Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2010

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PENDERITA PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI

DI RS St. ELISABETH MEDAN TAHUN 2010

OLEH:

LENNI F. S. 031000147

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PENDERITA PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI

DI RS St. ELISABETH MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

LENNI F. SARAGI 031000147

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi dengan Judul :

GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PENDERITA PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI

DI RS St. ELISABETH MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : LENNI F. SARAGI.

031000147

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 31 Mei 2010

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Medan, juni 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatra Utara Dekan,

(dr. Ria Masniari Lubis, MSi) NIP. 19531018 198203 2 001

Ketua Penguji Penguji I

(dr. Linda T. Maas. MPH ) NIP. 19521022 198003 2 002

(Drs. Eddy Syahrial, MS) NIP. 19590713 198703 1 001

Penguji II Penguji III

(Lita Sri Andayani, SKM, MKes) NIP. 19690922 199403 2 002

(Drs. Alam Bakti Keloko, MKes) NIP. 19620604 199203 1 001


(4)

ABSTRAK

Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa.

Rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk pengembangan fungsi otak, komplikasi dapat dicegah serta kecacatan lebih lanjut dapat dihindari sehingga penderita dapat mendiri tanpa tergantung pada orang lain. Peranan keluarga sangat penting , karena anggota keluarga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan penderita.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita pasca stroke yang melakukan upaya rehabilitasi di RS St. Elisabath Medan Tahun 2010 yaitu sebanyak 110 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive Sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar 36 orang (69,2%) memiliki tingkat pengetahuan pada kategori “baik”. Sebagian besar responden yaitu sebesar 48 orang (92,3%) memiliki tingkat sikap pada kategori “baik”. Sebagian besar responden yaitu sebesar 40 orang (76,9%) memiliki tingkat tindakan pada kategori“baik”.

Diharapkan kepada keluarga untuk memberikan dukungan kepada penderita pasca stroke dan tetap menggunakan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan penderita pasca stroke. Diharapkan kepada instalasi terkait yaitu RS St. Elisabeth untuk memberikan informasi lebih banyak lagi kepada keluarga pasien tentang upaya rehabilitasi supaya meningkatkan pengetahuan keluarga dan menimbulkan motivasi untuk tetap menggunakan fasilitas kesehatan


(5)

ABSTRACT

The number of people who suffered from stroke tends to increase continuously every year; it not only attacked the elderly, but also those who are still young and productive. Presently Indonesia is listed as the country with the greatest percentage of stroke sufferers in Asia. Economically, stroke incident has bad effects on being handicap because stroke will give effect on the decrease of community and national productivity and economic capability

Medical rehabilitation is badly needed to develop the brain function, complication can be hindered and prevented further handicap so that the sufferer will not be depended on others. The role of the family is very important because the family members greatly influenced the patient’s response toward the illness he suffers and family members will also determine the success or failure of the patient’s recovery.

This research is descriptive and uses the quantitative approach to get the picture of the family behavior toward the post stroke patient in his rehabilitation efforts. The population of this research is the whole family members of the post stroke patients who have made rehabilitation efforts in the St. Elisabeth Hospital Medan in the year 2010 which consists of 110 people. The technique of taking the sample is by using purposive sampling. The data are collected through interviews guided by a questionnaire.

From the result of the research it is found that most respondents, which is 36 people (69,2%) has “good” level of knowledge. A great number of respondents consisting 48 people (92.3%) has “good” attitude. Other respondents consisting of 40 (76.9%) has “good” response for action.

It is expected that family should give support to the post stroke patients and use the health facility to promote the health for the post stroke patients. It is expected that the Institution which is St. Elisabeth Hospital to give more information to patients’ families about the rehabilitation efforts so that it will promote family knowledge and produce motivation to use health facilities.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lenni Florida Saragi

Tempat/tanggal Lahir : Girsang/ 25 Maret 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Jumlah Anggota Keluarga : 7 orang

Alamat Rumah : Jln. Anggarajim No 128, Girsang II,

Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Parapat.

Riwayat Pendidikan :

1. SD Impres 096773 Girsang II(Tahun 1992-1997) 2. SMP N 1 Parapat (Tahun 1997-1999)

3. SMU N 3 P. Siantar (Tahun 1999-2003) 4. FKM USU Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kasih-Nya yang senantiasa berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Gambaran Perilaku Keluarga Terhadap Penderita Pasca Stroke Dalam Upaya Rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan Tahun 2010 ”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. Linda T Maas, MPH dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, motivasi, masukan-masukan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, Mkes selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberi banyak masukan dan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini

4. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Direktur Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan penelitian serta pegawai-pegawai di bagian Rekam Medis yang juga turut membantu dalam proses pengumpulan data. 6. Seluruh Dosen serta Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(8)

7. Orang tua yang terkasih O. Sidabalok dan E. butar-butar yang senantiasa memberikan dukungan, perhatian, semangat, kasih sayang, doa dan pengorbanan baik moril maupun materil bagi penulis untuk tetap semangat menyelesaikan skripsi ini.

8. Buat kakak dan abangku tersayang, Dini Silalahi, Fitri M.S, Ganda H.S, Keluarga Kak Juli silalahi, Keluarga mbak Howard Situmorang, Kelurga Kak Putra sinaga, keluraga Bang Rikki Sidabalok mbak Roma, Kak Endeng, mbak Dasma, dan untuk adek-adekku, Elton, Harry, Roida, Gaping, Tama, Lastri dan selalu memberi doa, semangat dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat teman-teman Peminatan PKIP, bg Jondri, Sisca, Liza, bg Muklis, Wina, Marwa, dll.

10.Buat sahabat-sahabatku, Bunga, Putri, Desti, Bg Erwin, Bg Anton, Falentina, Netty, yang selalu memberikan dukungan dan doa bagi penulis.

11.Buat teman-teman GMKI FKM USU, Bang Jasmen Manurung, Bang Leo, Junis, Niel, Richi, Mardin, Gibeon, Doni, Vutri, Okvianus, Wilda, Cristina, Eva, Aritho, dll.

12.Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa Memberkati kita semua. Amin.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.2.2.Tujuan Umum ... 6

1.2.2.Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat penelitian ... 7

BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga ... 8

2.1.1. Pengertian Keluarga ... 8

2.1.2. Ciri-ciri Struktur Keluarga ... 9

2.1.3. Fungsi Keluarga ... 10

2.2. Peranan Keluarga terhadap Penderita Pasca Stroke ... 12

2.2.1. Berperan Sebagai Perawat... 15

2.2.2. Berperan Sebagai Pendukung ... 15

2.2.3. Berperan Sebagai Penghubung/Komunikasi ... 15

2.2.4. Berperan Sebagai Pendidik ... 16

2.2.5. Berperan Sebagai Pengubah Lingkungan/Terapi Lingkungan ... 16

2.2.6. Berperan Sebagai Pengambil Keputusan ... 17

2.2.7. Berperan Sebagai Pencari Sumber Dana... 18

2.3. Stroke ... 17

2.3.2. Defenisi ... 17

2.3.3. Tanda dan Gejala-gejala Stroke ... 18

2.3.4. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke ... 19

2.3.5. Faktor Penyebab Stroke ... 20

2.3.6. Akibat Stroke ... 23

2.3.7. Pasca Stroke ... 23

2.3.8. Upaya Pencegahan Stroke ... 24

2.4. Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke ... 26

2.4.2. Defenisi Rehabilitasi ... 26

2.4.3. Tujuan Rehabilitasi ... 26


(10)

