengatakan bahwa pola hidup sehat bagi penderita pasca stroke
sangat diperlukan untuk kesehatan termasuk manajemen stress yang baik. Sebanyak 55,8 tidak setuju bahwa aktivitas fisik memberi pengaruh positif
bagi penderita pasca stroke. Hal ini menunjukkan sikap responden setuju dengan pendapat Shimberg yang mengatakan bahwa hal ini penting karena dapat
meningkatkan kesan diri, menunjukkan bahwa penderita sudah lebih baik, memperkuat otot-otot ketika melakukan aktivitas sendiri, contoh berpakaian, dan akan
meningkatkan kemandirian.
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 59,6 setuju bahwa keberhasilan upaya rehabilitasi sangat tergantung pada penderita itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden
mendukung pendapat Thomas 1995, kepulihan dapat terjadi sampai dua tahun sesudah seranag stroke. setelah itu setiap perbaikan yang terjadi adalah merupakan
hasil usaha penderita mempelajari gerakan tipuan dan bukan hasil perbaikan fungsi otak ataupun system saraf.
Sebanyak 67,3 setuju bahwa keberadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pemulihan penderita. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden
mendukung pendapat Effendy 1998 yang mengatakan bahwa keluarga merupakan sistem pendukung utama memberi pelayanan langsung pada setiap keadaan sehat-
sakit anggota keluarga. Oleh karena itu, asupan pelayananperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan pasien, tetapi juga bertujuan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut. Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Yusuf, M. 1999 terhadap 2.065 orang penderita stroke di 28 rumah sakit di Indonesia pada bulan Oktober 1996 sd Maret 1997 dengan manajemen stroke
yang baik dan peran keluarga yang positif maka lama rawat di rumah sakit dapat lebih singkat dan kesembuhan pasien dapat tercapai seoptiomal mungkin.
Sebanyak 94,2 setuju bahwa faktor yang paling penting dalam upaya rehabilitasi adalah kontinitas perawatan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden
mendukung pendapat Harsono 1996 yang mengatakan bahwa dalam prinsip rehabilitasi faktor yang terpenting adalah kontinitas perawatan.
Universitas Sumatera Utara
Semua responden yaitu 100 setuju bahwa rehabilitasi termasuk upaya pencegahan serangan stroke berulang.hal ini menunjukkan bahwa sikap responden
sesuai dengan pendapat Thomas 1995 yang mengatakan bahwa rehabilitasi merupakan pencegahan tersier yang bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan
kemampuan fisik, ekonomi dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin. Sebanyak 96,2 setuju bahwa upaya rehabilitasi yang dilakukan sejak dini
berpengaruh besar bagi tingkat kepulihan penderita. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung pendapat Harsono 2000 yang mengatakan bahwa rehabilitasi
medik pada penderita di mulai sedini mungkin, semakin dini dimulai semakin besar pengembangan fungsinya, komplikasi dapat dicegah serta kecacatan lebih lanjut dapat
dihindari sehingga penderita dapat mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Sebanyak 82,7 setuju bahwa tidak semua penderita stroke yang mengikuti
dapat pulih seperti sebelum terkena serangan stroke. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT 1995, stroke
merupakan penyebab kecacatan utama di Indonesia. Sebanyak 86,5 setuju bahwa upaya rehabilitasi pada setiap penderita berbeda
sesuai tingkat keparahan dan efek dari serangan stroke. Hal ini menunjukkan bahwa sikap responden mendukung pendapat Harsono 1996 yang mengatakan bahwa letak
kerusakan otak pada penderita berbeda dan mengakibatkan perbedaan letak kelumpuhan juga, yaitu
hemiparesis sinistra
memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan mengabaikan sisi kiri,
hemiparesis dextra
penderita ini biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal,
paraparesis
timbul gangguan pseudobulber dengan tanda-tanda
Universitas Sumatera Utara
hemiplegik dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi.