Faktor Individu Faktor Risiko MSDs

Berdasarkan penelitian Munir 2008 menyatakan terdapat pekerja yang memiliki lama kerja lebih dari 11 tahun sedangkan pada keluhan MSDs paling sedikit terdapat pada pekerja yang memiliki lama kerja 6-10 tahun. Selain itu pada lama kerja lebih dari 10 tahun hampir seluruhnya berusia 31-50 tahun, karena biasanya keluhan musculoskeletal disorder mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. c. Kebiasaan Merokok Boshuizhen, et.al 1993 dalam Tarwaka 2010 menyebutkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Hal ini sebenarnya terkait erat dengan kondisi kesegaran tubuh seseorang. Kebiasaan seseorang merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru- paru, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. Meningkatnya frekuensi kebiasaan merokok sangat erat hubungannnya dengan peningkatan keluhan otot yang dirasakan. Risiko meningkat 20 untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok Karuniasih, 2009. Menurut Bustan 2000, kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori yaitu, kebiasaan merokok berat 20 batanghari, sedang 10-20 batanghari, ringan 10 batanghari dan tidak merokok Dalam penelitian Muchsin, 2012. Penelitian Palmer et al dalam Jayanti dan Setyaningsih 2013 dijelaskan bahwa menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan nyeri muskuloskeletal, pada beberapa bagian tubuh seperti punggung, bahu, siku, lutut pada perokok maupun mantan perokok. Hal ini, disebabkan karena kandungan nikotin yang terdapat pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. d. Kesegaran Jasmani Pada umumnya, keluhan otot lebih sering ditemukan pada seseorang yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadi keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik Tarwaka, 2010. Laporan NIOSH yang dikutip dari hasil penelitian Cady, et.al 1979 dalam Tarwaka 2010 menyatakan bahwa untuk kesegaran tubuh yang rendah, maka resiko terjadinya keluhan adalah 7,1, tingkat kesegaran tubuh sedang adalah 3,2 dan tingkat kesegaran tubuh tinggi adalah 0,8. Hal ini juga diperku at dengan laporan Betti’e.et.al 1989 dalam Tarwaka 2010 menyatakan bahwa hasil penelitian terhadap para penerbang menunjukkan bahwa kelompok penerbang dengan tingkat kesegaran tubuh yang tinggi mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap resiko cedera otot. 80 kasus nyeri tulang punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan otot atau kurang berolahraga Munir, 2008. e. Ukuran Tubuh status Gizi Vessy, et.al 1990 dalam Tarwaka 2010 menyatakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai resiko dua kali lipat dibandingkan wanita kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner,et.al 1994 Tarwaka 2010 menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk obesitas dengan masa tubuh 29 mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus masa tubuh 20, khususnya untuk otot kaki. Berat badan ideal ini bergantung pula pada besar kerangka dan komposisi tubuh dalam hal otot dan lemak. Cara mengukur dan kategori status gizi IMT untuk penduduk Indonesia adalah sebagai berikut Almatsier, 2004: Tabel 2.1 Tabel 2.1 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia Kategori IMT Kurus 18,5 Normal 18,5-25 Gemuk 25 Sumber: Almatsier, 2004 Temuan lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya sering menderita keluhan sakit punggung, tetapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan. Keluhan sistem musculoskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan lainnya. Sebagai contoh, tubuh yang tinggi pada umumnya mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan terhadap beban tekan dan rentan terhadap tekukan, oleh karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan sistem Muskuloskeletal Tarwaka, 2010. Kaitan IMT dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang makan bertambah besar risikonya untuk mengalami MSDs. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan meyebabkan IMT=Berat Badan kg Tinggi Badan m 2 penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus Tan HC dan Horn SE 1998 dalam penelitian Zulfiqor 2011.