2.4.5. Kegiatan Rehabilitasi ... 28

2.4.6. Tahap Rehabilitasi ... 30

2.4.7. Prinsip Rehabilitasi ... 31

2.5. Konsep Perilaku ... 32

2.5.2. Pengetahuan ... 34

2.5.3. Sikap ... 39

2.5.4. Tindakan ... 43

2.6. Proses Adopsi Perilaku ... 44

2.7. Kerangka Konsep ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelelitian... 46

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 46

3.2.2. Waktu Penelitian ... 46

3.3. Populasi dan Sampel ... 47

3.3.1. Populasi ... 47

3.3.2. Sampel ... 47

3.3.2.1. teknik pengambilan sampel ... 47

3.4. Metode Pengumpulan data ... 48

3.4.1. Data Primer ... 48

3.4.2. Data Sekunder ... 48

3.5. Defenisi Operasional ... 48

3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen Penelitian ... 49

3.6.1. Aspek Pengukuran ... 49

3.6.2. Instrumen Penelitian... 52

3.7. Teknik Analisa Data dan Pengolahan Data ... 52

3.7.1. Teknik Analisa Data ... 52

3.7.2. Teknik Pengolahan Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 54

4.1.1. Profil Rumah Sakit St. Elisabeth Medan ... 54

4.1.2.Sejarah Singkat Rumah Sakit St. Elisabeth Medan ... 54

4.1.3.Pengembangan dan Pengelolaan Rumah Sakit ... 56

4.1.4.Visi, Misi dan Tujuan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan ... 56

4.2. Karakteristik Responden ... 57

4.2.2.Jenis Kelamin Responden ... 57

4.2.3.Umur Responden ... 58

4.2.4.Suku Responden ... 58

4.2.5.Pendidikan Responden ... 59

4.2.5.Hubungan Keluarga ... 59


(11)

Rehabilitasi Stroke ... 60

4.3.3.Informasi yang Pernah Diperoleh Responden... 60

4.3.4.Jarak Rumah dengan Fasilitas Rehabilitasi ... 61

4.4. Pengetahuan Responden... 61

4.4.1. Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Rehabilitasi Pasca Stroke ... 61

4.4.2. Pengetahuan responden tentang manfaat melakukan upaya rehabilitasi dini ... 62

4.4.3. Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan yang Dilakukan Dalam Upaya Rehabilitasi Stroke ... 62

4.4.4. Pengetahuan Responden Tentang Jika Tidak Melakukan Melakukan Upaya Rehabilitasi ... 62

4.4.5. Pengetahuan Responden Tentang Fungsi Terapi Bicara Pada Penderita Pasca Stroke ... 63

4.4.6. Pengetahuan Responden Tentang Kenapa Penderita Pasca Stroke memerlukan Psikoterapi ... 64

4.4.7. Pengetahuan Responden Tentang Peran Keluarga Terhadap Penderita Pasca Dalam Upaya Rehabilitasi Stroke ... 65

4.4.8. Pengetahuan Responden Tentang Apakah Penderita Pasca Stroke Melakukan Rehabilitasi yang Sama... 65

4.4.9. Pengetahuan Responden Tentang Alasan Penderita Tidak Mendapat Rehabilitasi Stroke yang Sama... 66

4.4.10.Pengetahuan Responden Tentang Tenaga Medis yang berperan Dalam Upaya Rehabilitasi Stroke ... 66

4.4.11.Pengetahuan Responden Tentang Batas Waktu Upaya Rehabilitasi Stroke ... 67

4.4.12.Pengetahuan Responden Tentang Pola Hidup Sehat Penderita Stroke Yang Mengikuti Rehabilitasi Stroke ... 67

4.4.13. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi Stroke ... 68

4.5. Sikap Responden ... 69

4.5.2. Sikap Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi ... 69

4.5.3. Tingkat Sikap Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi ... 71

4.6. Tindakan Responden ... 71

4.6.2. Frekuensi Penderita Menjalani Upaya Rehabilitasi ... 71

4.6.3. Menaati Aturan Dokter Dalam Menjalankan Upaya Rehabilitasi ... 72

4.6.4. Berperan Sebagai Pendamping dan Penyemangat Bagi Penderita ... 72

4.6.5. Berperan sebagai Perawat Penderita Stroke ... 73

4.6.6. Berperan Sebagai Penghubung antara Penderita Dengan Petugas Rehabilitasi ... 73

4.6.7. Berperan Sebagai Pengubah Tata Ruang Rumah Sesuai Dengan Kondisi Penderita ... 74


(12)

4.6.8. Melibatkan Penderita Dalam Kegiatan kehidupan Sosial ... 74 4.6.9. Segabai Pendidik Bagi Penderita Untuk Membiasakan

Diri dengan Keadaan Baru ... 74 4.6.10.Mengikuti Psikoterapi Bersama Penderita ... 75 4.6.11.Memberi Kesempatan Kepada Penderita melakukan

Aktivitas sehari-hari di Rumah ... 75 4.6.12.Membiasakan Penderita Berjalan Pagi untuk

Mengaktifkan Aggota Gerak Bawah ... 76 4.6.13.Memperhatikan Perkembangan Kesehatan Penderita ... 76 4.6.14.Memberi Penghargaan bagi Penderita Ketika

Kemampuannya Meningkat ... 77 4.6.15.Menjauhkan Penderita dari faktor Resiko Stroke ... 77 4.6.16.Menjaga Pola Makan Penderita ... 77 4.6.17.Tingkat Tindakan Responden Terhadap Upaya

Rehabilitasi Stroke ... 78

BAB V PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Responden ... 79 5.2.Faktor Eksternal ... 81 5.3.Pengetahuan Responden ... 83

5.3.1. Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Rehabilitasi

Pasca Stroke ... 83 5.3.2. Pengetahuan Responden Tentang Pentingnya

Upaya Rehabilitasi bagi Penderita Pasca stroke ... 85 5.3.3. Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan yang

Dilakukan Dalam Upaya Rehabilitasi Stroke ... 86 5.3.4. Pengetahuan Responden Tentang Akibat Bagi Penderita

Jika Tidak Melakukan Upaya Rehabilitasi ... 87 5.3.5. Pengetahuan Responden Tentang Fungsi Terapi

Bicara Pada Penderita Pasca Stroke ... 88 5.3.6. Pengetahuan Responden Tentang Kenapa Penderita

Pasca Stroke Memerlukan Psikoterapi ... 89 5.3.7. Pengetahuan Responden Tentang Peran Keluarga

Terhadap Penderita Pasca Stroke Dalam Upaya

Rehabilitasi Stroke ... 90 5.3.8. Pengetahuan Responden Tentang Alasan Penderita

Mendapat Rehabilitasi yang Berbeda... 91 5.3.9. Pengetahuan Responden Tentang Alasan Penderita

Mendapat Rehabilitasi Stroke yang Berbeda ... 92 5.3.10.Pengetahuan Responden Tentang Tenaga Medis Yang

Berperan Dalam Upaya Rehabilitasi Stroke ... 93 5.3.11.Pengetahuan Responden Tentang Batas Waktu Upaya


(13)

Penderita Stroke Yang Mengikuti Rehabilitasi Stroke ... 95 5.3.13.Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Upaya

Rehabilitasi Pasca Stroke ... 96 5.4. Sikap Responden ... 98 5.4.1. Sikap Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi ... 98 5.4.2. Tingkat Sikap Responden Terhadap Upaya

Rehabilitasi ... 102 5.5.Tindakan Responden ... 103

5.5.1.Frekuensi Membawa Penderita Menjalankan

5.5.2.UpayaRehabilitasi ... 103 5.5.3. Menaati Aturan Dokter Dalam Menjalankan

Upaya Rehabilitasi ... 104 5.5.4. Berperan Sebagai Pendamping Bagi

Penderita ... 105 5.5.5. Berperan sebagai Perawat Penderita Stroke ... 106 5.5.6. Berperan Sebagai Penghubung antara

Penderita Dengan Petugas Rehabilitasi ... 107 5.5.7. Berperan Sebagai Pengubah Tata Ruag Rumah

Sesuai Dengan Kondisi Penderita ... 108 5.5.8. Melibatkan Penderita Dalam Kegiatan

kehidupan Sosial ... 109 5.5.9. Sebagai Pendidik Bagi Penderita Untuk

Membiasakan Diri dengan Keadaan Baru ... 110 5.5.10.Mengikuti Psikoterapi Bersama Penderita ... 110 5.5.11.Memberi Kesempatan Kepada Penderita

melakukan Aktivitas Fisik di Rumah ... 111 5.5.12.Membiasakan Penderita Berjalan Pagi untuk

