2.3.6. Pasca Stroke.
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalma waktu 3 bulan. Pada saat itu,
13 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.
Hanya 10-15 penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat
kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke Pinzon, 2006.
2.3.7. Upaya Pencegahan Stroke 1. Pencegahan primordial
Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat dengan
adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya, misalnya kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap rokok yang dapat
menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung dengan peraturan pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti dilarang merokok ditempat
umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus rokok. Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih
makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan membatasi mengkonsumsi makanan-makanan siap saji sehingga dapat mengurangi resiko stroke.
2. Pencegahan primer
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi
garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb,
c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis jenis kelamin, riwayat
keluarga efek aspirin.
d. Palayanan kesehatan :
health education
dan pemeriksaan tensi, mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit
vaskuleraterosklerotik.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah : a.
Gaya hidup : manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok, penyesuaian gaya hidup
b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan,
family counseling
c. Biologio : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping
d. Pelayanan kesehatan : pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder
Universitas Sumatera Utara
4. Pencegahan tersier
Tujuan pencegahan adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pencegahan tersier yang
bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin Thomas, 1995.
2.4. Rehabilitasi Medik Pada Penderita stroke 2.4.1. Defenisi Rehabilitasi
Rumusan Departemen Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha
mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Depkes RI,
1983.
2.4.2. Tujuan Rehabilitasi
Adapun tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke adalah : 1.
Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.
Universitas Sumatera Utara
2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan
aktivitas sosial. 3.
Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari Moestari, 1987.
2.4.3. Tim Rehabilitasi Medik
Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu :
1. Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program rehabilitasi.
2. Perawat rehabilitasi, melakukan
positioning
yang benar, untuk mencegah komplikasi sarta memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air besarkecil,
aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama fisioterapis dan terapi okupasi dilakukan di bangsal
3. Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang
mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien.
4. Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun program yang
berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari AKS misalnya cara makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri sendiri, dll.
5. Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan
keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat serta sumber daya yang dipunyainya.
6.
Speech therapist
terapi wicara yaitu mengevaluasi masalah-masalah komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
7. Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk
keluarganya. 8.
Ortotik prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah disesuaikan guna memperbaiki aktivitas.
9. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang memadai
mengenai penyakit dan
deficit neurologic
adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya.
2.4.4. Kegiatan Rehabilitasi
Hal-hal yang dilakukan diantaranya : 1.
Terapi fisikFisioterapi Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan dan mengoptimalkan
pengobatan medis. Terapi awalnya adalah pasien dilatih untuk mengangkat kepala, duduk dan berdiri, kemudian latihan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan
yang maksimal pada sisi yang lumpuh. Mobilitas adalah hal yang menyebabkan sesuatu bergerak Ramali,
Pamoentjak, 1996. Tujuan mobilisasi dalam rehabilitasi stroke menurut Hoeman 1996 adalah :
Mempertahankan range of motion.
Universitas Sumatera Utara
Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi. Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktivitas meliputi gerakan
ditempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan. Mencegah masalah komplikasi.
Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegik. Meningkatkan control dan keseimbangan duduk dan berdiri.
Memaksimalkan aktivitas perawatan diri Purwanti, 2008. Pasien stroke harus dimobilisasi sebagai rehabilitasi pada tahap awal, bila
kondisi klinis neurologi dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterafi pasif pada pasien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk
mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur Mansjoer, dkk, 2000.
a. Pelaksanaan Mobilitasi dini pada posisi tidur
Pada posisi terlentang, posisi kepala, leher dan punggung harus lurus. Letakkan bantal dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat
ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar kea rah luar, siku dan perelangan tangan agak ditinggikan. Letakkan pula bantal dibawah paha yang
lumpuh dengan posisi agak memutar kearah dalam, lutut agak ditekuk. Miring kesisi yang sehat. Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan,
lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang lumpuh diletakkan didepan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut
ditekuk.
Universitas Sumatera Utara
Miring kesisi yang lumpuh. Lengan yang lumpuh menghadap pastikan bahu pasien tidak memutar secara berlebuhan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang
sehat menyilang diatas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal. b.