2.4 Metode Penilaian Keluhan Musculoskeletal Disorders

Ada beberapa cara telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomic untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti:kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan Waters Anderson, 1996 dalam Tarwaka, 2010. Alat ukur ergonomi yang dapat digunakan cukup banyak dan bervariasi. Namun demikian, dari berbagai alat ukur dan berbagai metode yang ada tentunya mempunyai kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Berikut ini terdapat beberapa jenis metode pengukuran ergonomic Tarwaka, 2010 :

2.4.1 Metode RULA The Rapid Upper Limb Assessment

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Lynn McAtamney dan Nigel Corlett, E 993, Seorang ahli ergonomi dari Nottingham’s Institute of Occ upational Ergonomic’s England Tarwaka,2010. Metode ini prinsip dasarnya hamper sama dengan metode REBA Rapid Entire Body Assesment maupun metode OWAS Ovako Posisi Analysis System. Ketiga metode ini RULA, REBA, OWAS sama-sama mengobservasi segmen tubuh khususnya upper limb dan mentransfernya dalam bentuk scoring, selanjutnya skor final yang diperoleh akan digunkan sebagai pertimbangan untuk memberikan saran perbaikan secara tepat Tarwaka,2010. Metode RULA merupakan suatu metode dengan menggunakan target posisi tubuh untuk mengestimasi terjadinya resiko gangguan otot skeletal, khususnya pada anggota tubuh bagian atas upper limb disorders, seperti : adanya gerakan repetitive, pekerjaan diperlukan pengerahan kekuatan, aktivitas otot statis pada otot skeletal Tarwaka,2010. Penilaian dengan metode RULA merupakan penilaian yang sistematis dan cepat terhadap resiko terjadinya gangguan dengan menunjuk bagian anggota tubuh pekerja yang mengalami gangguan tersebut Tarwaka,2010. Metode RULA merupakan alat untuk melakukan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh resiko pekerja yang terpengaruh oleh faktor- faktor penyebab cedera yaitu: a. Posisi tubuh b. Kontraksi Otot Statis c. Gerakan Repetitif d. Pengerahan tenaga dan pembebanan Metode ini hanya terfokus pada faktor-faktor resiko terpilih yang dievaluasi.RULA tidak mempertimbangkan faktor-faktor resiko cedera pada keadaan seperti: a. Waktu kerja tanpa istirahat b. Variasi individual pekerja seperti usia, pengalaman, ukuran tubuh, kekuatan, atau sejarah kesehatannya c. Faktor-faktor lingkungan kerja d. Faktor-faktor psikososial Pengukuraan dengan metode RULA dilakukan dengan cara observasi secara langsung pekerja atau operator saat bekerja selama beberapa siklus tugas untuk memilih tugas task dan posisi untuk pengukuran. Alat ini memasukan skor tunggal sebagai gambaran foto dari sebuah pekerjaan, yang mana rating dari posisi, besarnya gaya atau beban dan pergerakan yang diharapkan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi suatu nilai atau skor 1 rendah sampai skor tinggi 7, skor tersebut adalah dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan atau aksi itu memberikan sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan Staton et al, 2005 dalam Ikrimah, 2010. Langkah-langkah penilaian Metode RULA sebagai berikut; a. Group A : Skor untuk anggota tubuh pada Upper Limbs lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. 1 Skoring untuk Lengan Atas Sumber : Tarwaka, 2010 Gambar 2.2 Posisi Bagian Lengan Atas dan Skoring pada Lengan Tabel 2.2 Skoring Posisi lengan Atas S Sumber : Tarwaka, 2010 Keterangan : a + 1 jika bahu diangkat atau lengan diputar atau dirotasi b + 1 jika lengan diangkat menjauh dari badan c -1 jika operator bersndar atau bobot lengan ditopang 2 Skoring untuk lengan bawah Skoring untuk lengan bawah yaitu Tarwaka, 2010: SKOR Kisaran Sudut 1 Ekstensi 20 o sampai Fleksi 20 o 2 Ekstensi 20 o sampai Fleksi 20 o -45 o 3 Fleksi 45 o -90 o 4 Fleksi 90 o

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Susu Formula pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Kelurahan Helvetia Timur

18 117 99

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Pisangan Ciputat tahun 2010

3 15 93

Faktor-faktor yang berhubungan dengan parsifasi ibu balita ke posyandu di kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur tangerang selatan tahun 2010

9 93 201

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Kelelahan Pada Ibu Menusui ≤ 6 Bulan di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Tahun 2013

1 9 183

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur Bulan Agustus 2010

2 21 84

Pengaruh Penggunaan Kursi Ergonomis terhadap Kenyamanan Posisi Duduk pada Ibu Menyusui Bayi Usia sampai Enam Bulan di Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

0 25 177

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 60