Mengaktifkan Anggota Gerak Bawah ... 113 5.5.13.Memperhatikan Perkembangan Kesehatan

Penderita ... 114 5.5.14.Memberi Penghargaan bagi Penderita Ketika

Kemampuannya Meningkat ... 114 5.5.15.Menjauhkan Penderita dari faktor Resiko Stroke ... 115 5.5.16.Menjaga Pola Makan Penderita ... 116 5.5.17.Tingkat Tindakan Responden Terhadap Upaya

Rehabilitasi Stroke ... 117 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan ... 119 6.2.Saran ... 121 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 58

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suku ... 58

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 59

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hubungan Keluarga... 59

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden Tentang Upaya Rehabilitasi Stroke ... 60

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi informasi yang diperoleh Responden ... 60

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Jarak Antara Rumah dengan Fasilitas Rehabilitasi ... 61

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Rehabilitasi Stroke ... 61

Tabel 4.10.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat Melakukan Rehabilitasi Dini ... 61

Tabel 4.11.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Kegiatan yangDilakukan Dalam Upaya Rehabilitasi Stroke ... 62

Tabel 4.12.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Akibat bagi Penderita Jika Tidak Melakukan Upaya Rehabilitasi ... 63

Tabel 4.13.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Fungsi Terapi Bicara Pada Penderita Pasca Stroke ... 63

Tabel 4.14.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Kenapa Penderita Pasca Stroke Memerlukan Psikoterapi Dalam Upaya Rehabilitasi ... 64 Tabel 4.15.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden


(15)

Tabel 4.16.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Apakah Penderita Pasca Stroke Melakukan Rehabilitasi

yang Sama ... 65 Tabel 4.17.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang

Alasan Penderita Mendapat Tidak Mendapatkan Rehabilitasi

Stroke yang Sama ... 66 Tabel 4.18.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden

Tentang Tenaga Medis dalam Upaya Rehabilitasi Stroke... 66 Tabel 4.19.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang

Batas Waktu Upaya Rehabilitasi Stroke ... 67 Tabel 4.20.Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pola

Hidup Sehat Bagi Penderita Pasca Stroke Yang Mengikuti

Rehabilitasi Pasca Stroke... 67 Tabel 4.21.Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden ... 68 Tabel 4.22.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap

Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi ... 69 Tabel 4.23.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat

Sikap Responden Terhadap Upaya Rehabilitasi ... 71 Tabel 4.24.Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi

Penderita Menjalani Upaya Rehabilitasi ... 71 Tabel 4.25.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Menaati

Aturan Dokter Dalam Menjalankan Upaya Rehabilitasi ... 72 Tabel 4.26.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Berperan

Sebagai Pendampingagi Penderita ... 72

Tabel 4.27.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Berperan

Sebagai Perawat Penderita Stroke ... 73 Tabel 4.28.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Berperan

Sebagai Penghubung antara Penderita Dengan Petugas

Rehabilitasi ... 73 Tabel 4.29.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Berperan Sebagai


(16)

Tabel 4.30.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Melibatkan Penderita Dalam Kegiatan kehidupan Sosial ... 74 Tabel 4.31.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Sebagai

Pendidik Bagi Penderita Untuk Membiasakan Diri dengan

Keadaan Baru ... 74 Tabel 4.32.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan

Mengikuti Psikoterapi Bersama Penderita ... 75

Tabel 4.33.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Memberi Kesempatan Kepada Penderita melakukan Aktivitas

Sehari-hari di Rumah ... 75

Tabel 4.34.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan

Membiasakan Penderita Berjalan Pagi untuk Mengaktifkan

Anggota Gerak Bawah... 76 Tabel 4.35.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan

Memperhatikan Perkembangan Kesehatan Penderita ... 76 Tabel 4.36.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Memberi

Penghargaan Bagi Penderita Ketika Kemampuannya Meningkat ... 77 Tabel 4.37.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Menjauhkan

Penderita Dari Faktor Resiko Stroke ... 77 Tabel 4.38.Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Menjaga

Pola makan Penderita ... 77 Tabel 4.39.Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan


(17)

ABSTRAK

Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa.

Rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk pengembangan fungsi otak, komplikasi dapat dicegah serta kecacatan lebih lanjut dapat dihindari sehingga penderita dapat mendiri tanpa tergantung pada orang lain. Peranan keluarga sangat penting , karena anggota keluarga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan penderita.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita pasca stroke yang melakukan upaya rehabilitasi di RS St. Elisabath Medan Tahun 2010 yaitu sebanyak 110 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive Sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar 36 orang (69,2%) memiliki tingkat pengetahuan pada kategori “baik”. Sebagian besar responden yaitu sebesar 48 orang (92,3%) memiliki tingkat sikap pada kategori “baik”. Sebagian besar responden yaitu sebesar 40 orang (76,9%) memiliki tingkat tindakan pada kategori“baik”.

Diharapkan kepada keluarga untuk memberikan dukungan kepada penderita pasca stroke dan tetap menggunakan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan penderita pasca stroke. Diharapkan kepada instalasi terkait yaitu RS St. Elisabeth untuk memberikan informasi lebih banyak lagi kepada keluarga pasien tentang upaya rehabilitasi supaya meningkatkan pengetahuan keluarga dan menimbulkan motivasi untuk tetap menggunakan fasilitas kesehatan


(18)

ABSTRACT

The number of people who suffered from stroke tends to increase continuously every year; it not only attacked the elderly, but also those who are still young and productive. Presently Indonesia is listed as the country with the greatest percentage of stroke sufferers in Asia. Economically, stroke incident has bad effects on being handicap because stroke will give effect on the decrease of community and national productivity and economic capability

Medical rehabilitation is badly needed to develop the brain function, complication can be hindered and prevented further handicap so that the sufferer will not be depended on others. The role of the family is very important because the family members greatly influenced the patient’s response toward the illness he suffers and family members will also determine the success or failure of the patient’s recovery.

This research is descriptive and uses the quantitative approach to get the picture of the family behavior toward the post stroke patient in his rehabilitation efforts. The population of this research is the whole family members of the post stroke patients who have made rehabilitation efforts in the St. Elisabeth Hospital Medan in the year 2010 which consists of 110 people. The technique of taking the sample is by using purposive sampling. The data are collected through interviews guided by a questionnaire.

From the result of the research it is found that most respondents, which is 36 people (69,2%) has “good” level of knowledge. A great number of respondents consisting 48 people (92.3%) has “good” attitude. Other respondents consisting of 40 (76.9%) has “good” response for action.

It is expected that family should give support to the post stroke patients and use the health facility to promote the health for the post stroke patients. It is expected that the Institution which is St. Elisabeth Hospital to give more information to patients’ families about the rehabilitation efforts so that it will promote family knowledge and produce motivation to use health facilities.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dari menurunnya angka kesakitan, angka kematian bayi, serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada tahun 1983 UHH sebesar 58 tahun dan tahun 1988 meningkat menjadi 63 tahun. Proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua (aging populatio) (Depkes, 2003).

Menurut WHO (1990), tiga penyebab kematian utama yaitu penyakit jantung koroner, diare dan stroke, dua diantaranya adalah penyakit tidak menular. Pada tahun 2000 di laporkan 61% penyebab kematian kematian adalah akibat penyakit tidak menular dan 39% akibat penyakit menular serta penyakit lainnya. Saat ini perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat, karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Pada tahun 1998, WHO melaporkan 60% kematian dan 43% kasus penyakit di dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular, dan diperkirakan pada tahun 2020 kematian ini akan meningkat menjadi 73% dan kasus penyakit menjadi 60% ( Pradono, 2003).