Latihan gerakan sendi
range of motion
Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk melakukan gerakan Hoeman, 1996 dan pada intinya tidak ada
ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematik, dengan rangkaian urutan pada setiap tahap. Latihan dilakukan 3 rangkaian dan dilakukan 2 kali
sehari Kozier, 1995. Latihan gerak pasif adalah perawat menggerakkan anggota gerak dan
memerintahkan keikutsertaan penderita agar terjadi gerakan penuh Hoeman, 1996.
2. Terapi bicara
Penderita dianjurkan
memulihkan kemampuan
bicaranya dengan
mengemukakan segala hal yang ingin dia katakan walaupun timbul berbagai kesulitan dalam mengemukakannya kepada orang lain. Dalam hal ini, peran keluarga sangat
besar untuk tetap aktif mengajak penderita berbicara layaknya orang sehat. Hal ini khususnya dilakukan untuk penderita stroke yang mengalami gangguan pada pusat
bicara lesi broka. 3.
Psikoterapi Ada beberapa hal yang dirasakan oleh penderita yang selamat dari stroke
beberapa tahun kemudian, diantaranya perasaan capai yang berlebihan, jadi pemarah,
Universitas Sumatera Utara
depresi dan stress. Hal ini dapat dijalani dengan menjalani kehidupan santai dan rileks dan bagi keluarga dianjurkan untuk terapi mengikutkan penderita dalam diskusi dan
pengambilan keputusan agar penderita merasa bahwa dia masih dihargai dalam keluarga.
2.4.5. Tahap Rehabilitasi
Upaya rehabilitasi yang diberikan adalah mulai dari stadium akut, sub akut dan kronik.
1. Rehabilitasi stadium akut
Program yang dijalankan oleh tim rehabilitasi medik, biasanya latihan aktif dimulai dari sesudah prosesnya stabil, 24-27 jam sesudah serangan. Bila disertai
kesulitan berbicara maka
Speech Test ST
atau terapi wicara dapat dilakukan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.
Psikolog dan pekerja sosial medik PSM diperlukan untuk mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga.
2. Rehabilitasi stadium sub akut
Pada stasium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Pada pasca stroke pola kelemahan
ototnya menimbulkan
hemiplegic posture
. Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan cara pengaturan posisi dan stimulus sesuai dengan kondisi pasien.
3. Rehabilitasi stadium kronik
Universitas Sumatera Utara
Terapi ini biasanya sudah dimulai pada akhir stadium sub akut dengan melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin. Anggota keluarga harus terlibat dalam
proses pemulihan karena ahli fisioterapi tidak dapat melakukan pekerjaannya tanpa bantuan keluarga dan penderita stroke juga memerlukan dukungan serta
dorongan dari keluarganya untuk tetap semangat Purwanti, 2008.
2.4.6. Prinsip Rehabilitasi
Menurut Harsono 1996, ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu : 1.
Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita untuk pertama kalinya.
2. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan,
karena dapat mengakibatkan komplikasi. 3.
Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita 4.
Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan 5.
Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan
6. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang
7. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.
2.5. Konsep Perilaku
Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat keinginan, sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku
Universitas Sumatera Utara
seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri. Yang juga disebut sebagai faktor internal sebagai terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu
faktor lingkungan. Dengan kata lain, setiap mahluk hidup mempunyai perilaku didalam kehidupan
dan salah satu yang terpenting adalah perilaku kesehatan. Menurut Skinner dalam Notoadmodjo 2005 perilaku kesehatan
healthy behavior
adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-
faktor yang memepengaruhi sehat-sakit kesehatan seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini di kelompokkan menjadi
dua, yakni : 1.
Perilaku sehat agar tetap sehat dan meningkatkan perilaku kesehatan, mencakup perilaku dalam mencegah atau menghindar dari penyebab penyakit perilaku
preventif dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan kesehatan perilaku promotif
2. Perilaku orang sakit yaitu untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan
masalah kesehatannya yang disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan. Pencarian pelayanan keehatan ini adalah fasilitas pelayanan kesehatan baik
fasilitas pelayanan kesehatan tradisional dukun, sinshe, paranormal atau fasilitas pelayanan kesehatan modern atau professional rumah sakit, puskesmas,
poliklinik,dsb. Becker 1979 dalam Notoadmodjo 2005 membuat klasifikasi lain tentang
perilaku kesehatan, dan membedakannnya menjadi tiga, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Perilaku kesehatan