(20)

Stroke merupakan masalah kesehatan yang amat penting di negara maju dan sebagai penyebab kematian, menduduki tempat kedua sesudah serangan jantung. Sekitar satu dari tiga orang penduduk akan mengalami stroke dan satu dari tujuh penduduk mungkin akan meninggal karena serangan ini. Biaya perawatan stroke sangatlah besar, di Inggris dan Belanda misalnya, setiap tahun mencapai biaya sebesar ±5% dari seluruh anggaran kesehatan (Sjahrir,H., 2003).

Menurut WHO (2003) ,tercatat lebih dari 4,6 juta meninggal di seluruh dunia, dua dari tiga kematian terjadi di negara yang sedang berkembang. (Siswono, 2003). Penelitian Victor dan Rooper (2000) memperkirakan 750.000 orang Amerika menderita stroke dan 160.000 orang diantaranya meninggal setiap tahun. Hal ini juga terjadi di Colombus. Dari seluruh jumlah ini, berdasarkan statistik, sepertiganya akan mengalami kematian pada bulan pertama semenjak terkena serangan sehingga menempatkan stroke sebagai penyebab kematian ketiga terbesar pada saat ini di Amerika Serikat (Simberg E.F., 1998).

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama di Indonesia. Data stroke secara akurat dan lengkap belum ada, namun diperkirakan insiden stroke cenderung meningkat seiring meningkatnya umur harapan hidup dan penyakit yang merupakan faktor resiko stroke (Siregar, F.A, 2005).

Menurut hasil penelitian terhadap semua kasus kematian yang ditemukan dalam SKRT 1995 dan SURKESNAS 2001 bahwa proporsi penyakit sistem sirkulasi


(21)

merupakan urutan pertama dari sepuluh penyebab utama kematian di Indonesia, dimana pada SKRT 1995, proporsi penyakit sistem sirkulasi sebesar 18,9% dan pada SURKESNAS 2001 sebesar 26,4%. Dari hasil SKRT tahun 2001 stroke merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia dengan proporsi 11,5%.

Pada tahun 2003, pada pengumpulan data dari 28 rumah sakit di Indonesia di dapat bahwa usia rata-rata pasien stroke adalah 58,8 tahun, 38,8% diantaranya berumur 65 tahun dan 12,9% terjadi pada usia muda atau produktif yaitu dibawah usia 45 tahun (Madiyono, dkk, 2003).

Jumlah penderita stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Secara ekonomi, insiden stroke berdampak buruk akibat kecacatan karena stroke akan memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan kemampuan ekonomi masyarakat dan bangsa (Yastroki, 2009).

Berdasarkan data Klub Stroke di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 1995 jumlah anggota adalah 30 orang. Namun, pada tahun 2005 jumlah anggota klub aktif maupun tidak aktif mencapai 504 orang. Beberapa tahun terakhir ada kecenderungan rentang usia orang yang terkena serangan stroke semakin luas (Hamzah, 2006).

Berdasarkan penelitian Suyono, dkk., dari data yang sudah diklasifikasikan bulan Januari-Juni 2002 di instalasi Radiologi Dr. Moewardi Solo didapat 194


(22)

penderita stroke. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dari perempuan yaitu kira-kira 3:2, dengan laki-laki sebanyak 116 pasien (59,79%) dan perempuan 78 pasien (40,21%). Hal ini kemungkinan berhubungan dengan obesitas, merokok dan gaya hidup yang dapat menambah kemungkinan terjadi pembekuan darah. Stroke yang mengancam penderita ada 2 (dua) jenis yaitu Stroke Iskemik dan Stroke Haemoragik. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien stroke iskemik lebih sering dijumpai dari pada stroke haemoragik. Hal yang sama juga dilaporkan Semekta Subowo pada tahun 2002 yang mengemukakan bahwa sekitar 75% pasien stroke merupakan stroke iskemik (Suyono, dkk., 2003).

Stroke menimbulkan permasalah yang kompleks baik dari segi kesehatan, ekonomi maupun sosial serta membutuhkan penanganan komprehensif termasuk upaya pemulihan dalam jangka waktu yang lama bahkan sepanjang sisa hidup pasien. Dalam pengobatan stroke diharapkan pengobatan yang segera dan semaksimal mungkin karena jaringan saraf sangat rawan terhadap iskemik (Harsono, 2000).

Rehabilitasi medik pada penderita di mulai sedini mungkin, semakin dini dimulai semakin besar pengembangan fungsinya, komplikasi dapat dicegah serta kecacatan lebih lanjut dapat dihindari sehingga penderita dapat mendiri tanpa tergantung pada orang lain (Harsono, 2000).

Untuk mencapai hal ini, peranan keluarga sangat penting , karena anggota keluarga sangat mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan keluarga ikut berperan terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan


(23)

penderita (Harsono, 2000). Dalam penelitian yang dilakukan Irdawati (2009), terdapat hubungan antara pengetahuan keluarga penderita stroke terhadap tingkat kesehatan penderita stroke itu sendiri. Rendahnya tingkat pengetahuan keluarga tentang stroke menyebabkan meningkatnya tingkat keparahan, pasien tidak memiliki kemandirian, terjadi serangan ulang bahkan menyebabkan kematian.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 2.065 orang penderita stroke di 28 rumah sakit di Indonesia pada bulan Oktober 1996 s/d Maret 1997 dengan manajemen stroke yang baik dan peran keluarga yang positif maka lama rawat di rumah sakit dapat lebih singkat dan kesembuhan pasien dapat tercapai seoptiomal mungkin (Yusuf, M., 1999).

Dalam penyembuhan stroke sering dijumpai masalah dari segi keluarga antara lain adalah kurangnya informasi yang diperoleh keluarga tentang stroke, baik bersifat preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Menurut ketua Yayasan Stroke (Yastroki) laksamana Sudomo, usaha pencegahan stroke masih relatif rendah, kemampuan dan kesiapan khususnya masa akut perawatan dan rehabilitasi pasca stroke masih sangat terbatas baik perawatan yang dilakukan di rumah sakit, dalam keluarga maupun yang berbasis masyarakat. Demikian pula kepedulian dan perhatian serta apresiasi masyarakat terhadap insan pasca stroke juga masih kurang, termasuk belum terlaksananya kebijakan terhadap aksesibilitas sarana dan fasilitas umum bagi penyandang cacat (insability) insan pasca stroke (Yastroki, 2009).

Keluarga sering menghabiskan waktu, dana untuk tindakan pengobatan yang belum terbukti khasiatnya dan tiadanya dana untuk biaya pengobatan penderita.


(24)

Banyak pasien stroke yang mengalami depresi. Rasa cemas berlebihan, mudah tersinggung, cepat marah dan rendah diri. Oleh karena itu, sangat diharapkan dukungan dan kesabaran dari anggota keluarga untuk merawat penderita pasca stroke.

Keluarga sering memberi bantuan dan perlindungan yang tidak proporsional sehingga menghambat pengembalian menuju mandiri dan sebaliknya banyak penderita stroke kurang mendapat perhatian dari keluarga sehingga kesembuhan tidak tercapai.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin meneliti bagaimana gambaran peran keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan.

1.2.Perumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan masalah yaitu belum diketahui gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.


(25)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor internal (jenis kelamin, umur, suku, pendidikan) keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.

2. Untuk mengetahui faktor eksternal (media informasi, petugas kesehatan, fasilitas kesehatan) keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.

3. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.

4. Untuk mengetahui sikap keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.

5. Untuk mengetahui tindakan keluarga terhadap penderita pasca stroke dalam upaya rehabilitasi di RS St. Elisabeth Medan tahun 2010.

1.4.Manfaat penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya keluarga penderita pasca stroke dalam proses penyembuhan yang lebih optimal.

2. Masukan kepada pengelola rumah sakit dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan rehabilitasi medik.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Pengertian keluarga

Defenisi yang di kemukakan oleh Departemen Kesehatan 1988 adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy, 1998).

Menurut Burges, dkk (1963) membuat defenisi yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :

1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi.

2. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagi rumah mereka.

3. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari.

4. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri. (Friendman, Marlin, M., 1998)


(27)

Family Service Amerika (1998), mendefenisikan keluarga dalam suatu cara yang komprehensip, yaitu sebagai dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan keintiman (Friendman, Marlin, M., 1998).

Pengertian yang dikemukakan oleh Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friendman, Marlin, M., 1998).

Dari defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah :

1. Unit terkecil masyarakat

2. Terdiri dari dua orang atau lebih

3. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah 4. Hidup dalam satu rumah tangga

5. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga 6. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga

7. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing 8. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.

2.1.2. Ciri-ciri Struktur Keluarga

Adapun ciri-ciri struktur keluarga adalah :


(28)

2. Ada keterbatasan, setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugas masing-masing. 3. Adanya perbedaan dan kekhususan, setiap anggota keluarga mempunyai peranan

dan fungsi masing-masing (Effendy, N, 1998).

2.1.3. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut :

1. Fungsi biologis

Untuk meneruskan keturunan.

Memeliharan dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Memelihara dan merawat keluarga. 2. Fungsi psikologis

Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

Memberikan perhatian diantara anggota keluarga. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. Memberikan identitas keluarga.

3. Fungsi sosialisasi

Membina sosialisasi pada anak.

Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak.


(29)

Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga. 4. Fungsi ekonomi

Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pengatur pengguna penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya. 5. Fungsi pendidikan

Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.

Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

Menurut Bailon dan Maglaya (1978), keluarga yang berfungsi sehat juga harus mampu melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu antara lain :

1. Mengenal masalah kesehatan

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

3. Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit. 4. Mempertahankan suasana lingkungan rumah yang sehat. 5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.


(30)

2.2.Peranan Keluarga Terhadap Penderita Pasca stroke

Health care activities, health beliefs, dan health values merupakan bagian yang dipelajari dari keluarga. Sehat dan sakit merupakan bagian dari kehidupan dan dapat dipelajari individu dari keluarga. Friendman (1992) mengidentifikasi dengan jelas kepentingan pelayanan keperawatan yang terpusat pada keluarga (family centered nursing care), yaitu :

1. Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya (interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka anggota keluarga lain juga merupakan bagian yang sakit.

2. Adanya hubungan yang kuat antara keluarga dengan status kesehatan anggotanya, maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan keperawatan.

3. Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat signifikan dengan aktivitas di dalam promosi kesehatannya.

4. Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi masalah yang sama pada anggota yang lain. (Awie, 2008)

Pentingnya peran keluarga dalam perawatan penderita pasca stroke dapat dipandang dari berbagai segi yaitu :

Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya


(31)

disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota.

Berbagai pelayanan kesehatan bukan tempat penderita seumur hidup tetapi hanya fasilitas yang membantu pasien dan keluarga mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, menanggulangi berbagai masalah dan mempertahankan keadaan adaptif.

Salah satu faktor penyebab terjadinya stroke berulang adalah keluarga tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah (Irdawati, 2009).

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga berperan penting dalam proses pemulihan dan penyesuaian kembali setiap penderita stroke. Oleh karena itu, peran serta keluarga dalam proses pemeliharaan dan pencegahan terjadinya serangan ulang sangat diperlukan.

Sangat diharapkan bahwa keluarga dapat membantu pemulihan penderita stroke. Untuk itu terlebih dahulu diperlukan sikap saling pengertian antara dokter, perawat, fisioterapist, tim rehabilitasi lainnya dengan keluarga perihal keadaan penderita. Tidak jarang terjadi keadaan buntu yang mengakibatkan pulang paksa, keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Yang sering terjadi adalah dana yang kurang untuk membiayai pengobatan. Biasanya hal ini berakhir pada hak sepenuhnya pada penderita atau keluarga (Harsono, 2000).

Kadang-kadang ada usulan dari pihak keluarga untuk menambah pengobatan dari luar medis, hal ini harus di bicarakan dahulu dengan dokter yang merawat. Terkadang timbul pertentangan antara keluarga dan dokter karena bisa mengakibatkan


(32)

komplikasi pada penderita sehingga mengakibatkan pulang paksa, pindah rumah sakit atau minta ganti dokter (Harsono, 2000).

Kerusakan otak pasca stroke bagi penderita meminta perhatian besar baik bagi penderita, keluarga dan masyarakat kerena menghambat kemampuan fungsional mulai dari aktivitas bergerak, mengurus diri : kegiatan sehari-hari dan berkomunikasi. Bagi penderita, mengalami stroke merupakan pukulan bagi dirinya yang menimbulkan krisis sosial dan emosional. Ia ingin mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai masalah kesehatannya, implikasinya serta petunjuk penyesuaian terhadap masalah tersebu ( Lumban Tobing, SM., 1998).

Penderita yang tadinya aktif, dapat bekerja, dapat berjalan, berbicara, memberi nasehat, memberi biaya tiba-tiba tidak berdaya, pingsan, lemah, tergeletak di tempat tidur, harus menginap di rumah sakit. Penyakit ini memaksa penderita menjadi tergantung kepada orang lain, dalam kebutuhan dasar tertentu juga menimbulkan depresi dan berkurangnya harga diri. Mungkin penderita tidak mampu lagi membiaya dirinya sendiri dan tanggungan (bagi kepala keluarga) jika anak-anaknya masih belum dewasa dan mandiri ( Lumban Tobing, SM., 1998).

Keluarga merupakan sistem pendukung utama memberi pelayanan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) anggota keluarga. Oleh karena itu, asupan pelayanan/perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan pasien, tetapi juga bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga tersebut (Effendy, 1998)


(33)

Dari uraian diatas maka peranan keluarga terhadap penderita stroke adalah :

2.2.1. Berperan Sebagai Perawat

Ketika anggota keluarga mengalami sakit yang menimbulkan kecacatan, maka ada peran yang menjadi primer yaitu perawat. Memberikan perawatan kepada penderita karena tidak dapat mengurus dirinya sendiri dalam membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya seperti makan, minum, berpakaian, berpindah, berjalan.

2.2.2. Berperan sebagai Pendukung

Keluarga memberi dorongan/dukungan agar penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh pemulihan kesehatan dengan sebaik-baiknya. Memberi dorongan pada saat mulai latihan fisik yang merupakan hal yang cukup menyiksa penderita, namun demikian penderita harus selalu didorong untuk berani berlatih. Kemudian memberi dorongan untuk tetap aktif dalam kegiatan sehari-hari ditengah-tengah keluarga dan masyarakat.

2.2.3. Berperan Sebagai Penghubung/Komunikasi

Keluarga mengadakan komunikasi efektif dengan penderita, petugas kesehatan, sehingga terjalin hubungan kerja sama yang baik sehingga tercipta suasana saling percaya dan keterbukaan antara pasien dengan keluarga dan petugas kesehatan (dokter, perawat, fisioterapist, terapi wicara, dll).


(34)

Hubungan yang saling percaya antara pasien, keluarga dengan petugas kesehatan merupakan dasar utama untuk membantu mengungkapkan dan mengenal perasaannya, mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya, mencari alternatif pemecahan masalah serta mengevaluasi hasilnya. Proses ini harus dilalui oleh pasien dan keluarga sehingga keluarga dapat membantu pasien dengan cara yang sama pada saat dirumah.

2.2.4. Berperan Sebagai Pendidik

Dalam upaya belajar untuk hidup dengan kecacatan permanen, pasien diajarkan program Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) agar penderita dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri atau tanpa bantuan orang lain, misalnya : tata cara makan, berpakaian, mandi, tidur, juga melatih penderita dalam mobilisasi, berkomunikasi, melakukan latihan anggota gerak atas dan bawah secara pasif sampai penderita mempu menggerakkan sendiri.

2.2.5. Berperan Sebagai Pengubah Lingkungan/Terapi Lingkungan

Menipulasi lingkungan, terdiri dari merubah lingkungan, pengaturan tata ruangan agar penderita mudah melakukan aktivitas secara efisien. Ciptakan ruangan yang memberi ketenangan dan menyenangkan, suara tidak ribut/berisik, cahaya yang terang benderang, banyak orang, kegiatan dan kesibukan yang berlebihan dan menjauhkan fasilitas yang menimbulkan bahaya. Usahakan mengurangi stimulus


(35)

lingkungan yang mengakibatkan gangguan. Usahakan agar ciptakan waktu untuk istirahat sehingga pasien rileks dan tenang.

2.2.6. Berperan Sebagai Pengambil Keputusan

Dalam peran ini keluarga menentukan pencarian sumber-sumber yang penting. Keluarga mempunyai kontrol substansial terhadap keputusan apakah keluarga yang sakit akan mendapatkan layanan kuratif atau preventif. Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai pasien, keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan anggotanya.

2.2.7. Berperan Sebagai Pencari Sumber Dana

Keluarga berperan mencari sumber dana untuk biaya pengobatan penderita dan untuk menghindari ketiadaan dana untuk biaya pengobatan.

2.3.Stroke 2.3.1. Defenisi

Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.


(36)

WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemoragik.

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. 2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.

2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

2.3.2. Tanda dan Gejala-gejala Stroke


(37)

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

2. Cerebral cortex: aphasia ( kehilangan kaemampuan memakai atau memahami kata-kata),apraxia (tidak mampu melaksanakan instruksi-instruksi), verbal apraxia (lupa membentuk mulut , bibir dan lidah agar dapat mengeluarkan kata secara baik dan benar), daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

2.3.3. Letak Kelumpuhan Akibat Serangan Stroke 1. Kelumpuhan sebelah kiri (Hemiparesis sinistra)

Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono, 1996).


(38)

Kerusakan pada sisi sebelah kiri otak yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tubuh bagian kanan. Penderita ini biasanya mempunyai kekurangan dalam kemampuan komunikasi verbal. Namun persepsi dan memori visuomotornya sangat baik, sehingga dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperhatikan tahap demi tahap secara visual. Dalam komunikasi kita harus lebih banyak amenggunakan body language ( bahasa tubuh) (Harsono, 1996).

3. Kelumpuhan kedua sisi ( Paraparesis)

Karena adanya sclerosis pada banyak tempat, penyumbatan dapat terjadi pada dua sisi yang mengakibatkan kelumpuhan satu sisi dan di ikuti satu sisi lain. Timbul gangguan pseudobulber (biasanya hanya pada vaskuler) dengan tanda-tanda hemiplegic dupleks, sukar menelan, sukar berbicara dan juga mengakibatkan kedua kaki sulit untuk digerakkan dan mengalami hiperaduksi (Markam, 1992).

2.3.4. Faktor Penyebab Stroke. 1. Faktor yang tidak dapat dikontrol

a. Usia

Setiap manusia akan bertambah umurnya, dengan demikian kemungkinana terjadinya stroke semakin besar. Pada umumnya resiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam tahun berikutnya. b. Jenis kelamin


(39)

Pria memiliki kecenderungan lebih besar terkena serangan stroke dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1.

c. Ras/suku bangsa

Para pria kulit hitam lebih cenderung lebih rawan daripada para pria kulit putih.

d. Faktor keturunan

Seseorang yang mempunyai riwayat stroke dalam keluarganya, menjadi seseorang yang beresiko tinggi terkena serangan stroke.

2. Faktor yang dapat di kontrol a. Hipertensi

Faktor ini merupakan resiko utama terjadinya stroke ekkemik dan pendarahan, yang sering disebut the silent killer, karena hipertensi meningkatkan terjadinya stroke sebanyak 4-6 kali. Makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke semakin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak.

b. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus atau kencing manis sama bahayanya dengan hipertensi, yaitu sering menjadi salah satu penyebab timbulnya stroke. Gula darah yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan endotel pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Pada pria yang menderita diabetes mellitus, cenderung berada pada posisi yang beresiko tinggi akan terkena serangan stroke daripada mereka yng tidak menderita diabetes mellitus, sekalipun penyakit mereka dibawah pengawasan. Pada


(40)

orang yang menderita diabetes mellitus, resiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar.

c. Penyakit jantung

Hubungan kausal antara beberapa jenis penyakit jantung dan stroke telah dapat dibuktikan. Gagal jantung kongestif dan penyakit jantung koroner mempunyai peranan penting dalam terjadinya stroke. Dua pertiga dari orang yang mengidap penyakit jantung kemungkinan akan terkena serangan jantung.

d. Merokok

Merokok meningkatkan terjadinya stroke hampir dua kali lipat. Adapun perokok pasif beresiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, disamping itu juga mempengaruhi komposis darah sehingga mempermudah terjadinya proses penggumpalan darah (stroke non haemoragik)

e. Obesitas

Obesitas merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Berat badan yang terlalu berlebihan menyebabkan adanya tambahan beban ekstra pada jantung dan pembuluh-pembuluh darah, hal ini akan semakin meningkatkan terkena stroke.

f. Alkohol


(41)

darah tepi, saraf otak dan lain-lain. Peminum berat alkohol dapat meningkatkan resiko terkena stroke 1-3 kali lebih besar

g. Hipekolesterolemik

Kondisi ini dapat merusak pembuluh darah dan juga menyebabkan jantung koroner. Kolesterol yang tinggi akan membentuk plak didalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun diotak (Shimberg, 1998).

2.3.5. Akibat Stroke.

Penurunan parsial total gerakan lengan dan tungkai, 90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat, 70% menderita depresi, 30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namun kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan.

Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat (Pinzon, 2009).


(42)

2.3.6. Pasca Stroke.

Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dalma waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat.

Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke (Pinzon, 2006).

2.3.7. Upaya Pencegahan Stroke 1. Pencegahan primordial

Upaya pencegahan primordial adalah upaya yang dimaksudkan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit stroke tidak meningkat dengan adanya dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor resiko lainnya, misalnya kebersihan lingkungan, yaitu terbebas dari polusi seperti asap rokok yang dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah. Hal ini didukung dengan peraturan pemerintah tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti dilarang merokok ditempat umum terutama ruangan ber-AC dan pada bungkus rokok.

Hal ini juga bisa dimulai dari membiasakan anak-anak untuk lebih memilih makanan-makanan tradisonal yang lebih aman dari zat-zat pengawet dan membatasi mengkonsumsi makanan-makanan siap saji sehingga dapat mengurangi resiko stroke.


(43)

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :

a. Gaya hidup : Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

b. Lingkungan : kesadaran atas stress kerja, kemungkinan gangguan Pb, c. Biologi : perhatian terhadap faktor resiko biologis ( jenis kelamin, riwayat

keluarga) efek aspirin.

d. Palayanan kesehatan : health education dan pemeriksaan tensi, mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit vaskuleraterosklerotik.

3. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :

a. Gaya hidup : manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti merokok, penyesuaian gaya hidup

b. Lingkungan : penggantian kerja jika diperlukan, family counseling c. Biologio : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping


(44)

4. Pencegahan tersier

Tujuan pencegahan adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pencegahan tersier yang bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan fisik, ekonomi dan kemampuan untuk bekerja seoptimal mungkin (Thomas, 1995).

2.4.Rehabilitasi Medik Pada Penderita stroke 2.4.1. Defenisi Rehabilitasi

Rumusan Departemen Kesehatan tentang rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. (Depkes RI, 1983).

2.4.2. Tujuan Rehabilitasi

Adapun tujuan rehabilitasi medik bagi penderita pasca stroke adalah : 1. Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.


(45)

2. Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan aktivitas sosial.

3. Dapat melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari (Moestari, 1987).

2.4.3. Tim Rehabilitasi Medik

Tim rehabilitasi medik dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu :

1. Dokter rehabilitasi medik sebagai ketua tim yang menyusun program rehabilitasi. 2. Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, untuk mencegah

komplikasi sarta memperpendek masa pemulihan. Latihan buang air besar/kecil, aktivitas sehari-hari, transfer, mobilisasi bersama fisioterapis dan terapi okupasi dilakukan di bangsal

3. Fisioterapist, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu sesuai keadaan pasien.

4. Okupational Terapist, memeriksa, mengevaluasi dan menyusun program yang berhubungan dengan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) misalnya cara makan, menulis, berpakaian, membersihkan diri sendiri, dll.

5. Pekerja sosial medik, mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan keluarganya selama dirawat, di rumah dan di masyarakat serta sumber daya yang dipunyainya.


(46)

7. Psikologi, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk keluarganya.

8. Ortotik prostetik, mengevaluasi dan mengadakan alat-alat bantu yang telah disesuaikan guna memperbaiki aktivitas.

9. Penderita dan keluarga, melengkapi tim rehabilitasi. Diskusi yang memadai mengenai penyakit dan deficit neurologic adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya.

2.4.4. Kegiatan Rehabilitasi

Hal-hal yang dilakukan diantaranya : 1. Terapi fisik/Fisioterapi

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan dan mengoptimalkan pengobatan medis. Terapi awalnya adalah pasien dilatih untuk mengangkat kepala, duduk dan berdiri, kemudian latihan ditingkatkan dengan memberikan rangsangan yang maksimal pada sisi yang lumpuh.

Mobilitas adalah hal yang menyebabkan sesuatu bergerak (Ramali, Pamoentjak, 1996). Tujuan mobilisasi dalam rehabilitasi stroke menurut Hoeman (1996) adalah :


(47)

Memperbaiki fungsi pernafasan dan sirkulasi.

Menggerakkan seseorang secara dini pada fungsi aktivitas meliputi gerakan ditempat tidur, duduk, berdiri, dan berjalan.

Mencegah masalah komplikasi.

Meningkatkan kesadaran diri dari bagian hemiplegik. Meningkatkan control dan keseimbangan duduk dan berdiri. Memaksimalkan aktivitas perawatan diri (Purwanti, 2008).

Pasien stroke harus dimobilisasi sebagai rehabilitasi pada tahap awal, bila kondisi klinis neurologi dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterafi pasif pada pasien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur (Mansjoer, dkk, 2000).

a. Pelaksanaan Mobilitasi dini pada posisi tidur

Pada posisi terlentang, posisi kepala, leher dan punggung harus lurus. Letakkan bantal dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar kea rah luar, siku dan perelangan tangan agak ditinggikan. Letakkan pula bantal dibawah paha yang lumpuh dengan posisi agak memutar kearah dalam, lutut agak ditekuk.

Miring kesisi yang sehat. Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang lumpuh diletakkan didepan, dibawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut ditekuk.


(48)

Miring kesisi yang lumpuh. Lengan yang lumpuh menghadap pastikan bahu pasien tidak memutar secara berlebuhan. Tungkai agak ditekuk, tungkai yang sehat menyilang diatas tungkai yang lumpuh dengan diganjal bantal.

b. Latihan gerakan sendi (range of motion)

Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk melakukan gerakan (Hoeman, 1996) dan pada intinya tidak ada ketidaknyamanan. Menggambarkan gerakan sistematik, dengan rangkaian urutan pada setiap tahap. Latihan dilakukan 3 rangkaian dan dilakukan 2 kali sehari (Kozier, 1995).

Latihan gerak pasif adalah perawat menggerakkan anggota gerak dan memerintahkan keikutsertaan penderita agar terjadi gerakan penuh (Hoeman, 1996).

2. Terapi bicara

Penderita dianjurkan memulihkan kemampuan bicaranya dengan mengemukakan segala hal yang ingin dia katakan walaupun timbul berbagai kesulitan dalam mengemukakannya kepada orang lain. Dalam hal ini, peran keluarga sangat besar untuk tetap aktif mengajak penderita berbicara layaknya orang sehat. Hal ini khususnya dilakukan untuk penderita stroke yang mengalami gangguan pada pusat bicara (lesi broka).

3. Psikoterapi

Ada beberapa hal yang dirasakan oleh penderita yang selamat dari stroke beberapa tahun kemudian, diantaranya perasaan capai yang berlebihan, jadi pemarah,


(49)

depresi dan stress. Hal ini dapat dijalani dengan menjalani kehidupan santai dan rileks dan bagi keluarga dianjurkan untuk terapi mengikutkan penderita dalam diskusi dan pengambilan keputusan agar penderita merasa bahwa dia masih dihargai dalam keluarga.

2.4.5. Tahap Rehabilitasi

Upaya rehabilitasi yang diberikan adalah mulai dari stadium akut, sub akut dan kronik.

1. Rehabilitasi stadium akut

Program yang dijalankan oleh tim rehabilitasi medik, biasanya latihan aktif dimulai dari sesudah prosesnya stabil, 24-27 jam sesudah serangan. Bila disertai kesulitan berbicara maka Speech Test (ST) atau terapi wicara dapat dilakukan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut. Psikolog dan pekerja sosial medik (PSM) diperlukan untuk mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga.

2. Rehabilitasi stadium sub akut

Pada stasium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Pada pasca stroke pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan cara pengaturan posisi dan stimulus sesuai dengan kondisi pasien.


(50)

Terapi ini biasanya sudah dimulai pada akhir stadium sub akut dengan melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin. Anggota keluarga harus terlibat dalam proses pemulihan karena ahli fisioterapi tidak dapat melakukan pekerjaannya tanpa bantuan keluarga dan penderita stroke juga memerlukan dukungan serta dorongan dari keluarganya untuk tetap semangat (Purwanti, 2008).

2.4.6. Prinsip Rehabilitasi

Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu :

1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita untuk pertama kalinya.

2. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi.

3. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita 4. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan

5. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan

6. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang 7. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.

2.5.Konsep Perilaku


(51)

seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri. Yang juga disebut sebagai faktor internal sebagai terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan.

Dengan kata lain, setiap mahluk hidup mempunyai perilaku didalam kehidupan dan salah satu yang terpenting adalah perilaku kesehatan. Menurut Skinner dalam Notoadmodjo (2005) perilaku kesehatan (healthy behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang memepengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Perilaku kesehatan ini di kelompokkan menjadi dua, yakni :

1. Perilaku sehat agar tetap sehat dan meningkatkan perilaku kesehatan, mencakup perilaku dalam mencegah atau menghindar dari penyebab penyakit (perilaku preventif) dan perilaku dalam mengupayakan peningkatan kesehatan (perilaku promotif)

2. Perilaku orang sakit yaitu untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya yang disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan. Pencarian pelayanan keehatan ini adalah fasilitas pelayanan kesehatan baik fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal) atau fasilitas pelayanan kesehatan modern atau professional (rumah sakit, puskesmas, poliklinik,dsb).

Becker (1979) dalam Notoadmodjo (2005) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, dan membedakannnya menjadi tiga, yaitu:


(52)

1. Perilaku kesehatan (healthy behavior)

Kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain :

a) Makan dengan menu seimbang

b) Kegiatan fisik secara teratur dan cukup

c) Tidak merokok dan minum minuman keras serta menggunakan narkoba d) Istirahat yang cukup

e) Pegendalian atau manajemen stress

f) Perilaku atau gaya hidup yang positif terhadap kesehatan

2. Perilaku sakit (illness behavior)

Berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan/atau yang terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, yang mencari penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan lainnya. Ada beberapa perilaku yang muncul, antara lain :

a) Didiamkan saja (no action)

b) Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication)

c) Mencari penyembuhan keluar yakni fasilitas pelayanan kesehatan (tradisional dan modern)


(53)

Dari segi sosiologi, orang yang sedang sakit mempunyai peran (roles), yang mencakup hak-haknya (rights), dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Perilaku peran orang sakit antara lain :

a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan

b) Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk memperoleh kesembuhan.

c) Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasehat-nasehat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.

d) Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan. e) Melakukan kewajiban agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya.

Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk didalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.


(54)

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu kedalam 3 domain (ranah/kawasan), meskipun kawasan-kawassan itu tidak mempunyai batasan, yaitu : a). kognitif ( cognitive ), b). Affektif ( affective), c). Psykomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :

1. Pengetahuan ( Knowledge). 2. Sikap ( Attitude )

3. Praktek atau Tindakan ( Practice )

2.5.1. Pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.

Sedangkan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :


(55)

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Memahami ( Comperehension ) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami objek atau materi dan harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication ) diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lainnya. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan penelitian dan lain-lain.

4. Analisis (Analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek tehadap komponen – komponen tetapi masih dalam suatu organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dalam penggunaan kata-kata kerja, seperti menggambarkan, memisahkan, mengelompokkan, membedakan dan sebagainya.


(56)

5. Sintetis ( Syntetis) menunjuk kepada suatu kemampuan yang meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang baru. Misalnya, dapat menyusun, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas. (Notoatmodjo, 2007).

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.


(57)

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi pengetahuan pada individu secara sabjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Wahid dkk, 2007).


(1)

10. Menurut anda, siapa sajakah tenaga medis yang berperan dalam upaya rehabilitasi pasca stroke?

(jawaban bisa lebih dari satu)

a. Dokter rehabilitasi (1)

b. Perawat rehabilitasi (1)

c. Fisioterapist (1)

d. Okupational Terapist (1)

e. Speech therapist (1)

f. Psikologi (1)

Skor untuk responden jika menjawab : 1-2 = 1

3-5 = 2 >5 = 3

11. Menurut anda, sampai kapan penderita harus melakukan rehabilitasi pasca stroke?

a. Sampai penderita mampu melakukan kegiatan sendiri (1)

b. Sampai 3 bulan sesudah serangan (2)

c. Selama sisa hidup penderita pasca stroke (3)

12. Menurut anda, bagaimana pola hidup yang baik untuk penderita pasca stroke yang sedang menjalani rehabilitasi stroke? (jawaban bisa lebih dari satu)

a. Menghindari makanan tinggi lemak dan garam (1)

b. Mengkonsumsi buah dan sayur (1)

c. Menghindari rokok dan alkohol (1)

d. Selalu mengusahakan penderita melakukan aktivitas fisik (1)

e. Manejemen stress (refresing, dan lain) (1)

Skor untuk responden jika menjawab : 1-2 = 1

3-4 = 2 >4 = 3


(2)

B. SIKAP

No Pernyataan setuju Tidak

setuju 1 Rehabilitasi membantu Penderita stroke dapat melanjutkan

hidup dengan mengembalikan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

2 1

2 Keparahan stroke akan semakin meningkat jika tidak dilakukan tindakan rehabilitasi

2 1

3 Rehabilitasi dilakukan tanpa batas waktu 2 1

4 Semua petugas rehabilitasi mempunyai tugas masing-masing yang dapat membantu memulihkan kesehatan pasien

2 1

5 Rehabilitasi penderita pasca stroke dilakukan tidak hanya di tempat rehabilitasi

2 1

6 Pola makan berpengaruh dalam masa rehabilitasi stroke 2 1 7 Penderita pasca stroke menaglami depresi dan frustasi 2 1 8 Manejemen stress sangat dibutuhkan bagi penderita stroke 2 1 9 Aktivitas fisik memberi pengaruh positif bagi penderita

pasca stroke

2 1

10 Keberadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pemulihan penderita

2 1

11 Faktor yang paling penting dalam upaya rehabilitasi adalah kontinuitas perawatan

2 1

12 Rehabilitasi termasuk upaya pencegahan serangan stroke berulang

2 1

13 Upaya rehabilitasi yang dilakukan sejak dini berpengaruh besar bagi tingkat kepulihan penderita

2 1

14 Tidak semua penderita stroke yang mengikuti dapat pulih seperti sebelum terkena serangan stroke

2 1

15 Upaya rehabilitasi pada setiap penderita berbeda sesuai tingkat keparahan dan efek dari serangan stroke


(3)

C. TINDAKAN

1. Berapa kali seminggu anda membawa penderita ke tempat rehabilitasi?

a. Setiap hari (3)

b. 1 kali seminggu (2)

c. 3 kali seminggu (1)

2. Apakah selalu taat sesuai dengan anjuran dokter dalam membawa pasien melakukan rehabilitasi?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

3. Apakah anda berada disamping penderita ketika melakukan rehabilitasi?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

4. Apakah anda berperan sebagai perawat penderita dirumah?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

5. Apakah anda menjadi penghubung antara penderita dengan petugas kesehatan?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

6. Apakah anda mengubah tata ruang rumah sesuai dengan kondisi penderita sehingga penderita mampu melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan yang dia miliki?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

7. Apakah anda melibatkan penderita dalam kehidupan sosial anda seperti sebelum sakit?

a. Ya (2)


(4)

8. Apakah anda juga mempelajari apa yang diajarkan petugas kesehatan supaya bisa mendidik penderita dirumah?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

9. Apakah anda mengikuti psikoterapi bersama dengan penderita?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

10. Apakah anda memberi kesempatan kepada penderita melakukan aktivitas sehari-hari dirumah?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

11. Apakah anda membiasakan penderita berjalan pagi untuk mengaktifkan anggota gerak bawah penderita?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

12. Apakah anda melakukan selalu memperhatikan perkembangan kesehatan penderita?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

13. Apakah anda memberi penghargaan pada setiap peningkatan kemampuan penderita?

a. Ya (2)

b. Tidak (1)

14. Apakah anda masih mengizinkan penderita mengkonsumsi rokok?

a. Ya (1)

b. Tidak (2)

15. Bagaimana pola makan penderita dirumah?

a. Menghindari makanan yang mengandung kadar garam dan lemak tinggi (2)


(5)

Master Data Karakteristik

"GAMBARAN PERILAKU KELUARGA TERHADAP PENDERITA PASCA STROKE DALAM UPAYA REHABILITASI DI RS St. ELISABETH MEDAN TAHUN 2010" responde n p 3 p 4 p 6 p 7 p 9 p1 1 p1 2 p1 3 p1 4 p1 7 p1 8 p2 0 jumla h katego ri

1 3 3 3 1 1 3 1 0 4 1 1 3 24 sedang

2 3 3 3 1 1 3 1 0 3 1 1 3 23 sedang

3 2 3 3 1 1 3 1 0 3 1 1 3 22 sedang

4 3 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 24 sedang

5 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

6 3 3 3 1 1 3 2 2 3 2 3 3 29 baik

7 3 3 3 1 3 3 1 0 3 1 1 3 25 sedang

8 3 3 2 1 3 3 2 3 3 3 3 3 32 baik

9 2 3 2 1 1 3 1 0 3 2 3 3 24 sedang

10 2 3 3 2 3 3 2 3 3 1 3 3 31 baik

11 3 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 24 sedang

12 2 3 3 2 1 3 1 0 3 2 3 3 26 baik

13 3 3 3 1 3 3 1 0 3 3 1 3 27 baik

14 3 3 3 1 1 3 2 2 3 2 3 3 29 baik

15 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

16 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

17 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

18 3 3 3 1 3 3 1 0 3 1 1 3 25 sedang

19 2 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 23 sedang

20 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

21 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

22 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

23 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

24 2 3 2 1 1 3 1 0 3 2 3 3 24 sedang

25 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

26 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

27 2 3 3 1 1 3 2 2 3 2 3 3 28 baik

28 3 3 3 1 1 3 2 2 3 2 3 3 29 baik

29 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

30 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

31 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

32 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

33 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

34 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

35 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik


(6)

37 3 3 3 1 1 3 1 0 3 1 1 3 23 sedang

38 3 3 3 1 1 3 1 0 2 1 1 3 22 sedang

39 2 3 3 1 1 3 1 0 3 1 1 3 22 sedang

40 3 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 24 sedang

41 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

42 2 3 3 1 1 3 2 2 3 2 3 3 28 baik

43 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

44 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

45 2 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 33 baik

46 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

47 3 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 24 sedang

48 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 34 baik

49 3 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 24 sedang

50 3 3 3 1 1 3 1 0 3 2 1 3 24 sedang

51 3 3 3 2 1 3 1 0 3 2 3 3 27 baik